Jumat, 10 Maret 2017

kerjaan - kerajaan islam dipulau Jawa dan Bali














KERAJAAN DEMAK
                                                    







                                      
1. Sejarah Kerajaan Demak
Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Kerajaan ini sebelumnya merupakan sebuah kadipaten kecil dari kerajaan Majapahit. Seiring runtuhnya pengaruh Majapahit dalam kancah Nusantara serta mulai tumbuhnya Islam di tanah Jawa, Demak pun berubah menjadi sebuah kerajaan Islam terbesar Kerajaan ini didirikan oleh Raden Patah pada tahun 1500 hingga tahun  1550. Raden Patah adalah putra dari Prabu Brawijaya Sebagai kerajaan Islam pertama di pulau Jawa, Kerajaan Demak sangat berperan besar dalam proses Islamisasi pada masa itu. Kerajaan Demak berkembang sebagai pusat perdagangan dan sebagai pusat penyebaran agama Islam. Wilayah kekuasaan Demak meliputi Jepara, Tuban, Sedayu Palembang, Jambi dan beberapa daerah di Kalimantan. Di samping itu, Kerajaan Demak juga memiliki pelabuhan-pelabuhan penting seperti Jepara, Tuban, Sedayu, Jaratan dan Gresik yang berkembang menjadi pelabuhan transito (penghubung).

LETAK KERAJAAN DEMAK
       
            Kerajaan Demak terletak antara bergota sebagai pelabuhan dari kerajaan Mataram Kuno dan Jepara. Kerajaan Demak sangatlah strategis, sehingga mempunyai pengaruh besar dinusantara
           
Sumber Kerajaan Demak

Dalam berbagai penafsiran dari sumber sejarah dari Kerajaan Demak, yang berupa karya sastra dan berbagai tradisi lisan disebutkan bahwa pada awalnya, Demak merupakan bagian dari Kerajaan Majapahit yang berbentuk kadipaten. Pada saat itu, Demak menjadi wilayah dagang yang banyak memiliki hubungan dengan para pedagang dari Gujarat, Arab, dan wilayah-wilayah lain yang banyak memiliki khazanah Islam. Sehingga lambat laun, Demak berkembang menjadi pusat perdagangan dan penyebaran Islam.

Raden Fatah yang menjadi pemimpin wilayah Demak sendiri memeluk Islam sebagai keyakinannya. Ketika Kerajaan Majapahit mengalami kemunduran, wilayah-wilayah kekuasaannya pun banyak yang melepaskan diri karena ingin membentuk pemerintah sendiri, dengan mengaku sebagai pewaris Kerajaan Majapahit. Begitu pula dengan Demak, sebagai kota dagang dan pusat penyebaran Islam, Raden Patah melepaskan diri dari pengaruh Kerajaan Majapahit. Raden Patah mendirikan sebuah kerajaan yang bercorak Islam yang berpusat di Kota Demak.   Sebenarnya ada dua kekuasaan yang berada di Demak pada saat itu, yaitu kekuasaan yang dipegang oleh Raden Patah yang memperoleh dukungan dari Walisongo dan Ki Ageng Pengging yang mendapat dukungan dari Syekh Siti Jenar. Pada saat itu, Raden Patah dipilih dan diangkat menjadi raja Kerajaan Demak dan dibantu oleh sembilan wali yang terkenal dengan sebutan Walisongo. Mereka menjadi panutan masyarakat Demak. Selain itu, bantuan yang diterima oleh Raden Patah dari Walisongo membuat pengaruh Kerajaan Demak berkembang menjadi sangat kuat dalam waktu singkat.

Jika dilihat dari penafsiran berbagai sumber sejarah dari Kerajaan Demak, wilayah kekuasaan Kesultanan Demak meluas meliputi daerah pesisir Jawa Tengah dan Jawa Timur, bahkan sampai mencapai Jambi, beberapa wilayah Kalimantan, dan menguasai Palembang. Sebagai pemerintah maritim sekaligus penghasil rempah-rempah, Kerajaan Demak menjadi Pemerintah yang tersohor dan mencapai puncak kesuksesan. Pada saat itu, kehidupan masyarakat Demak terutama dalam segi sosial dan budaya didasarkan pada budaya Islam. Hal tersebut tidak terlepas dari pengaruh pusat penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh para Wali seperti Sunan Kudus, Sunan Kalijaga, Sunan Bonang, dan Sunan Muria. Tak hanya itu, para wali juga memiliki peran penting sebagai penasihat raja Demak. Pada saat itu, masyarakat Demak selalu dalam kondisi yang kondusif, yaitu terjalin hubungan erat antara para bangsawan dari kalangan pemerintah dengan alim ulama dan rakyat alias ukhuwah Islamiyah yang baik. Kebudayaan Islam pun banyak menghiasi sendi-sendi kehidupan masyarakat Demak. Salah satunya dapat dilihat pada arsitektur Masjid Demak yang pendiriannya dipimpin oleh Sunan Kalijaga . Salah satu dari tiang utama masjid dibuat dari pecahan kayu yang disebut Soko Gulir. Ada pula, cerita tentang cikal bakal perayaan sekaten untuk memperingati maulid Nabi Muhammad SAW yang diawali dan diciptakan oleh Sunan Kalijaga di serambi depan masjid. Dalam kegiatan perdagangan, Kerajaan Demak diuntungkan dengan posisinya yang strategis sebagai penghubung antara daerah-daerah penghasil rempah. Pada saat itu, rempah-rempah menjadi komoditas utama perdagangan dan perekonomian. Raden Patah pun memerintah dengan adil dan bijaksana sehingga Kerajaan Demak maju, baik dari segi budaya maupun perekonomian dan perdagangan. Raden Patah pun tidak sendirian dalam melaksanakan pemerintahannya. Selain dibantu oleh Walisongo, ia pun dibantu oleh Pati Unus, anaknya yang menjabat sebagai adipati di Jepara. Hingga pada saat Raden Fatah wafat, Gelar raja diturunkan ke Pati Unus yang bergelar pangeran Sabrang Lor. Sayangnya, sumber sejarah dari Kerajaan  Demak disebutkan bahwa Pati Unus hanya memerintah selama tiga tahun saja dan digantikan oleh adiknya, Pangeran Trenggono. Ketika dipimpin oleh Pangeran Trenggono, Kerajaan Demak kembali memasuki masa keemasannya. Daerah kekuasaan Kerajaan Demak meluas sampai mencapai daerah Jawa Barat.

Bentuk Pemerintahan

a)       Raja – Raja yang memerintah Kerajaan Demak
ð  Raden patah, Raden Patah adalah putra dari Prabu Brawijaya, dulunya Raden Patah mempunyai ikatan dengan Kerajaan Majapahit. Kemudian Raden Patah melepaskan diri dari pengaruh kerajaan Majapahit dan membangun kerajaan sendiri yaitu kerajaan demak, Raden patah memerintah dengan dibantu para wali songo, dan menjadikan Kerajaan Demak menjadi kerajaan yang berkembang dan  sangat kuat.
ð  Adipati Unus, adalah anak dari Raden Patah yang menjabat sebagai adipati di Jepara, pati unus juga membantu ayahnya Raden Patah dalam memerintah Kerajaan Demak. Pati Unus ini dikenal sebagai raja yang gagah dan pemberani.
ð  Pangeran Trenggono, Adalah putra dari Raden Patah, adik dari Adipati Unus, saat dipimpin oleh Pangeran Trenggono Kerajaan Demak Kembali mencapai puncak kejayaan\keemasan

b)       Kebijakan Politik
Kerajaan Demak Adalah kerajaan Islam pertama di Jawa, kerajaan ini dipimpin oleh raja, yang mempunyai kebijakan kebijakan sendiri.
ð  Raden patah, Dalam masa pemerintahan Raden Patah, Demak berhasil dalam berbagai bidang, diantaranya adalah perluasan dan pertahanan kerajaan, pengembangan Islam dan pengamalannya, serta penerapan musyawarah dan kerja sama antara ulama dan umara (penguasa). Keberhasilan Raden Patah dalam perluasan dan pertahanan kerajaan dapat dilihat ketika ia menaklukkan Girindra Wardhana yang merebut tahkta Majapahit (1478), hingga dapat menggambil alih kekuasaan majapahit. Selain itu, Raden Patah juga mengadakan perlawan terhadap Portugis, yang telah menduduki Malaka dan ingin mengganggu Demak. Ia mengutus pasukan di bawah pimpinan putranya, Pati Unus atau Adipati Yunus atau Pangeran Sabrang Lor (1511), meski akhirnya gagal. Perjuangan Raden Patah kemudian dilanjutkan oleh Pati Unus yang menggantikan ayahnya pada tahun 1518. Dalam bidang dakwah Islam dan pengembangannya,Raden Patah mencoba menerapkan hukum Islam dalam berbagai aspek kehidupan. Selain itu, iajuga membangun istana dan mendirikan masjid (1479) yang sampai sekarang terkenal denganmasjid Agung Demak. Pendirian masjid itu dibantu sepenuhnya oleh walisanga.

ð  Adipati Unus, Pada tahun 1518 Raden Patah wafat kemudian digantikan putranya yaitu Pati Unus. Pati Unus terkenal sebagai panglima perang yang gagah berani dan pernah memimpin perlawanan terhadap Portugis di Malaka. Karena keberaniannya itulah ia mendapatkan julukan Pangeran Sabrang Lor. Armada perang Islam siap berangkat dari pelabuhan Demak dengan mendapat pemberkatan dari Para Wali yang dipimpin oleh Sunan Gunung Jati. Dipimpin langsung oleh Pati Unus bergelar Senapati Sarjawala yang telah menjadi Sultan Demak II. Dari sini sejarah keluarga beliau akan berubah, sejarah kesultanan Demak akan berubah dan sejarah tanah Jawa berubah. Kapal yang ditumpangi Pati Unus terkena peluru meriam ketika akan menurunkan perahu untuk merapat ke pantai. Ia gugur sebagai Syahid karena kewajiban membela sesama Muslim yang tertindas penjajah (Portugis) yang bernafsu memonopoli perdagangan rempah-rempah. Pimpinan Armada Gabungan Kesultanan Banten, Demak dan Cirebon segera diambil alih oleh Fadhlullah Khan yang oleh Portugis disebut Faletehan, dan belakangan disebut Fatahillah setelah mengusir Portugis dari Sunda Kelapa 1527. Pengambilalihan ini adalah atas inisiatif Sunan Gunung Jati yang sekaligus menjadi mertua karena putrid beliau yang menjadi janda Sabrang Lor dinikahkan dengan Fadhlullah Khan.

ð  Pangeran Trenggono, Sepeninggal Pati Unus, kerajaan Demak kemudian diperintah oleh Sultan Trenggono. Beliau memerintah Demak dari tahun 1521-1546 M. Sultan Trenggono adalah putra Raden Patah, adik dari Pati Unus. Pada tahun 1546 Sultan Trenggono menyerang Panarukan, Situbondo yang saat itu dikuasai Blambangan. Sunan Gunung Jati membantu dengan mengirimkan gabungan prajurit Cirebon, Banten, dan Jayakarta sebanyak 7.000 orang yang dipimpin Fatahillah. Pasukan Demak sudah mengepung Panarukan selama tiga bulan, tapi belum juga dapat merebut kota itu. Suatu ketika Sultan Trenggono bermusyawarah bersama para adipati untuk melancarkan serangan selanjutnya. Putra bupati Surabaya yang berusia 10 tahun menjadi pelayannya. Anak kecil itu tertarik pada jalannya rapat sehingga tidak mendengar perintah Trenggono. Trenggono marah dan memukulnya. Anak itu secara spontan membalas menusuk dada Trenggono memakai pisau. Sultan Demak itu pun tewas seketika dan segera dibawa pulang meninggalkan Panarukan. Sultan Trenggana berjasa atas penyebaran Islam di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Di bawah Sultan Trenggana, Demak mulai menguasai daerah-daerah Jawa lainnya seperti merebut Sunda Kelapa dari Pajajaran serta menghalau tentara Portugis.

ð  Sunan Prawata, Sepeninggal Sultan Trenggono, kerajaan Demak dipimpin oleh Sunan Prawata (Raden Mukmin) yang memerintah tahun 1546-1549. Ia lebih cenderung sebagai seorang ahli agama daripada ahli politik. Pada masa kekuasaannya, daerah bawahan Demak seperti Banten, Cirebon, Surabaya, dan Gresik, berkembang bebas tanpa mampu dihalanginya. Ia berambisi untuk melanjutkan usaha ayahnya menaklukkan Pulau Jawa. Namun, keterampilan berpolitiknya tidak begitu baik, dan ia lebih suka hidup sebagai ulama daripada sebagai raja. Raden Mukmin memindahkan pusat pemerintahan dari kota Bintoro menuju bukit Prawoto. Oleh karena itu, Raden Mukmin pun terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto. Cita-cita Sunan Prawoto pada kenyataannya tidak pernah terlaksana. Ia lebih sibuk sebagai ahli agama dari pada mempertahankan kekuasaannya.Sunan Prawata berebut tahta dengan Arya Panangsang dan mengakibatkan kerajaan Demak mengalami kemunduran

c)       Kehidupan masyarakat
ð  Kehidupan Ekonomi
Perekonomian Demak berkembang kea rah perdagangan maritime dan agrarian, Ambisi kerajaan Demak menjadi Negara maritim diwujudkan dengan upayanya merebut Malak dari tangan Portugis, namun upaya ini tidak berhasil. Perdagangan Demak dengan pelabuhan pelabuhan lain cukup ramai,Demak berfungsi sebagaipelabuhan transito (penghubung) daerha penghasil rempah rempah dan sumber penghasil pertanian yg cukup besar. Demak berperan penting dalam bidang ekonomi, dan menjadikan kehidupan masyarakat berkembang lebih baik.

ð  Kehidupan Sosial Budaya
Kehidupan social masyarakat Demak telah berjalan teratur, Pemerintahan diatur dengan hukum islam,namun tradisi tradisi lama atau norma norma yg lama tidak ditinggalkan. Hasil budaya nya merupakan kebudayaan yg berkaitan dengan Islam, hasil budayanya yg sangat terkenal adalah Masjid Agung Demak, ada juga perayaan sekaten.

ð  Kehidupan Politik
Kerajaan demak berdiri kira kira tahun 1478,Kerajaan Demak menjadi kerajaan besar dibawah pimpinan Raden Patah. Dibawah pimpinan putranya dengan kekuatan 90 buah jung dan 12000 tentara berusaha membebaskan Malaka dari kekuasaan Portugis dan menguasai perdagangan diselat Malaka.Seletah ayahnya wafat Pati Unus diangkat menjadi Raja, Setelah Pati Unus menjadi raja selama 3 tahun digantikan oleh Pangeran Trenggono adiknya sendiri, Setelah wafatnya Pangeran Trenggono, kerajaan Demak mengalami kemunduran

       Peninggalan Kerajaan

1.       Masjid Agung Demak
Peninggalan Kerajaan Demak yang paling dikenal tentu adalah Masjid Agung Demak. Bangunan yang didirikan oleh Walisongo pada tahun 1479 ini masih berdiri kokoh hingga saat ini meski sudah mengalami beberapa renovasi. Bangunan ini juga menjadi salah satu bukti bahwa kerajaan Demak pada masa silam telah menjadi pusat pengajaran dan penyebaran Islam di Jawa. Jika Anda tertarik untuk melihat keunikan arsitektur dan nilai-nilai filosofisnya , datanglah ke masjid ini. Letaknya berada di Desa Kauman, Demak – Jawa Tengah.

2.       Pintu Bledek
Dalam bahasa Indonesia, Bledek berarti petir, oleh karena itu, pintu bledek bisa diartikan sebagai pintu petir. Pintu ini dibuat oleh Ki Ageng Selo pada tahun 1466 dan menjadi pintu utama dari Masjid Agung Demak. Berdasarkan cerita yang beredar, pintu ini dinamai pintu bledek tak lain karena Ki Ageng Selo memang membuatnya dari petir yang menyambar. Saat ini, pintu bledek sudah tak lagi digunakan sebagai pintu masjid. Pintu bledek dimuseumkan karena sudah mulai lapuk dan tua. Ia menjadi koleksi peninggalan Kerajaan Demak dan kini disimpan di dalam Masjid Agung Demak.

3.       Soko Tatal dan Soko Guru
Soko Guru adalah tiang berdiameter mencapai 1 meter yang berfungsi sebagai penyangga tegak kokohnya bangunan Masjid Demak. Ada 4 buah soko guru yang digunakan masjid ini, dan berdasarkan cerita semua soko guru tersebut dibuat oleh Kanjeng Sunan Kalijaga. Sang Sunan mendapat tugas untuk membuat semua tiang tersebut sendiri, hanya saja saat ia baru membuat 3 buah tiang setelah masjid siap berdiri. Sunan Kalijaga dengan sangat terpaksa kemudian menyambungkan semua tatal atau potongan-potongan kayu sisa pembuatan 3 soko guru dengan kekuatan spiritualnya dan mengubahnya menjadi soko tatal alias soko guru yg terbuat dari tatal.

4.       Bedug dan Kentongan
Bedug dan kentongan yang terdapat di Masjid Agung Demak juga merupakan peninggalan Kerajaan Demak yang bersejarah dan tak boleh dilupakan. Kedua alat ini digunakan pada masa silam sebagai alat untuk memanggil masyarakat sekitar mesjid agar segera datang melaksanakan sholat 5 waktu setelah adzan dikumandangkan. Kentongan berbentuk menyerupai tapal kuda memiliki filosofi bahwa jika kentongan tersebut dipukul, maka warga sekitar harus segera datang untuk melaksanakan sholat 5 waktu secepat orang naik kuda.

5.       Situs Kolam Wudlu
Situs kolam wudlu dibuat seiring berdirinya bangunan Masjid Demak. Situs ini dahulunya digunakan sebagai tempat berwudlu para santri atau musyafir yang berkunjung ke Masjid untuk melaksanakan sholat. Namun, saat ini situs tersebut sudah tidak digunakan lagi untuk berwudlu dan hanya boleh dilihat sebagai benda peninggalan sejarah.

6.       Maksurah
Maksurah adalah dinding berukir kaligrafi tulisan Arab yang menghiasi bangunan Masjid Demak. Maksurah tersebut dibuat sekitar tahun 1866 Masehi, tepatnya pada saat Aryo Purbaningrat menjabat sebagai Adipati Demak. Adapun tulisan dalam kaligrafi tersebut bermakna tentang ke-Esa-an Alloh.

7.       Dampar Kencana
Dampar kencana adalah singgasana para Sultan yang kemudian dialih fungsikan sebagai mimbar khutbah di Masjid Agung Demak. Peninggalan Kerajaan Demak yang satu ini hingga kini masih terawat rapi di dalam tempat penyimpanannya di Masjid Demak.

8.       Piring Campa
Piring Camapa adalah piring pemberian seorang putri dari Campa yang tak lain adalah ibu dari Raden Patah. Piring ini jumlahnya ada 65 buah. Sebagian dipasang sebagai hiasan di dinding masjid, sedangkan sebagian lain dipasang di tempat imam.

           KEMUNDURAN KERAJAAN DEMAK
               
           Puncak kejayaan pada Raja Demak ke- 3 tidak berlangsung mulus, terjadi Persaingan panas antara P. Surowiyoto (Pangeran Sekar)dan Trenggana yang berlanjut dengan di bunuhnya P.Surowiyoto oleh Sunan Prawoto(anak Trenggono), peristiwa ini terjadi di tepi sungai saat Surowiyoto pulang dari Masjid sehabis sholat Jum'at. Sejak Pristiwa itu Surowiyoto(Sekar)dikenal dengan sebutan Sekar Sedo Lepen yang Artinya Sekar gugur di Sungai. Pada tahun 1546 Trenggono Wafat dan tampuk kekuasaan dipegang oleh Sunan Prawoto, anak Trenggono, sebagai Raja Demak ke 4, akan tetapi pada tahun 1549 Sunan Prawoto dan Isteri nya dibunuh oleh pengikut P. Arya Penangsang, putera Pangeran Surowiyoto (Sekar). P. Arya Penangsang kemudian menjadi penguasa tahta Demak sebagai Raja Demak ke 5.
           Pengikut Arya Penangsang jugamembunuh Pangeran Hadiri, adipati [Jepara], hal ini menyebabkan adipati-adipati di bawah Demak memusuhi P. Arya Penangsang, salah satunya adalah Adipati Pajang Joko Tingkir (Hadiwijoyo). Pada tahun 1554 terjadilan Pemberontakan dilakukan oleh adipati Pajang Joko Tingkir (Hadiwijoyo) untuk merebut kekuasaan dari Arya Penangsang. Dalam Peristiwa ini Arya Penangsangsang dibunuh oleh Sutawijaya, anak angkat Joko Tingkir. Dengan terbunuhnya Arya Penangsang sebagai Raja Demak ke 5, maka berakhirlah era Kerajaan Demak. Joko Tingkir (Hadiwijoyo)memindahkan Pusat Pemerintahan ke Pajang dan mendirikan Kerajaan Pajang


































KERAJAAN PAJANG



     






LETAK KERAJAAN PAJANG
            KERAJAAN PAJANG ADALAH Sebuah kerajaan  yang berpusat di jawa tengah sebagai kelanjutan kerajaan demak. Kompleks keraton, yang sekarang tinggal batas-batas fondasinya saja, berada di perbatasan kelurahan pajang, kota solo dan desa makam haji, karatsura, sukoharjo.
AWAL BERDIRI KERAJAAN PAJANG
            Pada abad ke 14 pajang sudah disebut dalam kitab negarakertanegara karena dikunjungi oleh hayam wuruk dalam perjalanannya memeriksa bagian barat. Antara abad 11 dan 14 di jawa tengah selatan tidak ada kerajaan tetapi majapahit masih berkuasa sampai kesana. Sementara itu, di demak mulai muncul kerajaan kecil yang didirikan oleh tokoh-tokoh beragama islam. Nmamun, sampai awal abad ke 16 kewibaan raja majapahit masih diakui.
            Baru pada akhir abad ke 17 dan awal abad 18 para penulis kronik di kartasura menulis seluk beluk asal usul raja-raja mataram dimana pajang dilihat sebagai pendahuluannya. Pajang sendiri sebagai kelanjutan dari pengging pada tahun 1618 yang pernah dihancurkan ibukota dan sawah ladangnya oleh pasukan-pasukan dari mataram karena memberontak. Dibekas kompleks keraton raja pajang yang dikubur di butuh banyak ditemukan sisa-sisa keramik asal negeri cina.
            Cerita mengenai sejarah Pajang malah termuat dalam kitab Babad Banten yang menyebutkan Ki Andayaningrat berputera 2 orang yaitu, Kebo Kenanga dan Kebo Kanigara. Meskipun Majapahit ambruk pada tahun 1625, Pengging dibawah Kebo Kenanga berdaulat terus hingga pertengahan abad ke 16. Untuk menundukkan pengging Raja Demak memanfaatkan jasa Ki Wanapala dan Sunan Kudus, dengan cara pendahuluan berupa adu kekuatan ngelmu.
            Dua tahun kemudian, Kebo Kenanga berhasil dibunuh sedangkan anak laki-lakinya yaitu Jaka Tingkir kelak mengabdi ke Istana Demak untuk akhirnya mendirikan KERAJAAN PAJANG dengan sebutan ADIWIJAYA.
BENTUK PEMERINTAHAN
A.      Raja-raja yang memerintah Kerajaan Pajang
ð  Jaka Tingkir
Nama aslinya adalah Mas Kerebet, putra Ki Ageng Pengging atau Ki Kebo Kenanga. Ketika ia dilahirkan, ayahnya sedang menggelar pertunjukkan wayang beber dengan dalang Ki Ageng Tingkir. Kedua Ki Ageng ini adalah murid Ki Syekh Siti Jenar. Sepulang dari mendalang, Ki Ageng Tingkir jatuh sakit dan meninggal dunia.
Sepuluh tahun kemudian, Ki Ageng Pengging dihukum mati karena dituduh memberontak terhadap Kesultanan Demak. Sebagai pelaksanaan hukuman ialah Sunan Kudus. Setelah kematian suaminya, Nyai Ageng Pengging jatuh sakit dan meninggal pula. Sejak itu, Mas Kerebet diambil sebagai anak angkat Nyai Ageng Tingkir ( Janda Ki Ageng Tingkir ). Mas Kerebet tumbuh menjadi pemuda yang gemar bertapa, dan dijuluki Jaka Tingkir. Guru Pertamanya adalah Sunan Kalijaga. Ia juga berguru pada Ki Ageng Sela, dan dipersaudarakan dengan ketiga cucu Ki Ageng yaitu, Ki Juru Martani, Ki Ageng Pemanahan, dan Ki Panjawi.
Silsilah Jaka Tingkir :
Andayaningrat ( tidak diketahui nasabnya ) + Ratu Pembayun ( Putri Raja Brawijaya ) -> Kebo kenanga ( Putra Andayaningrat ) + Nyai Ageng Pengging -> Mas Kerebet/Jaka Tingkir.
Meski dalam Babad Jawa, Adiwijaya lebih dilukiskan sebagai Raja yang serba lemah, tetapi kenyataannya sebagai ahli waris Kerajaan Demak ia mampu menguasai pedalaman Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan baik. Perpindahan pusat kerajaan ke pedalaman yang dilanjutkan lagi oleh raja mataram berpengaruh besar atas perkembangan peradaban Jawa abad ke 18 dan 19.
Daerah kekuasaan pajang mencakup di sebelah barat Bagelen (lembah bogowonto ) dan kedu ( lembah progo atas).
Di zaman Adiwijaya memerintah Pajang, yaitu pada tahun 1578 seorang tokoh pemimpin Wirasaba, yang bernama wargautama ditindak oleh pasukan-pasukan kerajaan dari pusat. Berita dari Babad Banyumas ini menunjukkan masih kuatnya Pajang ke Timur meliputi wilayah Madiun dan disebutkan bahwa Blora pada tahun 1554 menjadi rebutan anatara Pajang dan Mataram.
Ada dugaan bahwa Adiwijaya sebagai raja islam berhasil dalam diplomasinya sehingga pada tahun 1581, ia diakui oleh raja-raja kecil yang penting dikawasan pesisir Jawa Timur. Untuk peresmiannya pernah diselenggarakan pertemuan bersama di istana Sunan Prapen di Giri, hadir pada kesempatan itu para Bupati dan Jipang, Wirasaba ( Majaagung ), kediri, Pasuruan, Madiunn, Sedayu, Lasem, Tuban, dan Pati. Pembicaraan yang mewakili tokoh-tokoh Jawa Timur adalah Panji Wirya( Madura Barat ) mengakui Adiwijaya sehubungan dengan itu Bupatinya bernama Panembahan Lemah Duwur diangkat menantu Raja Pajang.

ð  Arya Pangiri
Arya Pangiri adalah putra Sunan Prawoto raja keempat demak, yang tewas dibunug Arya Penangsang tahun 1549. Ia kemudian diasuh bibinya, yaitu Ratu Kalinyamat di Jepara.
Arya penangsang kemudian tewas oleh sayembara yang diadakan Hadiwijaya bupati Pajang. Sejak itu, Pajang menjadi kerajaan berdaulatdimana Demak sebagai bawahannya. Setelah dewasa, Arya Pangiri dinikahkan dengan Ratu Pembayun, putri tertua Sultan Hadiwijaya dan dijadikan sebagai bupati Demak.
Sepeninggalan Sultan Hadiwijaya akhir tahun  1582 terjadi permasalahan tahta di Pajang. Putra mahkota yang bernama Pangeran Benawa disingkirkan Arya Pangiri dengan dukungan Sunan Kudus. Alasan Sunan Kudus adalah usia Pangeran Benawa lebih muda daripada istri Pangiri, sehingga tidak pantas menjadi raja.
Pangersn Benawa yang berhati lembut merelakan tahta Pajang dikuasai Arya Pangiri sedangkan ia sendiri kemudian diangkat menjadi bupati jipang Panolan ( Bekas negeri Arya Penangsang ).
Tokoh Sunan Kudus yang diberitakan Babad Tanah Jawi perlu dikoreksi, karena Sunan Kudus sendiri sudah meninggal tahun 1550. Mungkin tokoh yang mendukung Arya Panggiri tersebut adalah penggantinya, yaitu Panembahan Kudus, atau mungkin Pangeran Kudus Arya Pangiri menjadi Raja Pajang sejak tahun 1583 bergelar Sultan Ngawantipura. Ia dikisahkan hanya peduli pada usaha untuk menaklukkan mataram daripada menciptakan kesejahteraan rakyatnya. Dia melanggar wasiat mertuanya (HADIWIJAYA) supaya tidak membenci Sutawijaya. Ia bahkan membentuk pasukan yang terdiri atas orang-orang bayaran dari Bali, Bugis, dan Makasar untuk menyerbu Mataram.
Arya Pangiri juga berlaku tidak adil terhadap penduduk asli pajang. Ia mendatangkan orang-orang Demak untuk menggeserkan kedudukan para pejabat Pajang. bahkan, rakyat Pajang juga tersisih oleh kedatangan penduduk Demak. Akibatnya, banyak warga Pajang yang berubah menjadi perampok karena kehilangan mata pencaharian. Sebagian lagi pindah ke Jipang mengabdi pada Pangeran Benawa.

ð  Pangeran Benawa
Pangeran Benawa adalah raja ketiga Kesultanan Pajang yang memerintah pada tahun 1586-1587, bergelar Sultan Prabuwijaya.
Pangeran Benawa adalah putra Sultan Hadiwijaya alias Jaka Tingkir, raja pertama Pajang. Sejak kecil ia dipersaudarakan dengan Sutawijaya, anak angkat ayahnya, yang mendirikan Kesultanan Mataram.
Pangeran Benawa memiliki putra yang bernama Dyah Banowati yang menikah dengan Mas Johang putra Sutawijaya. Dyah Banowati bergelar Ratu Mas Adi, yang kemudian melahirkan Sultan Agung, raja terbesar Mataram.
Selain itu, Pangeran Benawa juga memiliki putra bernama Pangeran Radin, yang kelak menurunkan Yosodipuro dan Ronggowarsito, pujangga-pujangga besar Kasunanan Surakarta. Pangeran Benawa dikisahkan sebagai seorang yang berhati lembut. Ia pernah ditugasi ayahnya untuk menyelidiki kesetiaan Sutawijaya terhadap Pajang. Waktu itu Benawa berangkat bersama Arya Pamalad (kakak iparnya yang menjadi adipati Tuban) dan Patih Mancanegara.
Sutawijaya menjamu ketiga tamunya dengan pesta. Putra sulung Sutawijaya yang bernamaRaden R angga tidak sengaja membunuh seorang prajurit Tuban, membuat Arya Pamalad mengajak rombongan pulang.
Sesampai di Pajang, Arya Pamalad melaporkan keburukan Sutawijaya, bahwa Mataram berniat memberontak terhadap Pajang. Sementara itu Benawa melaporkan kebaikan Sutawijaya, bahwa terbunuhnya prajurit Tuban karena ulahnya sendiri.
Sutawijaya akhirnya terbukti memerangi Pajang tahun 1582, dan berakhir dengan kematian Sultan Hadiwijaya. Pangeran Benawa yang seharusnya naik tahta disingkirkan oleh kakak iparnya, yaitu Arya Pangiri adipati Demak.
Benawa kemudian menjadi adipati Jipang Panolan. Pada tahun 1586 ia bersekutu dengan Sutawijaya untuk menurunkan Arya Pangiri dari tahta, karena kakak iparnya itu dianggap kurang adil dalam memerintah.
Dikisahkan, Arya Pangiri hanya sibuk menyusun usaha balas dendam terhadap Mataram. Orang-orang Demak juga berdatangan, sehingga warga asli Pajang banyak yang tersisih. Akibatnya, penduduk Pajang sebagian menjadi penjahat karena kehilangan mata pencaharian, dan sebagian lagi mengungsi ke Jipang.
Persekutuan Benawa dan Sutawijaya terjalin. Gabungan pasukan Mataram dan Jipang berhasil mengalahkan Pajang. Arya Pangiri dipulangkan di Demak. Benawa menawarkan tahta Pajang kepada Sutawijaya. Namun, Sutawijaya menolaknya. Ia hanya meminta beberapa pusaka Pajang untuk dirawat di Mataram. Sejak itu, Pangeran Benawa naik tahta menjadi raja baru di Pajang bergelar Sultan Prabuwijaya.

B.      Kebijakan Publik
ð  Pakubuwono
Pada zaman Pakubuwono I dan Jayanegara bekerja sama untuk menjadikan Pajang menjadi Lumbung beras pada abad ke 16 sampai 17, kerjasama tersebut saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. Kehidupan rakyat Pajang mendapat pengaruh Islamisasi yang cukup kental sehingga masyarakat Pajang sangat mengamalkan syariat Islam dengan sungguh-sungguh
Pada zaman Pakubuwono I pada tahun 1708 ketika Ibukota Mataram masih ada di Kartasura, ada kerjasama yang baik antara Surakarta pusat dengan Jayengrana bupati Surabaya. Pada masa itu seluruh Jawa Timur kompak dalam mendukung kerjasama antara Pakubuwono I dan Jayanegara.
ð  Arya Panangsang
Arya Penangsang membuat saluran air melingkari Jipang Panolan dan dihubungkan dengan Bengawan Solo. Karena pada sore hari air Bengawan Solo pasang maka air di saluran juga mengalami pasang. Oleh karena itu saluran tersebut dikenal dengan nama Bengawan Sore. Sebetulnya Arya Penangsang sudah tidak berhak mengklaim tahta Demak kepada Sultan Hadiwijaya, karena Pajang adalah sebuah kerajaan tersendiri. Akan tetapi dendamnya kepada putra dan mantu Sultan Trenggono belum pupus. Dia kembali mengirim pembunuh gelap untuk membunuh Sultan Hadiwijaya, mengulangi keberhasilan pembunuhan tersebut tidak berhasil.


C.     Kehidupan Masyarakat
ð  Kehidupan Sosial-Ekonomi
Pajang merupakan dinasti atau kerajaan islam yang berada dipedalaman pertama di jawa. Dengan demikian, masyarakatnya agraris. Mengandalkan hasil pertanian dan perkebunan. Maka dari itu, umur Kerajaan Pajang tidaklah bertahan lama karena kurang menguasai perdagangan laut sebagai basis perekonomian pada masa itu. Secara sistem dan struktur sosial, masyarakat Pajang tak jauh beda dengan masyarakat Demak.

PENINGGALAN KERAJAAN PAJANG
a.       Masjid
Adalah tempat umat islam melakukan sujud atau shalat. Masjid berbentuk bujur sangkar dan serambi didepanya. Masjid juga terdapat mihrab atau tempat imam memimpin shalat . Di sebelah kanan mihrab terdapat mimbar Tempat khatib memberikan khotbah. Masjid di Indonesia menghadap kearah timur karena arah kiblatnya adalah barat.
Contoh Masjid Peninggalan didaerah jawa :
- Masjid Demak
- Masjid Sendang Duwur di Surabaya
- Masjid agung kesepuhan di Cirebon
- Masjid Kudus d
- Masjid sunan Ngampel
- Masjid Sumenep dll.
b. Keraton
Adalah tempat tinggal raja bersama dengan keluarganya.
Contoh Kraton peninggalan didaerah jawa :
- Keraton Kesepuhan
- Keraton Kanaman di Cirebon
- Kraton Yogyakarta
- Kraton Surakarta
- Kraton Mangkunegara
c. Nisan
Adalah bangunan yang terbuat dari batu yang berdiri diatas makam. Berfungsi sebagai tanda adanya suatu makam seseorang yang telah meninggal, dan tertera taggal,bulan, serta tahun lahir dan wafat.


Contoh Nisan di daerah jawa :
- Batu nisan makam sunan Gunung Jati
- Batu nisan makam sunan ampel di Surabaya
- Batu nisan makam sunan Drajad di Lamongan
- Batu nisan makam sunan Bonang di Tuban
- Batu nisan makam sunan Tembayat di klaten
- Batu nisan makam Sendangduwor di tuban
- Batu nisan makam Imogiri di jogjakarta
“Peninggalan Sejarah Islam diIndonesia” “(Jawa)”
d. kaligrafi
Adalah seni menulis indah dari komposisi huruf arab. Biasanya terdapat pada dindig masjid Terutama pada Mihrab. Ukiran tersebut disusun dalam ukuran tertentu ada yang berbentuk binatang maupun bentuk yang lainya.
Contoh kaligrafi di jawa :
- Kaligrafi Dewa Genecha di cirebon
e. Kesusatraan
a. Seni sastra
Pada umumnya berkembag dipulau jawa yang berisikan ajaran khusus tasawuf, Filsafat, Kemasyarakatan dan tuntunan budi pekerti
Contoh peninggalan tasawuf :
1. Suluk berisi ajaran tasawur : Suluk Sukarsa, Suluk Wujil, Suluk Malang samurai
2. Syair misalnya : Syair Perahu
3. Hikayat : Hikayat Panji Inu Kerapati, DAN Hikayat Bayan Budiman.
4. Babah : Badah Gianti dan Badah Tanah Jawi
5. Kitab ajaran Budi Pekerti : Nitisurti, Nisastra, dan Astabrata
6. Kitab Politik tetap pemerintahan : Sastra Genting dan Adat makuta alam
7. Tradisi dan Upacara : Sekaten atau Grebek Maulud


f. Seni Pertunjukan
Contohnya adalah :
- Perayaan Garebek Besar dan Garebek Maulud
- Seni Wayang :Sunan kalijaga yang berdakwah menggunakan wayang
- Seni Tari : Debus dari Banten
- Seni Musik :kebanyakan menggunakan gamelan seperti Sunan Bonang, Sunan Drajad,dan Sunan Kalijaga

RUNTUHNYA KERAJAAN PAJANG

            Sepulang dari perang, Sultan Hadiwijaya jatuh sakit dan meninggal dunia. Terjadi persaingan antara putra dan menantunya, yaitu Pangeran Benawa dan Arya Pangiri sebagai Raja selanjutnya. Arya Pangiri didukung Panembahan Kudus berhasil naik tahta tahun 1583.
            Pemerintahan Arya Pangiri hanya disibukkan dengan usaha balas dendam terhadap Mataram. Kehidupan r akyat Pajang terbaikkan. Hal itu membuat Pangeran Benawa yang sudah tersingkir ke Jipang, merasa prihatin. Pada tahun ke 1586 Pangeran Benawa bersekutu dengan Sutawijaya menyerbu Pajang. Meskipun pada tahun 1582 Sutawijaya memerangi Sultan Hadiwijaya, namun Pangeran Benawa tetap menganggapnya sebagai saudara tua.
            Perang antara Pajang melawan Mataram dan Jipang berakhir dengan kekalahan Arya Pangiri. Ia dikembalikan ke negeri asalnya yaitu Demak. Pangeran benawa kemudian menjadi raja Pajang yang ketiga. Pemerintahannya Pangeran Benawa berakhir tahun 1587. Tidak ada putra mahkota yang menggantikan nya sehingga Pajang pun dijadikan sebagai negeri bawahan Mataram. Yang menjadi bupati disana ialah Pangeran Gagak Baning, adik Sutawijaya. Sutawijaya sendiri mendirikan Kesultanan Mataram dimana ia sebagai raja pertama bergelar Panembahan senopati.
            Kalingga atau Ho-Ling (sebutan dari sumber Tiongkok) adalah sebuah Kerajaan bercorak Hindu muncul di Jawa Tengah sekitar abad ke 6 Masehi. Letak pusat Kerajaan ini belum jelas, kemungkinan berada di suatu tempat antara Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Jepara sekarang. Sumber sejarah kerajaan ini masih belum jelas dan kabur., kebanyakan diperoleh dari sumber catatan china., tradisi kisah setempat, dan naskah cerita Parahyangan yang disusun berabad-abad kemudian pada abad ke 16 menyinggung secara singkat mengenai Ratu Shima dan kaitannya dengan kerajaan Galuh. Kalingga telah ada pada abad ke 6 Masehi dan keberadaannya diketahui dari sumber-sumber Tiongkok. Kerajaan ini pernah diperindah oleh Ratu Shima, yang dikenal memiliki peraturan barang siapa yang mencuri, akan dipotong tangannya.


































KERAJAAN MATARAM









SEJARAH KERAJAAN MATARAM
Kerajaan Mataram berdiri pada tahun 1582. Pusat Kerajaan ini terletak di sebelah tenggara kota Yogyakarta, yakni di Kotagede. Para raja yang pernah memerintah di Kerajaan Mataram yaitu : Penembahan Senopati (1584-1601), Panembahan Seda Krapyak (1601-1677).
Dalam sejarah Islam,Kesultanan mataram memiliki peran yang cukup penting dalam perjalanan secara kerajaan-kerajaan islam di Nusantara (Indonesia). Hal ini terlihat dari semangat raja-raja untuk memperluas daerah kekuasaan dan mengislamkan para penduduk daerah kekuasaannya, keterlibatan para pemuka agama, hingga pengembangan kebudayaan yang bercorak islam di Jawa.
Pada awalnya daerah mataram dikuasai kesultanan pajang sebagai balas jasa atas perjuangan dalam mengalahkan Arya Penangsang. Sultan Hadiwijaya menghadiahkan daerah mataram kepada Ki Ageng Pemanahan. Selanjutnya, oleh Ki Ageng Pemanahan Mataram dibangun sebagai tempat permukiman baru dan persawahan.
Akan tetapi, kehadirannya di daerah ini dan usaha pembangunannya mendapat berbagai jenis tanggapan dari para penguasa setempat. Misalnya, Ki Ageng Giring yang berasal dari wangsa Kajoran secara terang-terangan menentang kehadirannya. Begitu pula ki Ageng tembayat dan Ki Ageng Mangir. Namun masih ada yang menerima kehadirannya, misalnya ki Ageng Karanglo. Meskipun demikian, tanggapan dan sambutan yang beraneka itu tidak mengubah pendirian Ki Ageng Pemanahan untuk melanjutkan pembangunan daerah itu. ia membangun pusat kekuatan di plered dan menyiapkan strategi untuk menundukkan para penguasa yang menentang kehadirannya.
Pada tahun 1575, Pemahanan meninggal dunia. Ia digantikan oleh putranya, Danang Sutawijaya atau Pangeran Ngabehi Loring Pasar. Di samping bertekad melanjutkan mimpi ayahandanya, ia pun bercita-cita membebaskan diri dari kekuasaan pajang. Sehingga, hubungan antara mataram dengan pajang pun memburuk.Hubungan yang tegang antara sutawijaya dan kesultanan Pajang akhirnya menimbulkan peperangan. Dalam peperangan ini, kesultanan pajang mengalami kekalahan. Setelah penguasa pajak yakni hadiwijaya meninggal dunia (1587), Sutawijaya mengangkat dirinya menjadi raja Mataram dengan gelar penembahan Senopati Ing Alaga. Ia mulai membangun kerajaannya dan memindahkan senopati pusat pemerintahan ke Kotagede. Untuk memperluas daerah kekuasaanya, penembahan senopati melancarkan serangan-serangan ke daerah sekitar. Misalnya dengan menaklukkan Ki Ageng Mangir dan Ki Ageng Giring. Daerah kekuasaan Kerajaan Mataram Islam.
Pada tahun 1590, penembahan senopati atau biasa disebut dengan senopati menguasai madiun, yang waktu itu bersekutu dengan surabaya. Pada tahun 1591 ia mengalahkan kediri dan jipang, lalu melanjutkannya dengan penaklukkan Pasuruan dan Tuban pada tahun 1598-1599.
Sebagai raja islam yang baru, panembahan senopati melaksanakan penaklukkan-penaklukan itu untuk mewujudkan gagasannya bahwa mataram harus menjadi pusat budaya dan agama islam, untuk menggantikan atau melanjutkan kesultanan demak. Disebutkan pula dalam cerita babad bahwa cita-cita itu berasal dari wangsit yang diterimanya dari Lipura (desa yang terletak di sebelah barat daya Yogyakarta). Wangsit datang setelah mimpi dan pertemuan senopati dengan penguasa laut selatan, Nyi Roro Kidul, ketika ia bersemedi di Parangtritis dan Gua Langse di Selatan Yogyakarta. Dari pertemuan itu disebutkan bahwa kelak ia akan menguasai seluruh tanah Jawa.

SISTEM PEMERINTAHAN
Sistem pemerintahan yang dianut Kerajaan mataram islam adalah sistem Dewa-Raja. Artinya pusat kekuasaan tertinggi dan mutlak adaa pada diri sultan. Seorang sultan atau raja sering digambarkan memiliki sifat keramat, yang kebijaksanaannya terpacar dari kejernihan air muka dan kewibawannya yang tiada tara. Raja menampakkan diri pada rakyat sekali seminggu di alun-alun istana.
Selain sultan, pejabat penting lainnya adalah kaum priayi yang merupakan penghubung antara raja dan rakyat. Selain itu ada pula panglima perang yang bergelar Kusumadayu, serta perwira rendahan atau Yudanegara. Pejabat lainnya adalah Sasranegara, pejabat administrasi.
Dengan sistem pemerintahan seperti itu, Panembahan senopati terus-menerus memperkuat pengaruh mataram dalam berbagai bidang sampai ia meninggal pada tahun 1601. ia digantikan oleh putranya, Mas Jolang atau Penembahan Sedaing Krapyak (1601 – 1613). Peran mas Jolang tidak banyak yang menarik untuk dicatat. Setelah mas jolang meninggal, ia digantikan oleh Mas Rangsang (1613 – 1645). Pada masa pemerintahannyalah Mataram mearik kejayaan. Baik dalam bidang perluasan daerah kekuasaan, maupun agama dan kebudayaan.
Pangeran Jatmiko atau Mas Rangsang Menjadi raja mataram ketiga. Ia mendapat nama gelar Agung Hanyakrakusuma selama masa kekuasaan, Agung Hanyakrakusuma berhasil membawa Mataram ke puncak kejayaan dengan pusat pemerintahan di Yogyakarta. Gelar “sultan” yang disandang oleh Sultan Agung menunjukkan bahwa ia mempunyai kelebihan dari raja-raja sebelumnya, yaitu panembahan Senopati dan Panembahan Seda Ing Krapyak. Ia dinobatkan sebagai raja pada tahun 1613 pada umur sekitar 20 tahun, dengan gelar “Panembahan”. Pada tahun 1624, gelar “Panembahan” diganti menjadi “Susuhunan” atau “Sunan”. Pada tahun 1641, Agung Hanyakrakusuma menerima pengakuan dari Mekah sebagai sultan, kemudian mengambil gelar selengkapnya Sultan Agung Hanyakrakusuma Senopati Ing Alaga Ngabdurrahman.
Karena cita-cita Sultan Agung untuk memerintah seluruh pulau jawa, kerajaan Mataram pun terlibat dalam perang yang berkepanjangan baik dengan penguasa-penguasa daerah, maupun dengan kompeni VOC yang mengincar pulau Jawa.
Pada tahun 1614, sultan agung mempersatukan kediri, pasuruan, lumajang, dan malang. Pada tahun 1615, kekuatan tentara mataram lebih difokuskan ke daerah wirasaba, tempat yang sangat strategis untuk menghadapi jawa timur. Daerah ini pun berhasil ditaklukkan. pada tahun 1616, terjadi pertempuran antara tentara mataram dan tentara surabaya, pasuruan, Tuban, Jepara, wirasaba, Arosbaya dan Sumenep. Peperangan ini dapat dimenangi oleh tentara mataram, dan merupakan kunci kemenangan untuk masa selanjutnya. Di tahun yang sama Lasem menyerah. Tahun 1619, tuban dan Pasuruan dapat dipersatukan. Selanjutnya mataram berhadapan langsung dengan Surabaya. Untuk menghadapi surabaya, mataram melakukan strategi mengepung, yaitu lebih dahulu menggempur daerah-daerah pedalaman seperti Sukadana (1622) dan Madura (1624). Akhirnya, Surabaya dapat dikuasai pada tahun 1625.
Dengan penaklukan-penaklukan tersebut, Mataram menjadi kerajaan yang sangat kuat secara militer. Pada tahun, 1627, seluruh pulau jawa kecuali kesultanan Banten dan wilayah kekuasaan kompeni VOC di Batavia ttelah berhasil dipersatukan di bawah mataram. Sukses besar tersebut menumbuhkan kepercayaan diri sultan agung untuk menantang kompeni yang masih bercongkol di Batavia. Maka, pada tahun 1628, Mataram mempersiapkan pasukan di bawah pimpinan Tumenggung Baureksa dan Tumenggung Sura Agul-agul, untuk mengempung Batavia.
Sayang sekali, karena kuatnya pertahanan Belanda, serangan ini gagal, bahkan tumenggung Baureksa gugur. Kegagalan tersebut menyebabkan matara bersemangat menyusun kekuatan yang lebih terlatih, dengan persiapan yang lebih matang. Maka pada pada 1629, pasukan Sultan Agung kembali menyerbu Batavia. Kali ini, ki ageng Juminah, Ki Ageng Purbaya, ki Ageng Puger adalah para pimpinannya. Penyerbuan dilancarkan terhadap benteng Hollandia, Bommel, dan weesp. Akan tetapi serangan ini kembali dapat dipatahkan, hingga menyebabkan pasukan mataram ditarik mundur pada tahun itu juga. Selanjutnya, serangan mataram diarahkan ke blambangan yang dapat diintegrasikan pada tahun 1639.
Bagi Sultan Agung, Kerajaan Mataram adalah kerajaan islam yang mengemban amanat Tuhan di tanah Jawa. Oleh sebab itu, struktur serta jabatan kepenghuluan dibangun dalam sistem kekuasaan kerajaan. Tradisi kekuasaan seperti sholat jumat di masjid, grebeg ramadan, dan upaya pengamanalan syariat islam merupakan bagian tak terpisahkan dari tatanan istana.
Sultan agung juga berprediksi sebagai pujangga. Karyanya yang terkenal yaitu kitab Serat Sastra Gendhing. Adapun kitab serat Nitipraja digubahnya pada tahun 1641 M. Serat sastra Gendhing berisi tetang budi pekerti luhur dan keselarasan lahir batin. Serat Nitipraja berisi tata aturan moral, agar tatanan masyarakat dan negara dapat menjadi harmonis. Selain menulis, Sultan Agung juga memerintahkan para pujangga kraton untuk menulis sejarah babad tanah Jawi.
Di antara semua karyanya , peran sultan agung yang lebih membawa pengaruh luas adalah dalam penanggalan. Sultan agung memadukan tradisi pesantren islam dengan tradisi kejawen dalam perhitungan tahun. Masyarakat pesantren biasa menggunakan tahun hijriah, masyarakat kejawen menggunakan tahun Caka atau saka. Pada tahun 1633, Sultan Agung berhasil menyusun dan mengumumkan berlakunya sistem perhitungan tahun yang baru bagi seluruh mataram. Perhitungan itu hampir seluruhnya disesuaikan dengan tahun hijriah, berdasarkan perhitungan bulan. Namun, awal perhitungan tahun jawa ini tetap sama dengan tahun saka, yaitu 78 m. Kesatuan perhitungan tahun sangat penting bagi penulisan serat babad. Perubahan perhitungan itu merupakan sumbangan yang sangat penting bagi perkembangan proses pengislaman tradisi dan kebudayaan jawa yang sudah terjadi sejak berdirinya kerajaan demak. Hingga saat ini, sistem penanggalan ala sultan Agung ini masih banyak digunakan.
Sejak masa sebelum sultan Agung pembangunan non-militer memang telah dilakukan. Satu yang layak disebut, panembahan Senopati menyempurnakan bentuk wayang dengan tatanan gempuran. Setelah zaman senopati, mas jolang juga berjasa dalam kebudayaan, dengan berusaha menyusun sejarah negeri demak, serta menulis beberapa kitap suluk. Misalnya Sulu Wujil (1607 M) yang berisi wejangan Sunan bonang kepada abdi raja majapahit yang bernama Wujil. Pangeran Karanggayam juga menggubah Serat Nitisruti (1612 m) pada masa mas jolang.
Menjelang akhir hayatnya. Sultan Agung menerapkan peraturan yang bertujuan mencegah perebutan tahta, antara keluarga raja dan putra mahkota. Di bawah kepemimpinan Sultan Agung, Mataram tidak hanya menjadi pusat kekuasaan, tapi juga menjadi pusat penyebaran islam.
D. Silsilah Raja dan Sistem Pemerintahan
1. Ki Ageng Pamanahan ( Ki Gede Pamanahan )
- Pendiri desa mataram tahun 1556
- bergelar Panembahan Senapati dibawah pimpinan anaknya
- Ki Pamanahan adalah putra Ki Ageng Henis, putra Ki Ageng Sela
- menikah dengan sepupunya sendiri, yaitu Nyai Sabinah, putri Nyai Ageng Saba (kakak perempuan Ki Ageng Henis).
- Ki Pamanahan dan adik angkatnya, yang bernama Ki Penjawi, mengabdi pada Hadiwijaya bupati Pajang (murid Ki Ageng Sela ) Keduanya dianggap kakak oleh raja dan dijadikan sebagai lurah wiratamtama di Pajang.
- Hadiwijaya singgah ke Gunung Danaraja. Ki Pamanahan bekerja sama dengan Ratu Kalinyamat membujuk Hadiwijaya supaya bersedia menghadapi Arya Penangsang. Sebagai hadiah, Ratu Kalinyamat memberikan cincin pusakanya kepada Ki Pamanahan.
- Meninggal tahun 1584
2. Sutawijaya ( Danang sutawijaya )
- pendiri Kesultanan Mataram yang memerintah sebagai raja pertama pada tahun 1587-1601
- bergelar Panembahan Senopati ing Alaga Sayidin Panatagama Khalifatullah Tanah Jawa
- dianggap sebagai peletak dasar-dasar Kesultanan Mataram.
- putra sulung pasangan Ki Ageng Pamanahan dan Nyai Sabinah
- Menurut naskah-naskah babad, ayahnya adalah keturunan Brawijaya raja terakhir Majapahit, sedangkan ibunya adalah keturunan Sunan Giri anggota Walisanga
- Nyai Sabinah memiliki kakak laki-laki bernama Ki Juru Martani, yang kemudian diangkat sebagai patih pertama Kesultanan Mataram. Ia ikut berjasa besar dalam mengatur strategi menumpas Arya Penangsang pada tahun 1549.
- Sutawijaya juga diambil sebagai anak angkat oleh Hadiwijaya bupati Pajang sebagai pancingan, karena pernikahan Hadiwijaya dan istrinya sampai saat itu belum dikaruniai anak. Sutawijaya kemudian diberi tempat tinggal di sebelah utara pasar sehingga ia pun terkenal dengan sebutan Raden Ngabehi Loring Pasar.
- Sayembara menumpas Arya Penangsang tahun 1549 merupakan pengalaman perang pertama bagi Sutawijaya. Ia diajak ayahnya ikut serta dalam rombongan pasukan supaya Hadiwijaya merasa tidak tega dan menyertakan pasukan Pajang sebagai bala bantuan. Saat itu Sutawijaya masih berusia belasan tahun.
- meninggal dunia pada tahun 1601 saat berada di desa Kajenar. Ia kemudian dimakamkan di Kotagede.
3. Raden Mas Jolang ( Panembahan Hanyakrawati / Sri Susuhunan Adi Prabu Hanyakrawati Senapati-ing-Ngalaga Mataram )
- raja kedua Kesultanan Mataram yang memerintah pada tahun 1601-1613
- putra Panembahan Senapati raja pertama Kesultanan Mataram. Ibunya bernama Ratu Mas Waskitajawi, putri Ki Ageng Panjawi, penguasa Pati
- Ketika menjabat sebagai Adipati Anom (putra mahkota), Mas Jolang menikah dengan Ratu Tulungayu putri dari Ponorogo. Namun perkawinan tersebut tidak juga dikaruniai putra, kemudian menikah lagi dengan Dyah Banowati putri Pangeran Benawa raja Pajang. Dyah Banowati yang kemudian bergelar Ratu Mas Hadi melahirkan Raden Mas Rangsang dan Ratu Pandansari (kelak menjadi istri Pangeran Pekik). Empat tahun setelah Mas Jolang naik takhta, ternyata Ratu Tulungayu melahirkan seorang putra bernama Raden Mas Wuryah alias Adipati Martapura. Padahal saat itu jabatan adipati anom telah dipegang oleh Mas Rangsang.
- Pada tahun 1610 melanjutkan usaha ayahnya, yaitu menaklukkan Surabaya, musuh terkuat Mataram. Serangan-serangan yang dilakukannya sampai akhir pemerintahannya tahun 1613 hanya mampu memperlemah perekonomian Surabaya namun tidak mampu menjatuhkan kota tersebut. Serangan pada tahun 1613 sempat menyebabkan pos-pos VOC di Gresik dan Jortan ikut terbakar. Sebagai permintaan maaf, Hanyakrawati mengizinkan VOC mendirikan pos dagang baru di Jepara. Ia juga mencoba menjalin hubungan dengan markas besar VOC di Ambon.
- meninggal dunia pada tahun 1613 karena kecelakaan sewaktu berburu kijang di Hutan Krapyak. Oleh karena itu, ia pun terkenal dengan gelar anumerta Panembahan Seda ing Krapyak, atau cukup Panembahan Seda Krapyak, yang bermakna "Baginda yang wafat di Krapyak"
4. Raden Mas Rangsang (Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma )( nama asli : Raden Mas Jatmika )
- lahir: Kutagede, Kesultanan Mataram, 1593 - wafat: Karta (Plered, Bantul), Kesultanan Mataram, 1645
- raja ketiga Kesultanan Mataram yang memerintah pada tahun 1613-1645
- Di bawah kepemimpinannya, Mataram berkembang menjadi kerajaan terbesar di Jawa dan Nusantara pada saat itu.( puncak kejayaan )
- Atas jasa-jasanya sebagai pejuang dan budayawan, Sultan Agung telah ditetapkan menjadi pahlawan nasional Indonesia berdasarkan S.K. Presiden No. 106/TK/1975 tanggal3 November 1975.
- putra dari pasangan Prabu Hanyakrawati dan Ratu Mas Adi Dyah Banawati.( putri Pangeran Benawa raja Pajang ( Dyah Banowati ))
- Pada tahun 1620 pasukan Mataram mulai mengepung kota Surabaya secara periodik.
- kemunduran kerajaan mataram Islam akibat kalah dalam perang merebut Batavia dengan VOC
- menyerang Batavia sebanyak 2x.
Serangan pertama ( 1628 ) terjadi di benteng Holandia, dipimpin oleh Tumenggung Bahureksa, dan Pangeran Mandurareja sebanyak 10.000 pasukan akan tetapi gagal. Kegagalan serangan pertama diantisipasi dengan cara mendirikan lumbung-lumbung beras di Karawang dan Cirebon. Namun pihak VOC berhasil memusnahkan semuanya. Serangan kedua ( 1629 ) dipimpin Adipati Ukur dan Adipati Juminah Total semua 14.000 orang prajurit. serangan kedua Sultan Agung berhasil membendung dan mengotori Sungai Ciliwung, yang mengakibatkan timbulnya wabah penyakit kolera melanda Batavia. Gubernur jenderal VOC yaitu J.P. Coen meninggal menjadi korban wabah tersebut.
5. Amangkurat I (Sri Susuhunan Amangkurat Agung)
- Memerintah pada tahun 1646-1677
- Memiliki gelar anumerta Sunan Tegalwangi atau Sunan Tegalarum
- Nama aslinya adalah Raden Mas Sayidin putra Sultan Agung. Ibunya bergelar Ratu Wetan, yaitu putri Tumenggung Upasanta bupatiBatang (keturunan Ki Juru Martani).
- Ketika menjabat Adipati Anom ia bergelar Pangeran Arya Prabu Adi Mataram.
- memiliki dua orang permaisuri. Putri Pangeran Pekik dari Surabaya menjadi Ratu Kulon yang melahirkan Raden Mas Rahmat, kelak menjadi Amangkurat II. Sedangkan putri keluarga Kajoran menjadi Ratu Wetan yang melahirkan Raden Mas Drajat, kelak menjadi Pakubuwana I.
- mendapatkan warisan Sultan Agung berupa wilayah Mataram yang sangat luas
- menerapkan sentralisasi atau sistem pemerintahan terpusat.
- Pada tahun 1647 ibu kota Mataram dipindah ke Plered. Perpindahan istana tersebut diwarnai pemberontakan Raden Mas Alit atau Pangeran Danupoyo, adik Amangkurat I yang menentang penumpasan tokoh-tokoh senior. Pemberontakan ini mendapat dukungan para ulama namun berakhir dengan kematian Mas Alit. Amangkurat I ganti menghadapi para ulama. Mereka semua, termasuk anggota keluarganya, sebanyak 5.000 orang lebih dikumpulkan di alun-alun untuk dibantai.
- Amangkurat I menjalin hubungan dengan VOC yang pernah diperangi ayahnya. Pada tahun 1646 ia mengadakan perjanjian, antara lain pihak VOC diizinkan membuka pos-pos dagang di wilayah Mataram, sedangkan pihak Mataram diizinkan berdagang ke pulau-pulau lain yang dikuasai VOC. Kedua pihak juga saling melakukan pembebasan tawanan. Perjanjian tersebut oleh Amangkurat I dianggap sebagai bukti takluk VOC terhadap kekuasaan Mataram. Namun ia kemudian tergoncang saat VOC merebut Palembang tahun 1659.
- hubungan diplomatik Mataram dan Makasar yang dijalin Sultan Agung akhirnya hancur di tangan putranya setelah tahun 1658. Amangkurat I menolak duta-duta Makasar dan menyuruh Sultan Hasanuddin datang sendiri ke Jawa. Tentu saja permintaan itu ditolak.
- tanggal 28 Juni 1677 Trunajaya berhasil merebut istana Plered. Amangkurat I dan Mas Rahmat melarikan diri ke barat.Babad Tanah Jawi menyatakan, dengan jatuhnya istana Plered menandai berakhirnya Kesultanan Mataram. Pelarian Amangkurat I membuatnya jatuh sakit dan meninggal pada 13 Juli 1677 di desa Wanayasa, Banyumas dan berwasiat agar dimakamkan dekat gurunya di Tegal
6. Amangkurat II (Nama asli Amangkurat II ialah Raden Mas Rahmat )
- putra Amangkurat I raja Mataram yang lahir dari Ratu Kulon putri Pangeran Pekikdari Surabaya.
- memiliki banyak istri namun hanya satu yang melahirkan putra (kelak menjadi Amangkurat III)
- Pada bulan September 1680 Amangkurat II membangun istana baru di hutan Wanakerta karena istana Plered diduduki adiknya, yaituPangeran Puger. Istana baru tersebut bernama Kartasura.
- Amangkurat II akhirnya meninggal dunia tahun 1703. Sepeninggalnya, terjadi perebutan takhta Kartasura antara putranya, yaituAmangkurat III melawan adiknya, yaitu Pangeran Puger.
- Pada bulan September 1677 diadakanlah perjanjian di Jepara. Pihak VOC diwakili Cornelis Speelman. Daerah-daerah pesisir utaraJawa mulai Kerawang sampai ujung timur digadaikan pada VOC sebagai jaminan pembayaran biaya perang Trunajaya.
- Mas Rahmat pun diangkat sebagai Amangkurat II, seorang raja tanpa istana. Dengan bantuan VOC, ia berhasil mengakhiri pemberontakan Trunajaya tanggal 26 Desember 1679. Amangkurat II bahkan menghukum mati Trunajaya dengan tangannya sendiri pada 2 Januari 1680.

7. Amangkurat III (Nama aslinya adalah Raden Mas Sutikna )
- memerintah antara tahun 1703– 1705.
- dijuluki Pangeran Kencet, karena menderita cacat di bagian tumit.
- Ketika menjabat sebagai Adipati Anom, ia menikah dengan sepupunya, bernama Raden Ayu Lembah putri Pangeran Puger. Namun istrinya itu kemudian dicerai karena berselingkuh dengan Raden Sukra putra Patih Sindureja.
- Raden Sukra kemudian dibunuh utusan Mas Sutikna, sedangkan Pangeran Puger dipaksa menghukum mati Ayu Lembah, putrinya sendiri. Mas Sutikna kemudian menikahi Ayu Himpun adik Ayu Lembah.
- Rombongan Amangkurat III melarikan diri ke Ponorogo sambil membawa semua pusaka keraton. Di kota itu ia menyiksa Adipati Martowongso hanya karena salah paham. Melihat bupatinya disakiti, rakyat Ponorogo memberontak. Amangkurat III pun lari ke Madiun. Dari sana ia kemudian pindah ke Kediri.
- Sepanjang tahun 1707 Amangkurat III mengalami penderitaan karena diburu pasukan Pakubuwana I. Dari Malang ia pindah ke Blitar, kemudian ke Kediri, akhirnya memutuskan menyerah di Surabaya tahun 1708.
- Pangeran Blitar, putra Pakubuwana I, datang ke Surabaya meminta Amangkurat III supaya menyerahkan pusaka-pusaka keraton, namun ditolak. Amangkurat III hanya sudi menyerahkannya langsung kepada Pakubuwana I.
- VOC kemudian memindahkan Amangkurat III ke tahanan Batavia. Dari sana ia diangkut untuk diasingkan ke Sri Lanka.
- Meninggal di negeri itu pada tahun 1734.
- Konon, harta pusaka warisan Kesultanan Mataram ikut terbawa ke Sri Lanka. Namun demikian, Pakubuwana I berusaha tabah dengan mengumumkan bahwa pusaka Pulau Jawa yang sejati adalah Masjid Agung Demak dan makam Sunan Kalijaga di Kadilangu, Demak.
- Perang Suksesi Jawa I (1704–1708), antara Amangkurat III melawan Pakubuwana I.
- Perang Suksesi Jawa II (1719–1723), antara Amangkurat IV melawan Pangeran Blitar dan Pangeran Purbaya.
- Perang Suksesi Jawa III (1747–1757), antara Pakubuwana II yang dilanjutkan oleh Pakubuwana III melawan Hamengkubuwana I dan Mangkunegara I.

C. Kemajuan yang dicapai pada masa pemerintahan Sultan Agung
Kemajuan yang dicapai meliputi kemajuan di bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya, yaitu :
A. Bidang Politik
Kemajuan politik yang dicapai Sultan Agung adalah menyatukan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa dan menyerang Belanda di Batavia.

a. Penyatuan kerajaan-kerajaan Islam
Sultan Agung berhasil menyatukan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa. Usaha inidimulai dengan menguasai Gresik, Jaratan, Pamekasan, Sumenep, Sampang,Pasuruhan, kemudian Surabaya. Salah satu usahanya mempersatukan kerajaan Islamdi Pulau Jawa ini ada yang dilakukan dengan ikatan perkawinan. Sultan Agung mengambil menantu Bupati Surabaya Pangeran Pekik dijodohkan dengan putrinya yaitu Ratu Wandansari
b. Anti penjajah Belanda
Sultan Agung adalah raja yang sangat benci terhadap penjajah Belanda. Hal ini terbukti dengan dua kali menyerang Belanda ke Batavia, yaitu yang pertama tahun 1628 dan yang kedua tahun 1629. Kedua penyerangan ini mengalami kegagalan.Adapun penyebab kegagalannya, antara lain:
- Jarak yang terlalu jauh berakibat mengurangi ketahanan prajurit mataram. Mereka harus menempuh jalan kaki selama satu bulan dengan medan yang sangat sulit.
- Kekurangan dukungan logistik menyebabkan pertahanan prajurit Mataram di Batavia menjadi lemah.
- Kalah dalam sistem persenjataan dengan senjataa yang dimiliki kompeni Belanda yang serba modern.
- Banyak prajurit Mataram yang terjangkit penyakit dan meninggal, sehingga semakin memperlemah kekuatan.
- Portugis bersedia membantu Mataram dengan menyerang Batavia lewat laut,sedangkan Mataram lewat darat. Ternyata Portugis mengingkari. Akhirnya Mataram dalam menghadapai Belanda tanpa bantuan Portugis.
- Kesalahan politik Sultan Agung yang tidak menadakan kerja sama dengan Banten dalam menyerang Belanda. Waktu itu mereka saling bersaing.
- Sistem koordinasi yang kurang kompak antara angkatan laut dengan angkatan darat. Ternyata angkatan laut mengadakan penyerangan lebih awal sehingga rencana penyerangan Mataram ini diketahui Belanda.
- Akibat penghianatan oleh salah seorang pribumi, sehingga rencana penyerangan ini diketahui Belanda sebelumnya.
B. Bidang Ekonomi
Kemajuan dalam bidang ekonomi meliputi hal-hal berikut ini:
- Sebagai negara agraris, Mataram mampu meningkatkan produksi beras dengan memanfaatkan beberapa sungai di Jawa sebagai irigasi. Mataram juga mengadakan pemindahan penduduk (transmigrasi) dari daerah yang kering ke daerah yang subur dengan irigasi yang baik. Dengan usaha tersebut, Mataram banyak mengekspor beras ke Malaka.
- Penyatuan kerajaan-kerajaan Islam di pesisir Jawa tidak hanya menambah kekuatan politik,tetapi juga kekuatan ekonomi. Dengan demikian ekonomi Mataram tidak semata-mata tergantung ekonomi agraris, tetapi juga karena pelayaran dan perdagangan.

c. Bidang sosial Budaya
Kemajuan dalam bidang sosial budaya meliputi hal-hal berikut:

a. Timbulnya kebudayaan kejawen
Unsur ini merupakan akulturasi dan asimilasi antara kebudayaan asli Jawa denganIslam. Misalnya upacara Grebeg yang semula merupakan pemujaan roh nenek moyang. Kemudian, dilakukan dengan doa-doa agama Islam. Sampai kini, di jawa kita kenal sebagai Grebeg Syawal, Grebeg Maulud dan sebagainya.

b. Perhitungan Tarikh Jawa
Sultan Agung berhasil menyusun tarikh Jawa. Sebelum tahun 1633 M, Mataram menggunakan tarikh Hindu yang didasarkan peredaran matahari (tarikh syamsiyah).Sejak tahun 1633 M (1555 Hindu), tarikh Hindu diubah ke tarikh Islam berdasarkan peredaran bulan (tarikh komariah). Caranya, tahun 1555 diteruskan tetapi dengan perhitungan baru berdasarkan tarikh komariah. Tahun perhitungan Sultan Agung ini kemudian dikenal sebagai“tahun Jawa”.

c. Berkembangnya Kesusastraan Jawa
Pada zaman kejayaan Sultan Agung, ilmu pengetahuan dan seni berkembang pesat,termasuk di dalamnya kesusastraan Jawa. Sultan Agung sendiri mengarang kitab yang berjudul Sastra Gending yang merupakan kitab filsafat kehidupan dan kenegaraan.Kitab-kitab yang lain adalah Nitisruti, Nitisastra, dan Astrabata. Kitab-kitab ini berisi tentang ajaran-ajaran budi pekerti yang baik.Pengaruh Mataram mulai memudar setelah Sultan Agung meninggal pada tahun 1645 M.Selanjutnya, Mataram pecah menjadi dua, sebagaimana isi Perjanjian Giyanti (1755) berikut:
- Mataram Timur yang dikenal Kesunanan Surakarta di bawah kekuasaan Paku Buwono III dengan pusat pemerintahan di Surakarta.
- Mataram Barat yang dikenal dengan Kesultanan Yogyakarta di bawah kekuasaan Mangkubumi yang bergelar Sultan Hamengku Buwono I dengan pusat pemerintahannya di Yogyakarta.Perkembangan berikutnya, Kesunanan Surakarta pecah menjadi dua yaitu Kesunanan dan Mangkunegaran (Perjanjian Salatiga 1757). Kesultanan Yogyakarta juga terbagi atas Kesultanan dan Paku Alaman. Perpecahan ini terjadi karena campur tangan Belanda dalam usahanya memperlemah kekuatan Mataram, sehingga mudah untuk di kuasai.Sultan Agung meninggal pada Februari 1646. ia dimakamkan di puncak Bukit Imogiri, Bantul ,Yogyakarta. Selanjutnya,Mataram diperintah oleh putranya, SunanTegalwangi, dengan gelar Amangkurat I ( 1646 – 1677). Dalam masa pemerintahan Amangkurat I, kerajaan mataram mulai mundur. Wilayah kekuasaan mataram berangsur-angsur menyempit karena direbut oleh kompeni VOC. Yang paling mengenaskan, pada tahun1675, Rade Trunajaya dari Madura memberontak. Pemberontakannya demikian tak terbendung, sampai-sampai Trunajaya berhasil menguasai keraton Mataram yang waktu ituteletak di Plered. Amangkurat terlunta-lunta mengungsi, dan akhirnya meninggal di Tegal.Sepeninggal Amangkurat I, Mataram dipegang oleh Amangkurat II yang menurunkanDinasti Paku Buwana di Solo dan Hamengku Buwana di Yogyakarta. Amangkurat II meminta bantuan VOC untuk memadamkan pemberontakan Trunajaya. Setelah berakhirnya Perang Giyanti (1755), wilayah kekuasaan mataram semakin terpecah belah. Berdasarkan perjanjian giyanti, mataram dipecah menjadi dua, yakni mataram sukrakarta dan mataram yogyakarta. Pada tahun 1757 dan 1813, perpecahan terjadi lagi dengan munculnya Mangkunegara dan pakualaman. Di masa pemerintahan Hindia Belanda, keempat pecahan kerajaan mataram ini disebut sebagai vorstenlanden. Saat ini, keempat pecahan Kesultanan Mataram tersebut masih melanjutkan dinasti masing-masing. Bahkan peran dan pengaruh pecahan mataram tersebut, terutama kesultanan Yogyakarta masih cukup besar dan diakui masyarakat.

KEHIDUPAN MASYARAKAT
Aspek Kehidupan Sosial
Kehidupan masyarakat di kerajaan Mataram, tertata dengan baik berdasarkan hukum Islam tanpa meninggalkan norma-norma lama begitu saja. Dalam pemerintahan Kerajaan Mataram Islam, Raja merupakan pemegang kekuasaan tertinggi, kemudian diikuti oleh sejumlah pejabat kerajaan. Di bidang keagamaan terdapat penghulu, khotib, naid, dan surantana yang bertugas memimpin upacara-upacara keagamaan. Di bidang pengadilan,dalam istana terdapat jabatan jaksa yang bertugas menjalankan pengadilan istana. Untuk menciptakan ketertiban di seluruh kerajaan, diciptakan peraturan yang dinamakan anger-anger yang harus dipatuhi oleh seluruh penduduk
Aspek Kehidupan Ekonomi dan Kebudayaan
Kerajaan Mataram adalah kelanjutan dari Kerajaan Demak dan Pajang. Kerajaan ini menggantungkan kehidupan ekonominya dari sektor agraris. Hal ini karena letaknya yang berada di pedalaman. Akan tetapi, Mataram juga memiliki daerah kekuasan di daerah pesisir utara Jawa yang mayoritas sebagai pelaut. Daerah pesisir inilah yang berperan penting bagi arus perdagangan Kerajaan Mataram. Kebudayaan yang berkembang pesat pada masa Kerajaan Mataram berupa seni tari, pahat, suara, dan sastra. Bentuk kebudayaan yang berkembang adalah Upacara Kejawen yang merupakan akulturasi antara kebudayaan Hindu-Budha dengan Islam. Di samping itu, perkembangan di bidang kesusastraan memunculkan karya sastra yang cukup terkenal, yaitu Kitab Sastra Gending yang merupakan perpaduan dari hukum Islam dengan adat istiadat Jawa yang disebut Hukum Surya Alam.E.
Puncak Kejayaan Mataram Islam
Mataram Islam mencapai puncak kejayaannya pada jaman Sultan Agung Hanyokrokusumo (1613-1646). Daerah kekuasaannya mencakup Pulau Jawa (kecuali Banten dan Batavia), Pulau Madura, dan daerah Sukadana di Kalimantan Barat. Pada waktu itu, Batavia dikuasai VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie ) Belanda.Kekuatan militer Mataram sangat besar. Sultan Agung yang sangat anti kolonialisme itumenyerang VOC di Batavia sebanyak dua kali (1628 dan 1629). Menurut Moejanto sepertiyang dikutip oleh Purwadi (2007), Sultan Agung memakai konsep politik keagungbinataran yang berarti bahwa kerajaan Mataram harus berupa ketunggalan, utuh, bulat, tidak tersaingi,dan tidak terbagi-bagi.
Kemunduran Mataram Islam
Kemunduran Mataram Islam berawal saat kekalahan Sultan Agung merebut Batavia dan menguasai seluruh Jawa dari Belanda. Setelah kekalahan itu, kehidupan ekonomi rakyat tidak terurus karena sebagian rakyat dikerahkan untuk berperang.

E. Peninggalan sejarah kerajaan mataram Islam :
I . Sumber- Sumber Berita:
a. Babad Tanah Djawi
b. Babad Meinsma
c. Serat Kandha
d. Serat Centini
e. Serat Cabolek
f. Serat Dharma Wirayat (yang sangat populer sebagai karya Sri Paku Alam III.)
g. Serat Nitipraja
h. Babad Sangkala
i. Babad Sankalaniang Momana
j. Sadjarah Dalem
II. Seni dan Tradisi:
a. Sastra Ghending karya Sultan Agung
b. Tahun Saka
Pada tahun 1633, Sultan Agung mengganti perhitungan tahun Hindu yang berdasarkan perhitungan matahari dengan tahun Islam yang berdasarkan perhitungan bulan
c. Kerajinan Perak
Perak Kotagede sangat terkenal hingga ke mancanegara, kerajinan ini warisan dari orang-orang Kalang.
d. Kalang Obong
Upacara tradisional kematian orang Kalang, upacara ini seperti Ngaben di Bali, tetapi upacara Kalang Obong ini bukan mayatnya yg dibakar melainkan pakaian dan barang-barang peninggalannya-
e. KUE KIPO
Makanan tradisional ini sangat khas dan hanya ada di Kotagede, terbuat dari kelapa, tepung, dan gula merah.
f. Pertapaan Kembang Lampir
Kembang Lampir merupakan petilasan Ki Ageng Pemanahan yang terletak di Desa Girisekar, Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunung Kidul. Tempat ini merupakan pertapaan Ki Ageng Pemanahan ketika mencari wahyu karaton Mataram.

III. Bangunan- Bangunan, Benda Pusaka, dan Lainnya:
a. Segara Wana dan Syuh Brata
Adalah meriam- meriam yang sangat indah yang diberikan oleh J.P. Coen (pihak Belanda) atas perjanjiannya dengan Sultan Agung. Sekarang meriam itu diletakkan di depan keraton Surakarta dan merupakan meriam yang paling indah di nusantara
b. Puing - puing / candi- candi Siwa dan Budha di daerah aliran Sungai Opak dan Progo yang bermuara di Laut Selatan
c. Batu Datar di Lipura yang tidak jauh di barat daya Yogyakarta
d. Baju “keramat” Kiai Gundil atau Kiai Antakusuma
e. Masjid Agung Negara
Masjid Agung dibangun oleh PB III tahun 1763 dan selesai pada tahun 1768.
f. Masjid Jami Pakuncen
Masjid Jami Pekuncen yang berdiri di Tegal Arum, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, merupakan salah bangunan peninggalan Islam yang dibuat Sunan Amangkurat I sebagai salah satu tempat penting untuk penyebaran Islam kala itu.
g. Gerbang Makam Kota Gede
Gerbang ini adalah perpaduan unsur bangunan Hindu dan Islam.
h. Masjid Makam Kota Gede
Sebagai kerajaan Islam, Mataram memiliki banyak peninggalan masjid kuno, inilah masjid di komplek makam Kotagede yang bangunannya bercorak Jawa.
i. Bangsal Duda
j. Makam Imogiri



















    

KERAJAAN BANTEN






 


Sejarah Kerajaan Banten

Sejarah kerajaan Banten merupakan kerajaan Islam yang terletak di Propinsi Banten. Mulanya, kerajaan Banten berada dibawah kekuasaan Kerajaan Demak. Namun, Banten berhasil melepaskan diri ketika mundurnya Kerajaan Demak. Pemimpin Kerajaan Banten pertama adalah Sultan Hasanuddin yang memerintah pada tahun 1522-1570. Sultan Hasanuddin berhasil membuat Banten sebagai pusat perdagangan dengan memperluas sampai ke daerah Lampung, penghasil lada di Sumatera Selatan. Tahun 1570 Sultan Hasanuddin meninggal kemudian dilanjutkan anaknya, Maulana Yusuf (1570-1580) yang berhasil menakhlukkan Kerajaan Pajajaran pada tahun 1579. Setelah itu, dilanjutkan oleh Maulana Muhammad (1585-1596) yang meninggal pada penakhlukkan Palembang sehingga tidak berhasil mempersempit gerakan Portugal di Nusantara.

Letak Kerajaan Banten

Secara geografis, Kerajaan Banten terletak di propinsi Banten. Wilayah kekuasaan Banten meliputi bagian barat Pulau Jawa, seluruh wilayah Lampung, dan sebagian wilayah selatan Jawa Barat. Situs peninggalan Kerajaan Banten tersebar di beberapa kota seperti Tangerang, Serang, Cilegon, dan Pandeglang. Pada mulanya, wilayah Kesultanan Banten termasuk dalam kekuasaan Kerajaan Sunda.
Kerajaan Banten menjadi penguasa jalur pelayaran dan perdagangan yang melalui Selat Sunda. Dengan posisi yang strategis ini Kerajaan Banten berkembang menjadi kerajaan besar di Pulau Jawa dan bahkan menjadi saingan berat bagi VOC di Batavia. VOC merupakan perserikatan dagang yang dibuat oleh kolonial Belanda di wilayah kepulauan Nusantara.

Raja raja yang pernah menguasai Kerajaan Banten

Kerajaan Banten terletak di Provinsi Banten yang berada di ujung barat pulau Jawa. Lalu siapa sajakah raja-raja yang pernah berkuasa di Banten? Dari hasil penelusuran sumber sejarah Banten, admin menemukan berbagai versi raja-raja yang pernah berkuasa di Banten. Mengapa berbeda-beda pendapat mengenai jumlah raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Banten?
Sejarah merupakan peninggalan masa lalu yang kesemuanya hanya perkiraan berdasarkan penelitian dan berbagai sumber sejarah seperti buku, benda peninggalan sejarah, prasasti dan berbagai hal yang mendukung. Penulis sendiri tidak ingin membenarkan satu dan menyalahkan yang lainnya. Karena kami hanya bermaksud memberikan sedikit pengetahuan sejarah bahwa negeri ini dari zaman dahulu telah memiliki berbagai kerajaan yang kaya akan budaya.
7 raja yang pernah berkuasa di Banten
Di sini admin akan share hanya 7 raja saja yang pernah berkuasa di Kerajaan Banten beserta sedikit kisahnya. Mohon maaf jika ada yang kurang. Penulis akan sangat senang jika ada rekan yang mungkin mengetahui lebih jelas tentang raja-raja di Banten.
1. Fatahilah
Fatahilah merupakan seorang musafir Cina yang sebelumnya bernama Faletehan. Dia memperdalam ajaran agama Islam di Kerajaan Demak. Pada mulanya daerah Banten dikuasai oleh Fatahillah, kemudian pindah ke Cirebon karena putra penguasa Cirebon yaitu Pangeran Pasarean wafat.
Kerajaan Banten diserahkan kepada putra Fatahillah yang lain, yaitu Sultan Hasanudin. Fatahillah tetap menekuni agama Islam dan mengundurkan diri ke Gunung Jati. Ia menjadi penyiar agama Islam dan bergelar Sunan. Fatahillah wafat kemudian dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati.
Bagaimana kiprahnya baca selengkapnya di artikel Kisah Faletehan, Sang Sunan Gunungjati
2. Sultan Hasanudin
Sultan Hasanudin adalah raja pertama di Kerajaan Banten. Perjuangannya sangat gigih. Pada tahun 1568 Sultan Hasanudin mampu melepaskan diri dari kekuasaan Kerajaan Demak. Pada saat itu di Demak terjadi perebutan kekuasaan setelah Sultan Trenggono wafat. Wilayah kekuasaan Kerajaan Banten hingga ke Lampung. Banten menjadi pusat penjualan dan perdagangan lada. Pada tahun 1570 Sultan Hasanudin wafat.
3. Syeh Maulana Yusuf
Ia merupakan putra Sultan Hasanudin. Ketika menjadi raja dikenal dengan sebutan Panembahan Yusuf.
4. Maulana Muhammad
Maulana Muhammad merupakan pengganti Panembahan Yusuf. Ia menjadi raja dengan gelar Kanjeng Ratu Banten. Maulana Muhammad memperluas kerajaan Banten dengan menyerang Palembang. Dalam sejarah diceritakan penyerangan ke Palembang dipimpin oleh Ki Gede Ing Suro.
Ki Gede Ing Suro adalah seorang penyiar agama Islam yang berasal dari keturunan orang Surabaya yang telah berhasil meletakkan dasar-dasar keislaman di Palembang. Dalam pertempuran tersebut Sultan Banten gugur.
5. Abdulmufakhir
Abdulmufakhir merupakan pengganti Maulana Muhammad yang telah gugur. Namun, karena usianya masih muda belia maka ia didampingi oleh Pangeran Ranamenggala sebagai mangkubumi. Pangeran Ranamenggala mengendalikan pemerintahan dari tahun 1608 sampai 1624.
Selama pemerintahan raja tersebut Kerajaan Banten menjadi pusat perdagangan lada dan cengkih. Cournelis de Houtman seorang pedagang Belanda berkunjung ke Banten tanggal 22 Juni 1596.
Selengkapnya silahkan baca di artikel sejarah Belanda pertama kali tiba di Banten tahun 1596
6. Sultan Ageng Tirtayasa
Sultan Ageng Tirtayasa adalah raja Banten yang memerintah dari tahun 1651 sampai 1692. Pada masa ini Banten semakin maju. Hasil pertanian melimpah. Penyiaran agama Islam semakin pesat dengan ditunjang oleh ulama besar seperti Syekh Yusuf dari Sulawesi.
Kerajaan Banten menjalin hubungan baik dengan negara luar negeri, seperti Turki dan Moghul. Meskipun demikian, Sultan Ageng Tirtayasa tidak bersedia bekerja sama dengan belanda.
7. Sultan Abdulnasar Abdul-Kahar
Sultan Abdulnasar Abdul-Kahar merupakan raja pengganti Sultan Ageng Tirtayasa. Sikap kerajaan ini masih tetap tidak mau bekerja sama dengan Belanda. Namun, kekuasaan Belanda semakin kuat di Banten. Akibatnya, kerajaan Banten menjadi runtuh. Peninggalan Kerajaan Banten antara lain adalah Masjid Agung Banten dan sebuah meriam “Ki Amuk”.
Tokoh sejarah yang terkenal pada masa pemerintahan Kerajaan Banten adalah Fatahillah dan Panembahan Yusuf. Fatahillah memimpin Banten sampai tahun 1522. Jasa fatahillah dalam merintis Kesultanan Banten sangat besar. Ia berhasil mengusir pasukan Portugis dari Sunda Kelapa hingga terdesak dan meninggalkan Sunda Kelapa.
Penembahan Yusuf dikenal sebagai Maulana Yusuf. Ia memerintah Banten selama 10 tahun, dari tahun 1570 sampai 1580. Tahun 1579 ia menyerang Kerajaan Pajajaran. Pada masa pemerintahannya Banten mengalami kemajuan.
Itulah sekilas tentang tujuh raja yang pernah memerintah Banten dengan sekilas kisahnya. Semoga menjadi catatan sejarah yang bermanfaat bagi sejarah nasional nusantara.


Kejayaan Kerajaan Banten

Kerajaan Banten mencapai kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682). Dimana, Banten membangun armada dengan contoh Eropa serta memberi upah kepada pekerja Eropa. Namun, Sultan Ageng Tirtayasa sangat menentang Belanda yang terbentuk dalam VOC dan berusaha keluar dari tekanan VOC yang telah memblokade kapal dagang menuju Banten. Selain itu, Banten juga melakukan monopoli Lada di Lampung yang menjadi perantara perdagangan dengan negara-negara lain sehingga Banten menjadi wilayah yang multi etnis dan perdagangannya berkembang dengan pesat.

Bentuk pemerintahan
Kesultanan Banten adalah sebuah kerajaan Islam yang pernah berdiri di Tatar Pasundan, Provinsi Banten, Indonesia. Berawal sekitar tahun 1526, ketika Kerajaan Demak memperluas pengaruhnya ke kawasan pesisir barat Pulau Jawa, dengan menaklukan beberapa kawasan pelabuhan kemudian menjadikannya sebagai pangkalan militer serta kawasan perdagangan.
Maulana Hasanuddin, putera Sunan Gunung Jati[2] berperan dalam penaklukan tersebut. Setelah penaklukan tersebut, Maulana Hasanuddin mendirikan benteng pertahanan yang dinamakan Surosowan, yang kemudian hari menjadi pusat pemerintahan setelah Banten menjadi kesultanan yang berdiri sendiri.
Selama hampir 3 abad Kesultanan Banten mampu bertahan bahkan mencapai kejayaan yang luar biasa, yang diwaktu bersamaan penjajah dari Eropa telah berdatangan dan menanamkan pengaruhnya. Perang saudara, dan persaingan dengan kekuatan global memperebutkan sumber daya maupun perdagangan, serta ketergantungan akan persenjataan telah melemahkan hegemoni Kesultanan Banten atas wilayahnya. Kekuatan politik Kesultanan Banten akhir runtuh pada tahun 1813 setelah sebelumnya Istana Surosowan sebagai simbol kekuasaan di Kota Intan dihancurkan, dan pada masa-masa akhir pemerintanannya, para Sultan Banten tidak lebih dari raja bawahan dari pemerintahan kolonial di Hindia Belanda.

Kehidupan Politik, Ekonomi, & Sosial-Budaya

Kerajaan / Kesultanan Banten ~ Berdirinya kerajaan ini atas inisiatif Sunan Gunung Jati pada 1524, setelah sebelumnya mengislamkan Cirebon. Awalnya, Banten merupakan bagian dari wilayah Pajajaran yang Hindu, namun setelah Demak berhasil menghalau pasukan Portugis di Batavia, Banten pun secara tak langsung berada di bawah kekuasaan Demak. Semasa Sunan Gunung Jati, Banten masih termasuk kekuasaan Demak. Pada tahun 1552, ia pulang ke Cirebon dan Banten diserahkan kepada anaknya, Maulana Hasanuddin. Nah, pada kesempatan kali ini Zona Siswa akan mencoba menghadirkan penjelasan mengenai Sejarah Kerajaan Banten dari segi politik, ekonomi, dan sosial-budaya. Semoga bermanfaat. Check this out!!!
A.    Kehidupan Politik

Sultan pertama Kerajaan Banten ini adalah Sultan Hasanuddin yang memerintah tahun 1522-1570. Ia adalah putra Fatahillah, seorang panglima tentara Demak yang pernah diutus oleh Sultan Trenggana menguasai bandarbandar di Jawa Barat. Pada waktu Kerajaan Demak berkuasa, daerah Banten merupakan bagian dari Kerajaan Demak. Namun setelah Kerajaan Demak mengalami kemunduran, Banten akhirnya melepaskan diri dari pengaruh kekuasaan Demak.

Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis (1511) membuat para pedagang muslim memindahkan jalur pelayarannya melalui Selat Sunda. Pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin, Kerajaan Banten berkembang menjadi pusat perdagangan. Hasanuddin memperluas kekuasaan Banten ke daerah penghasil lada, Lampung di Sumatra Selatan yang sudah sejak lama mempunyai hubungan dengan Jawa Barat. Dengan demikian, ia telah meletakkan dasar-dasar bagi kemakmuran Banten sebagai pelabuhan lada. Pada tahun 1570, Sultan Hasanuddin wafat.

Penguasa Banten selanjutnya adalah Maulana Yusuf (1570-1580), putra Hasanuddin. Di bawah kekuasaannya Kerajaan Banten pada tahun 1579 berhasil menaklukkan dan menguasai Kerajaan Pajajaran (Hindu). Akibatnya pendukung setia Kerajaan Pajajaran menyingkir ke pedalaman, yaitu daerah Banten Selatan, mereka dikenal dengan Suku Badui. Setelah Pajajaran ditaklukkan, konon kalangan elite Sunda memeluk agama Islam.

Maulana Yusuf digantikan oleh Maulana Muhammad (1580-1596). Pada akhir kekuasaannya, Maulana Muhammad menyerang Kesultanan Palembang. Dalam usaha menaklukkan Palembang, Maulana Muhammad tewas dan selanjutnya putra mahkotanya yang bernama Pangeran Ratu naik takhta. Ia bergelar Sultan Abul Mufakhir Mahmud Abdul Kadir. Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaan pada masa putra Pangeran Ratu yang bernama Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682). Ia sangat menentang kekuasaan Belanda.Usaha untuk mengalahkan orang-orang Belanda yang telah membentuk VOC serta menguasai pelabuhan Jayakarta yang dilakukan oleh Sultan Ageng Tirtayasa mengalami kegagalan. Setelah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, Banten mulai dikuasai oleh Belanda di bawah pemerintahan Sultan Haji.

Masjid Agung Banten ~ Salah satu peninggalan Kerajaan/Kesultanan Banten


B. Kehidupan Ekonomi

Banten di bawah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa dapat berkembang menjadi bandar perdagangan dan pusat penyebaran agama Islam. Adapun faktor-faktornya ialah: (1) letaknya strategis dalam lalu lintas perdagangan; (2) jatuhnya Malaka ke tangan Portugis, sehingga para pedagang Islam tidak lagi singgah di Malaka namun langsung menuju Banten; (3) Banten mempunyai bahan ekspor penting yakni lada.

Banten yang menjadi maju banyak dikunjungi pedagang-pedagang dari Arab, Gujarat, Persia, Turki, Cina dan sebagainya. Di kota dagang Banten segera terbentuk perkampungan-perkampungan menurut asal bangsa itu, seperti orang-orang Arab mendirikan Kampung Pakojan, orang Cina mendirikan Kampung Pacinan, orang-orang Indonesia mendirikan Kampung Banda, Kampung Jawa dan sebagainya.

C. Kehidupan Sosial-budaya

Sejak Banten di-Islamkan oleh Fatahilah (Faletehan) tahun 1527, kehidupan sosial masyarakat secara berangsur- angsur mulai berlandaskan ajaran-ajaran Islam. Setelah Banten berhasil mengalahkan Pajajaran, pengaruh Islam makin kuat di daerah pedalaman. Pendukung kerajaan Pajajaran menyingkir ke pedalaman, yakni ke daerah Banten Selatan, mereka dikenal sebagai Suku Badui. Kepercayaan mereka disebut Pasundan Kawitan yang artinya Pasundan yang pertama. Mereka mempertahankan tradisi-tradisi lama dan menolak pengaruh Islam

Kehidupan sosial masyarakat Banten semasa Sultan Ageng Tirtayasa cukup baik, karena sultan memerhatikan kehidupan dan kesejahteran rakyatnya. Namun setelah Sultan Ageng Tirtayasa meninggal, dan adanya campur tangan Belanda dalam berbagai kehidupan sosial masyarakat berubah merosot tajam. Seni budaya masyarakat ditemukan pada bangunan Masjid Agung Banten (tumpang lima), dan bangunan gapura-gapura di Kaibon Banten. Di samping itu juga bangunan istana yang dibangun oleh Jan Lukas Cardeel, orang Belanda, pelarian dari Batavia yang telah menganut agama Islam. Susunan istananya menyerupai istana raja di Eropa.

Semoga penjelasan mengenai Sejarah Kerajaan Banten di atas bisa menambah pengetahuan sobat sekalian tentang sejarah yang ada di Indonensia dan semoga bermanfaat. Apabila ada suatu kesalahan baik berupa penulisan maupun pembahasan, mohon kiranya kritik dan saran yang membangun untuk kemajuan bersama. Jangan lupa like dan share juga ya sobat. Terima kasih... ^^ Maju Terus Pendidikan Indonesia ^^


Peninggalan
Kota Kuno Banten atau Banten Lama adalah situs yang merupakan sisa kejayaan Kerajaan Banten. Letaknya relatif tidak jauh dari kota Jakarta, dapat ditempuh sekitar 2 jam dari Jakarta.
Di tempat ini terdapat banyak Situs peninggalan dari Kerajaan Banten, diantaranya, Istana Surosoan, Masjid Agung Banten, Situs Istana Kaibon, Benteng Spellwijk, Danau Tasikardi, Meriam Ki Amuk, Pelabuhan Karangantu, Vihara Avalokitesvara.
Sejak tahun 1995, Kota Kuno Banten telah diusulkan ke UNESCO untuk dijadikan salah satu Situs Warisan Dunia.

Istana Keraton Kaibon

 
Situs Istana Kaibon
Istana Kaibon adalah sebuah Istana tempat tinggal Ratu Aisyah, ibunda dari Sultan Syaifuddin. Bentuknya hanyalah tinggal Reruntuhan saja. Disampingnya ada sebuah Pohon besar dan sebuah Kanal. Menurut penduduk sekitar, dulunya ini adalah sebuah Istana yang sangat megah. Namun, Pada tahun 1832, Belanda menghancurkannya saat terjadi peperangan melawan Kerajaan Banten.

Istana Keraton Surosowan

 
Situs Keraton Surosoan
Tidak Jauh dari Istana Keraton Kaibon, terdapat sebuah Situs Istana Surosoan yang merupakan Kediaman para Sultan Banten, dari Sultan Maulana Hasanudin hingga Sultan Haji yang pernah berkuasa pada tahun 1672-1687, Istana ini dibangun pada tahun 1552. Dibanding Istana Kaibon yang terlihat masih berupa bangunan, Istana Surosoan, hanya tinggal berupa sisa-sisa bangunannya saja. Sisa bangunan megah ini berupa Benteng yang terbuat dari batu merah dan batu karang dengan tinggi 0,5 – 2 meter. Ditengahnya terdapat kolam persegi empat. Konon, kolam tersebut adalah bekas pemandian para putri termasuk Rara Denok. Dengan luas sekitar 4 hektare. Bangunan sejarah ini dihancurkan oleh Belanda pada masa kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa tahun 1680.

Masjid Agung Banten

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Masjid Agung Banten
 
Masjid Agung Banten
Masjid Agung Banten terletak di Kompleks bangunan masjid di Desa Banten Lama, Kecamatan Kasemen, sekitar 10 km sebelah utara Kota Serang. Masjid ini dibangun pertama kali oleh Sultan Maulana Hasanuddin (1552-1570), sultan pertama Kesultanan Demak. Ia adalah putra pertama Sunan Gunung Jati.
Salah satu kekhasan yang tampak dari masjid ini adalah adalah atap bangunan utama yang bertumpuk lima, mirip pagoda China. Ini adalah karya arsitektur China yang bernama Tjek Ban Tjut. Dua buah serambi yang dibangun kemudian menjadi pelengkap di sisi utara dan selatan bangunan utama.

Vihara Avalokitesvara

Vihara ini merupakan salah satu Vihara tertua di Indonesia. Keberadaan Vihara ini diyakini merupakan bukti bahwa pada saat itu penganut Agama yang berbeda dapat hidup berdampingan dengan damai tanpa Konflik yang berarti.
Kondisi di dalam Vihara ini sendiri sejuk karena banyak pepohonan rindang dan terdapat tempat duduk yang nyaman untuk beristirahat. Selasar koridor Vihara yang menghubungkan bangunan satu dengan yang lainnya ini terdapat relief cerita hikayat Ular Putih, yang dilukis dengan berwarna-warni sebagai elemen estetis.

Benteng Spellwijk

 
Benteng Spellwijk
Lokasi tidak jauh dari Masjid Agung Banten, benteng ini dibangun sekitar tahun 1585 (menurut informasi lainnya tahun 1682). Dahulunya Benteng Spellwijk digunakan sebagai Menara Pemantau yang berhadapan langsung ke Selat Sunda dan sekaligus berfungsi sebagai penyimpanan meriam-meriam dan alat pertahanan lainnya. Di tempat ini juga terdapat sebuah Terowongan yang katanya terhubung dengan Keraton Surosowan.

Museum Kepurbakalaan Banten Lama

 
Museum Kepurbakalaan Banten Lama
Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama mempunyai luas tanah kurang lebih 10.000 m2 dan bangunan kurang lebih 778 m2. Dibangun dengan gaya arsitektur tradisional Jawa Barat seperti yang terlihat pada bentuk atapnya. Museum yang terletak antara Keraton Surosowan dan Masjid Agung Banten Lama ini menyimpan banyak benda-benda purbakala. Dilihat dari bentuk bangunannya Museum Situs Kepurbakalaan lebih mirip seperti sebuah rumah yang kemudian dialihfungsikan menjadi museum.
Dari sekian banyak benda-benda purbakala yang menjadi koleksinya, benda-benda tersebut dibagi menjadi 5 kelompok besar.
·      Arkeologika, benda-benda yang digolongkan dalam kategori ini adalah Arca, Gerabah, Atap, Lesung Batu, dll.
·      Numismatika, koleksi bendanya berupa Mata Uang, baik Mata Uang lokal maupun Mata Uang asing yang dicetak oleh masyarakat Banten.
·      Etnografika, benda-benda koleksinya berupa miniatur Rumah Adat Suku Baduy dan berbagai macam Senjata Tradisional dan juga senjata peninggalan Kolonial seperti Tombak, Keris, Golok, Meriam, Pistol, dll.
·      Keramologika, yaitu benda-benda koleksi berupa macam-macam Keramik. Keramik yang tersimpan berasal dari berbagai tempat seperti Burma, Vietnam, China, Jepang, Timur Tengah dan Eropa. Tidak ketinggaln pula keramik lokal asal Banten yang biasanya lebih dikenal dengan sebutan Gerabah dan biasanya gerabah ini digunakan sebagai alat-alat rumah tangga.
·      Seni rupa, yang termasuk didalamnya adalah benda-benda seni seperti Lukisan atau Sketsa. Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama ini menyimpan banyak koleksi lukisan tetapi hampir keseluruhannya adalah lukisan hasil reproduksi.
Selain menyimpan benda-benda koleksi kepurbakalaannya di dalam ruangan, terdapat dua Artefak yang disimpan di halaman Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama, yaitu artefak Meriam Ki Amuk dan juga alat penggilingan Lada. Yang paling terkenal adalah Meriam Ki Amuk, meriam yang terbuat dari tembaga dengan tulisan arab yang panjangnya sekitar 2,5 meter ini merupakan bantuan dari Ottoman Turki. Konon Meriam Ki Amuk memiliki kembaran yaitu Meriam Ki Jagur yang saat ini tersimpan di halaman belakang Museum Fatahillah Jakarta. Sedangkan alat penggilingan lada yang terbuat dari batu padas yang sangat keras telah hancur menjadi beberapa bagian. Pada zaman dahulu Banten memang dikenal sebagai penghasil lada, itulah yang menyebabkan Belanda datang ke Banten, salah satunya ingin menguasai produksi lada.

Tasik Kardi

 
Tasik Kardi
Danau ini terletak tidak jauh dari Istana Kaibon, Konon, danau tersebut luasnya 5 hektare dan bagian dasarnya dilapisi oleh batu bata, Pada masa itu danau ini dikenal dengan nama "Situ Kardi" yang memiliki sistem ganda, selain sebagai penampung air di Ci Banten yang digunakan sebagai pengairan persawahan, danau ini juga dimanfaatkan sebagai pasokan air bagi keluarga keraton dan masyarakat sekitarnya. Air dialirkan dari pipa-pipa yang terbuat dari terakota berdiameter 2-40 cm. Sebelum digunakan air danau harus disaring dan diendapkan di penyaringan khusus yang dikenal dengan Pengindelan Abang atau Penyaringan Merah, Pengindelan Putih atau Penyeringan Putih, dan Pengeindelan Emas atau Penyaringan Emas.

Kemunduran Kerajaan Banten

Kerajaan Banten mengalami kemunduruan berawal dari perselisihan antara Sultan Ageng dengan putranya, Sultan Haji atas dasar perebutan kekuasaan. Situasi ini dimanfaatkan oleh VOC dengan memihak kepada Sultan Haji. Kemudian Sultan Ageng bersama dua putranya yang lain bernama Pangeran Purbaya dan Syekh Yusuf terpaksa mundur dan pergi ke arah pedalaman Sunda. Namun, pada 14 Maret 1683 Sultan Ageng berhasil ditangkap dan ditahan di Batavia. Dilanjutkan pada 14 Desember 1683, Syekh Yusuf juga berhasil ditawan oleh VOC dan Pangeran purbaya akhirnya menyerahkan diri.

Atas kemenangannya itu, Sultan Haji memberikan balasan kepada VOC berupa penyerahan Lampung pada tahun 1682. Kemudian pada 22 Agustus 1682 terdapat surat perjanjian bahwa Hak monopoli perdagangan lada Lampung jatuh ketangan VOC. Sultan Haji meninggal pada tahun 1687. Setelah itu, VOC menguasai Banten sehingga pengangkatan Sultan Banten harus mendapat persetujuan Gubernur Jendral Hindian Belanda di Batavia.

Terpilihlah Sultan Abu Fadhl Muhammad Yahya sebagai pengganti Sultan Haji kemudian digantikan oleh Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul Aabidin. Pada tahun 1808-1810, Gubernur Hindia Jenderal Belanda menyerang Banten pada masa pemerintahan Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin.

Penyerangan tersebut akibat Sultan menolak permintaan Hindia Belanda untuk memindahkan ibu kota Banten ke Anyer. Pada akhirnya, tahun 1813 Banten telah runtuh ditangan Inggris.


















KERAJAAN CIREBON








SEJARAH KERAJAAN CIREBON
Letak Kerajaan Cirebon Semula Cirebon termasuk dalam daerah kekuasaan kerajaan Sunda Pajajaran, bahkan menjadi salah satu kota pelabuhan kerajaan tersebut.
Awal Mula Berdirinya Kerajaan Cirebon Pada tahun 1302 cirebon mempunyai 3 daerah otonom di bawah kekuasaan kerajaan Pajajaran yang masing-masing di kuasai oleh seorang Mangkubumi . 3 daerah otonom itu adalah Singapura atau Mertasinga yang dikepalai oleh Mangkubumi Singapura.Daerah Pesambangan yang dikepalai oleh Ki Ageng Jumajan Jati.
Dan Daerah Japura yang dikepalai oleh Ki Ageng Japura.Ketiga daerah otonom tersebut masing-masing mengirimkan upeti setiap tahunnya kepada kerajaan Pajajaran (. Semula Cirebon termasuk dalam daerah kekuasaan kerajaan Sunda Pajajaran, bahkan menjadi salah satu kota pelabuhan kerajaan tersebut. Sekitar tahun 1513 cirebon ini tidak lagi dibawah kekuasaan Kerajaan Pajajaran, namun sudah di beritakan masuk ke dalam daerah jawa di bawah kekuasaan Kerajaan Demak. Saat itu Cirebon di kuasai oleh Lebe Usa Syarif Hidayatullah atau yang sering di kenal dengan Sunan Gunung Jati telah datang di Cirebon pada tahun 1470. Syarif Hidayatullah datang untuk mengajarka agama Islam.Syarif Hidayatullah mengajarkan agama Islam di Gunung Sembung.Syarif Hidayatullah adalah putra dari wanita asal Galuh, Caruban.Wanita tersebut adalah NhayLara Santang yaitu adik dari Pangeran Cakrabuana pemimpin Cirebon. Syarih Hidayatullah Mengajarkan agama islam ditemanni dengan uaknya Haji Abdullah Iman dan pangeran Cakrabumi atau pangeran Cakrabuana. Haji Abdullah Iman dan Pangeran Cakrabuana sudah lebih dahulu berada atau tinggal di Cirebon.Syarif Hidayatullah menikah dengan Pakung Wati.Pakung Wati adalah putri dari Uaknya.Syarif Hidayatullah menggantikan mertuanya sebagai penguasa Cirebon pada tahun 1479.Setelah menikah dan menjadi penguasa Cirebon, Syarif Hidayatullah membangun atau mendirikan sebuah kraton. Karaton itu diberi nama Kraton Pakung Wati. Kraton Pakung Wati terletak disebalah timur Kraton Sultan Kesepuluhan sekarang ini.Syarif Hidayatullah ini terkenak dengan Gelar Gusuhunan Jati atau sering dikenal dengan Sunan Gunungjati.Syarif Hidayatullah menjadi saleh seorang dari Wali Sanga. Syarif Hidayatullah mendapat Julukan Pandita Ratu sejak ia berfungsi sebagai penyebar Agama Islam di tanah Sunda dan Sebagai Kepala Pemerintahan. Semenjak Syarif Hidayatullah menjadi penguasa di Cirebon, Cirebon menghentikan upeti ke pusat Kerajaan Pajajaran di pangkuan.Sejak saat itulah Cirebon menjadi Kerajaan yang dikepalai oleh Syarif Hidayatullah.

b.      Nama-nama raja/silsilah raja
SILSILAH PARA SULTAN KANOMAN
1. Sunan Gunung Jati Syech Hidayahtullah
2. Panembahan Pasarean Muhammad Tajul Arifin
3. Panembahan Sedang Kemuning
4. Panembahan Ratu Cirebon
5. Panembahan Mande Gayem
6. Panembahan Girilaya

 Para Sultan :
1. Sultan Kanoman I (Sultan Badridin)
2. Sultan Kanoman II ( Sultan Muhamamad Chadirudin)
3. Sultan Kanoman III (Sultan Muhamamad Alimudin)
4. Sultan Kanoman IV (Sultan Muhamamad Chadirudin)
5. Sultan Kanoman V (Sultan Muhamamad Imammudin)
6. Sultan Kanoman VI (Sultan Muhamamad Kamaroedin I)
7. Sultan Kanoman VII (Sultan Muhamamad Kamaroedin )
8. Sultan Kanoman VIII (Sultan Muhamamad Dulkarnaen)
9. Sultan Kanoman IX (Sultan Muhamamad Nurbuat)
10. Sultan Kanoman X (Sultan Muhamamad Nurus)
11. Sultan Kanoman XI (Sultan Muhamamad Jalalludin)
SILSILAH SULTAN KASEPUHAN CIREBON
1. Pangeran Pasarean
2. Pangeran Dipati Carbon
3. Panembahan Ratu
4. Pangeran Dipati Carbon
5. Panembahan Girilaya
6. Sultan Raja Syamsudin
7. Sultan Raja Tajularipin Jamaludin
8. Sultan Sepuh Raja Jaenudin
9. Sultan Sepuh Raja Suna Moh Jaenudin
10. Sultan Sepuh Safidin Matangaji
11. Sultan Sepuh Hasanudin
12. Sultan Sepuh I
13. Sultan Sepuh Raja Samsudin I
14. Sultan Sepuh Raja Samsudin II
15. Sultan Sepuh Raja Ningrat
16. Sultan Sepuh Jamaludin Aluda
17. Sultan Sepuh Raja Rajaningrat
18. Sultan Pangeran Raja Adipati H. Maulana Pakuningrat, SH19. Sultan Pangeran Raja Adipati Arif Natadiningrat
SILSILAH SULTAN KERATON KECERIBONAN
1. Pangeran Pasarean
2. Pangeran Dipati Carbon
3. Panembahan Ratu Pangeran Dipati Anom Carbon
4. Pangeran Dipati Anom Carbon
5. Panembahan Girilaya
6. Sultan Moh Badridini Kanoman
7. Sultan Anom Raja Mandurareja Kanoman
8. Sultan Anom Alimudin
9. Sultan Anom Moh Kaerudin
10. Sultan Carbon Kaeribonan
11. Pangeran Raja Madenda
12. Pangeran Raja Denda Wijaya
13. Pangeran Raharja Madenda
14. Pangeran Raja Madenda
15. Pangeran Sidek Arjaningrat
16. Pangeran Harkat Nata Diningrat
17. Pangeran Moh Mulyono Ami Natadiningrat
18. KGPH Abdulgani Nata Diningrat Dekarangga
SILSILAH PANEMBAHAN CIREBON
1. Sunan Gunung Jati Syech Hidayatullah
2. Panembahan Pasarean Muhammad Tajul Arifin
3. Panembahan Sedang Kemuning
4. Panembahan Ratu Cirebon
5. Panembahan Mande Gayem
6. Panembahan Girilaya
7. Pangeran Wangsakerta (Panembahan Cirebon I)
8. Panembahan Cirebon II (Syech Moch. Abdullah)
9. Panembahan Cirebon III (Syech Moch. Abdullah II)
10. Panembahan Syech Kalibata
11. Panembahan Syech Moch. Abdurrohman
12. Panembahan Syech Moch. Yusuf
13. Panembahan Moch. Abdullah
14. Panembahan Jaga Raksa
15. K.H Moch. Syafe’i
16. K.H Moch. Muskawi
17. H. Moch. Parma
18. H. Salimmudin
19. Hj. Siti Ruqoyah
c.       Masa kejayaan
Kerajaan Cirebon berada pada puncak kejayaan ketika dipimpin oleh Syarif Hidayatullah.Syarif Hidayatullah putra wanita asal Galuh-Caruban yaitu Nhay Lara Santang adik dari Pangeran Cakrabuwana pemimpin Caruban yang menikah dengan Mauana Sultan Muhammad. Ketika Syarif Hidayat berusia duapuluh tahun, ia pergi ke Makkah berguru kepada Syeh Tajamudin Al ubri, di sini ia tinggal selama dua tahun, setelah tamat dari Syeh Tajamudin kemudian Syarif Hidayat, meneruskan pelajaran kepada Syeh Ataillah Syazalli, masih di Mekkah juga selama dua tahun. Ketika Cirebon mengalami kejayaan pada masa Syarif Hidayatullah sudah tidak diragukan lagi, karena pengalaman ilmu yang didapat sangat luar biasa.Itu dapat kita lihat dari beliau mempunyai dua guru besar yang ada di Mekkah.Syarif hidayatullah juga pernah belajar Tasawuf di Bagdad.Beliau di Bagdad beliau belajar tasawuf selam dua tahun.Kemudian beliau kembali ke negerinya yaitu Oqnah Yutra.Kemudain beliau memutuskan untuk pergi ke Jawa karena beliau ingin menjadi mubaligh di Jawa.Dalam perjalanannya ke pulau Jawa Syarif Hidayatullah sempat singgah di Gujarat.Setelah dari Gujarat, Srarif Hidayat singgal dan tinngal pula di Samudera Pasai, sebuah tempat di Aceh yang pada masa itu sudah merupakan Kerajaan Islam yang cukup besar karena sudah berdiri sejak 1296. Kemudian Syarif Hidayatullah melanjutkan perjalannanya ke Banten, kemudian ke Ampel..Setelah dari Ampel, kemudian beliau menuju Cirebon untuk menyiarkan agama Islam atas perintah dari para wali. Disisi lain Syarif Hidayatullah merupakan keponakan dari Pangeran Cakrabuwana pemimpin Caruban. mendirikan pesantren di Cirebon menjadi hal yang mudah bagi Syarif Hidayatullah. Diperkirakan pada suatu waktu ada beberapa orang dari Banten yang sengaja datang ke Pasambangan menemui Syeh Jati (yang sudah dikenal di Banten karena pernah tinggal di sini beberapa waktu lamanya setibanya dari Samudera Pasai), dan mengajukan permohonan kepada Syeh jati untuk memberikan pelajaran Agama Islam di Banten .Ketika berada di Banten, Syarif Hidayatullah diminta untuk segera kembali ke Cirebon oleh Pangeran Cakrabuwana.Karena kehadiran dan tenaganya sangat dibutuhkan di Cirebon. Ternyata Pangeran Cakranuwana sudah lama mempunyai rencana dan ingin cepat merealisasikan rencananya itu untuk menobatkan Syarif Hidayatullah sebagai penguasa di nagari Caruban menggantikan dirinya .Penobatan Syarif Hidayatullah menjadi Tumenggung di Cirebon merupakan era baru bagi Cirebon. Beliaulah yang mengganti nama Cirebon yang dulunya adalah Caruban, dan diganti dengan Cerbon dan terus berkembang menjadi Cirebon. Masa kejayaan kerajaan Cirebon di awali dari perkembangan Islam.Pada masa Syarif hidayatullah Islam berkembang dengan pesat.Sudah tidak kaget lagi ketika Islam mengalami perkembangan yang pesat.Memang tujuan utama Syarif Hidayatullah ke pulau Jawa adalah menjadi mubaligh untuk menyiarkan Islam. Disisi lain gaya komunikasi yang digunakan sehingga dapat membius pribumi Cirebon untuk masuk Islam. Silsilah dari Syarif Hidayatullah juga yang dapat dengan mudah menjadi keyakinan pribumi beliau, yaitu cucu dari Prabu Siliwangi.Kejayaan kerajaan Cirebon tidak lepas dari campur tangan Pangeran Cakrabuwana.Menurut perkiraan beberapa waktu sebelum penobatan, syarif Hidayatullah dengan Pangeran Cakrabuwana telah membicarakan tentang berbagai konsep pembangunan negara serta beberapa rencana operasional. Pada masa itu terjadi penyebaran Islam ke Banten (sekitar 1525-1526) dengan penempatan putra Syarif Hidayatullah , yaitu Maulana Hasanuddin, setelah meruntuhkan pemerintahan Pucuk Unum, penguasa kadipaten dari kerajaan Sunda Pajajaran yang berkedudukan di Banten Girang. Setelah Islam, pusat pemerintahan Maulana Hasanuddin terletak di Surowan dekat muara Cibanten .Sudah jelas bahwa Syarif Hidayatullah memperluas wilayah dengan penyerangan daerah-daerah kecil untuk menyabarkan Islam. Ini penting untuk dilakukan supaya Islam dapat tersebar dengan cepat.Upaya ini juga untuk mendapatkan pengaruh yang kuat dari wilayah-wilayah lain di Jawa bagian barat.Pada suatu ketika Syarif Hidayatullah pergi ke Demak untuk membantu membangun masjid Demak.Syarif Hidayatullah menyumbang tiang masjid yang sekarang dikenal dengan Saka Guru.Ketika merujuk dari sumbangsi Syarif Hidayatullah dalam pembangunan masjid Demak, ini merupakan salah satu strategi dari Syarif Hidayatullah dalam melakukan hubungan abatar kerajaan.Karena pada waktu itu di Demak juga berdiri kerajaan yang besar dibawah pimpinan Raaden Patah.Hubungan ini dilakukan supaya eksistensi dari Cirebon dapat terjaga.Ketika berada di Demak dan juga para wali berkumpul, mungkin Syarif Hidayatullah menyempatkan untuk membahas maslah-masalah kerajaan-kerajaan yang masih belum terdapat agama Islam. Setibanya di Cirebon, Syarif Hidayatullah mengadakan rapat yang menghasilkan kebijakan politik, sikap politik kerajaan Cirebon terhadap kerajaan Pajajaran yaitu tidak bersedia lagi mengirim upeti (bulubhekti) kepada Pajajaran yang disalurkan melalui Adipati Galuh. Tindakan ini awalnya mendapat respon keras dari Prabu Siliwangi, akan tetapi kemudian Prabu Siliwangi seakan-akan membiarkan keputusan yang diambil oleh Syarif Hidayatullah. Karena Prabu Siliwangi menghindari perang saudara.Mungkin juga dikarenakan hubungan antara Cirebon dengan Demak yang semakin erat.Sehingga Prabu Siliwangi tidak dapat mengambil sikap keras. Sejak Syarif Hidayatullah bandar Cirebon makin ramai baik untuk berhubungan laut antar Persi-Mesir dan Arab, Cina, Campa dan lainnya .kepemimpina Syrif Hidayatullah yang juga seorang wali berhasil mempercepat perkembangan Cirebon sebagai syiar Islam dan juga perdagangan. Sunan Gunung Jati wafat pada tahun 1568 dan dimakamkan di Bukit Sembung yang juga dikenal dengan makam Gunung Jati.Kemudian digantikan oleh Panembahan Ratu putra Pangeran Suwarga.
d.      Peristiwa penting
Perpecahan Kesultanan Cirebon
Dengan kematian Panembahan Girilaya, maka terjadi kekosongan penguasa. Pangeran Wangsakerta yg bertanggung jawab atas pemerintahan di Cirebon selama ayahnya tak berada di tempat,khawatir atas nasib kedua kakaknya. Kemudian ia pergi ke Banten untuk meminta bantuan Sultan Ageng Tirtayasa [anak dari Pangeran Abu Maali yg tewas dlm Perang Pagarage], beliau mengiyakan permohonan tersebut karena melihat peluang untuk memperbaiki hubungan diplomatic Banten-Cirebon. Dengan bantuan Pemberontak Trunojoyo yg disupport oleh Sultan Ageng Tirtayasa,kedua Pangeran tersebut berhasil diselamatkan. Namun rupanya, Sultan Ageng Tirtayasa melihat ada keuntungan lain dari bantuannya pada kerabatnya di Cirebon itu, maka ia mengangkat kedua Pangeran yg ia selamatkan sebagai Sultan,Pangeran Mertawijaya sebagai Sultan Kasepuhan & Pangeran Kertawijaya sebagai Sultan Kanoman,sedangkan Pangeran Wangsakerta yg telah bekerja keras selama 10 tahun lebih hanya diberi jabatan kecil, taktik pecah belah ini dilakukan untuk mencegah agar Cirebon tak beraliansi lagi dengan Mataram.
Perpecahan I Kesultanan Cirebon [1677]
Pembagian pertama terhadap Kesultanan Cirebon, dengan demikian terjadi pada masa penobatan tiga orang putra Panembahan Girilaya, yaitu Sultan Sepuh, Sultan Anom, & Panembahan Cirebon pada tahun 1677. Ini merupaken babak baru bagi keraton Cirebon, dimana kesultanan terpecah menjadi tiga & masing-masing berkuasa & menurunkan para sultan berikutnya.
Dengan demikian, para penguasa Kesultanan Cirebon berikutnya adalah:
1.       Sultan Keraton Kasepuhan, Pangeran Martawijaya, dengan gelar Sultan Sepuh Abil Makarimi Muhammad Samsudin [1677-1703]
2.      Sultan Kanoman, Pangeran Kartawijaya, dengan gelar Sultan Anom Abil Makarimi Muhammad Badrudin [1677-1723]
3.      Pangeran Wangsakerta, sebagai Panembahan Cirebon dengan gelar Pangeran Abdul Kamil Muhammad Nasarudin atau Panembahan Tohpati [1677-1713].
Perubahan gelar dari Panembahan menjadi Sultan bagi dua putra tertua Pangeran Girilaya ini dilakukan oleh Sultan Ageng Tirtayasa, karena keduanya dilantik menjadi Sultan Cirebon di ibukota Banten.Sebagai sultan, mereka mempunyai wilayah kekuasaan penuh, rakyat, & keraton masing-masing.Pangeran Wangsakerta tak diangkat menjadi sultan melainkan hanya Panembahan.Ia tak memiliki wilayah kekuasaan atau keraton sendiri, akan tetapi berdiri sebagai kaprabonan [paguron], yaitu tempat belajar para intelektual keraton. Dalam tradisi kesultanan di Cirebon, suksesi kekuasaan sejak tahun 1677 berlangsung sesuai dengan tradisi keraton, di mana seorang sultan akan menurunkan takhtanya kepada anak laki-laki tertua dari permaisurinya. Jika tak ada, akan dicari cucu atau cicitnya. Jika terpaksa, maka orang lain yg bisa memangku jabatan itu sebagai pejabat sementara.
Perpecahan II Kesultanan Cirebon [1807]
Suksesi para sultan selanjutnya pada umumnya berjalan lancar, sampai pada masa pemerintahan Sultan Anom IV [1798-1803], dimana terjadi perpecahan karena salah seorang putranya, yaitu Pangeran Raja Kanoman, ingin memisahkan diri membangun kesultanan sendiri dengan nama Kesultanan Kacirebonan. Kehendak Pangeran Raja Kanoman didukung oleh pemerintah Kolonial Belanda dengan keluarnya besluit [Bahasa Belanda: surat keputusan] Gubernur-Jendral Hindia Belanda yg mengangkat Pangeran Raja Kanoman menjadi Sultan Carbon Kacirebonan tahun 1807 dengan pembatasan bahwa putra & para penggantinya tak berhak atas gelar sultan, cukup dengan gelar pangeran.
Sejak itu di Kesultanan Cirebon bertambah satu penguasa lagi, yaitu Kesultanan Kacirebonan, pecahan dari Kesultanan Kanoman. Sementara tahta Sultan Kanoman V jatuh pada putra Sultan Anom IV yg lain bernama Sultan Anom Abusoleh Imamuddin [1803-1811].
Masa Kolonial Belanda di Cirebon
Sesudah kejadian tersebut, pemerintah Kolonial Belanda pun semakin dlm ikut campur dlm mengatur Cirebon, sehingga semakin surutlah peranan dari keraton-keraton Kesultanan Cirebon di wilayah-wilayah kekuasaannya. Puncaknya terjadi pada tahun-tahun 1906 & 1926, dimana kekuasaan pemerintahan Kesultanan Cirebon secara resmi dihapuskan dengan disahkannya Gemeente Cheirebon [Kota Cirebon], yg mencakup luas 1.100 Hektar, dengan penduduk sekitar 20.000 jiwa.Tahun 1942, Kota Cirebon kembali diperluas menjadi 2.450 hektar.Pada masa kemerdekaan, wilayah Kesultanan Cirebon menjadi bagian yg tak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.Secara umum, wilayah Kesultanan Cirebon tercakup dlm Kota Cirebon & Kabupaten Cirebon, yg secara administratif masing-masing dipimpin oleh














KERAJAAN GEL-GEL







                                                                                

I.)                 Letak
Gelgel adalah nama sebuah desa yang terletak di Kabupaten daerah tingkat II Klungkung. Dari Desa Samprangan, jaraknya tidak begitu jauh, hanya 17 km menuju jurusan Timur. Letaknya tidak begitu jauh dari pantai Selatan Bali dan di sebelah Timur mengalir Kali Unda yang airnya bersumber dari lereng Gunung Agung yaitu mata air yang bernama Telaga Waja.
II.)              Sumber
Ada tiga hal yang dapat diamati pada proses perpindahan dari ibu kota dari Samprangan ke Sweca pura (Gelgel). Pertama, proses perpindahan tersebut berjalan secara lancar dan Agra Samprangan menerima kenyataan bahwa ia tidak mendapat dukungan lagi dari pembesar kerajaan. Kedua, perpindahan pusat pemerintahan ini lebih banyak dipertimbangkan atas dasar kebijaksanaan dalam bidang politik. Ketiga, ada kemungkinan juga dipertimbangkan latar belakang komunikasi dan transportasi.
III.) Sistem Pemerintahan
a.Struktur Pemerintahan
Raja sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, dibantu oleh raja kerajaan yang terdiri atas kaum bangsawan disebut dengan nama bahunada atau tanda mantri. Para bahudanda atau pembesar kerajaan pada umumnya diambil dari keluarga istana, kerabat kerajaan yang dianggap berjasa atau dalam ikatan kekerabatan dengan raja. Hubungan antara raja dan rakyat diatur melalui suatu birokrasi yang sudah merupakan suatu sistem pemerintahan tradisional. Di dalam menjalankan tugas sehari-hari raja di dampingi oleh pendeta kerajaan yang disebut Bhagawanta atau purohita.
Dari pendeta Ciwa dan Buddha yang berfungsi sebagai penasehat raja dalam masalah-masalah keagamaan. Bhagawanta biasanya adalah keturunan dari putra-putra Dang Hyang Nirartha yang termasuk keturunan Brahmana Kemenuh yang diturunkan dari istri Dang Hyang Nirartha yang pertama yang berasal dari Daha yang bernama Diah Komala.
b.Sistem Kepemimpinan
            Golongan ksatria memegang pimpinan di dalam pemerintahan. Hak golongan ksatria ini untuk memegang pemerintahan dianggap sebagai karunia Tuhan, Brahmokta Widisastra memberikan keterangan golongan ksatria lahir dari tugas khusus. Pekerjaan mereka hanya memerintah, mengenal ilmu peperangan. Orang-orang yang memegang jabatan di bawah raja merupakan keturunan para Arya yang menaklukkan kerajaan Bali kuna. Secara turun temurun mereka memakai gelar "I Gusti" atau "Arya" seperti Arya Kepakisan, I Gusti Kubon Tubuh, I Gusti Agung Widia, I Gusti Agung Kaler Pranawa dan lain-lain.

Untuk mengatur dan mengendalikan segala kelakuan dan kehidupan masyarakat diperlukan adanya hukum. dalam masyarakat Majapahit berlaku hukum tertulis dalam sebuah buku yang bernama Manawa Dharma Sastra sedangkan di Bali dikenal buku yang berjudul Sang Hyang Agama.



c.Kehidupan Keagamaan
Pengaruh agama Hindu dalam kehidupan masyarakat Bali sangat besar. Hampir semua aspek kehidupannya dipancari oleh ajaran-ajaran agama Hindu sehingga kehidupan masyarakatnya dapat dikatakan bersifat keagamaan atau sosial religious.

Kepercayaan agama Hindu yang terpenting adalah kepercayaan yang disebut Sradha (lima keyakinan pokok) yang mencakup :
1.       Percaya akan adanya satu Tuhan, Ida Sang Hyang Widhi, Tuhan Yang Maha Esa, dalam bentuk konsep Tri Murti. Tri Murti mempunyai tiga wujud atau manifestasi ialah : Brahma yang menciptakan, Wisnu memelihara dan Siwa mempralina.
2.       Percaya terhadap konsep atman (roh abadi).
3.       Percaya terhadap punarbhawa (kelahiran kembali dari jiwa).
4.       Percaya terhadap hukum karmaphala (adanya buah dari setiap perbuatan).
5.       Percaya akan adanya moksa (kebebasan jiwa dari lingkaran kelahiran kembali).
Pengaruh kepercayaan dalam masyarakat juga amat besar. Salah satu wujud dari pengaruh ini tampak dalam konsepsi dan aktifitas upacara yang muncul dalam frekwensi yang tinggi dalam kehidupan masyarakat Bali, baik upacara yang dilaksanakan oleh kelompok kerabat maupun oleh komunitas. Keseluruhan jenis upacara di Bali digolongkan ke dalam lima macam yang disebut Panca yadnya, yaitu :
1.       Dewa Yadnya, merupakan upacara-upacara pada putra maupun Pura Keluarga, yang ditujukan kepada para Dewa sebagai manifestasi Hyang Widhi.
2.       Rsi Yadnya, merupakan upacara yang berhubungan orang-orang suci yang berjasa dalam pembinaan agama Hindu.
3.       Pitra Yadnya, merupakan upacara yang di tujukan kepada roh-roh leluhur, meliputi upacara kematian sampai pada upacara penyucian roh leluhur.
4.       Bhuta Yadnya, meliputi upacara yang ditujukan kepada bhuta kala yaitu roh-roh di sekitar manusia yang dapat mengganggu.
5.       Manusa Yadnya, meliputi upacara daur hidup dari masa kanak-kanak sampai dewasa.
d.Bidang Pendidikan,Kesenian,Kesusatraan                         
Pendidikan ketika ini mempunyai corak yang sesuai dengan masyarakat tradisional. Pendidikan dilakukan oleh golongan elite atau inisiatif pribadi. Pendidikan yang menonjol pada waktu itu adalah pendidikan keagamaan dan hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan kerajaan.
Orang-orang yang memberikan pendidikan terdiri dari orang-orang Brahmana. Orang-orang yang memberikan pelajaran disebut Sang Guru. Orang yang belajar disebut "sisya". Dalam proses belajar di sebut "aguru" sedangkan proses memberikan pelajaran disebut "asisia". Sebagai seorang sisya harus mentaati peraturan-peraturan yang ketat.

Sejak runtuhnya kerajaan Majapahit (1523 M) banyak warganya mengungsi ke Bali dengan memindahkan segala yang dapat di bawa, termasuk seni dan budaya dengan seni tarinya. Kemudian seni tari ini berkembang dengan suburnya terutama zaman keemasan pemerintahan Dalem Batur Enggong (1460-1550). Hal in disebabkan raja menaruh perhatian besar dan memberikan pengayoman terhadap perkembangan kesenian khususnya seni tari di samping pemerintahan yang aman dan tentram.

Dalam masa Pemerintahan Dalem Batur Enggong di Bali, naskah-naskah lontar banyak dibawa dari Jawa ke Bali. Kalau kiranya yang demikian tidak terjadi, maka tidak akan banyak lagi yang tinggal dari kesusastraan Jawa Kuna. Kebanyakan naskah lama kedapatan di Bali karena di Jawa naskah Kuna kurang mendapat perhatian lagi karena masuknya Islam.
Setelah Dalem Batur Enggong wafat digantikan oleh Dalem Sagening dari tahun 1380-1665 M. Pada masa ini muncul Pujangga, Pangeran Telaga di mana tahun 1582 mengarang : 1. Amurwatembang, 2. Rangga Wuni, 3. Amerthamasa, 4. Gigateken, 5. Patal, 6. Sahawaji, 7. Rarengtaman, 8. Rarakedura, 9. Kebo Dungkul, 10. Tepas dan 11. Kakansen. Sedangkan Kyai Pande Bhasa mengarang : Cita Nathamarta, Rakkriyan Manguri mengarang : Arjunapralabdha, Pandya Agra Wetan mengarang : Bali Sanghara.

Pura-pura yang dibangun atas petunjuk Dang Hyang Dwijendra adalah :
1.       Pura Purancak di Jembrana,
2.       Pura Rambut Siwi di dekat desa Yeh Embang dibangun kembali atas petunjuk beliau dan di sana disimpan potongan rambut Dang Hyang Dwijendra,
3.       Pura Pakendungan di desa Braban Tabanan, di sini disimpan keris beliau.
4.       Pura Sakti Mundeh dekat desa Kaba-kaba Tabanan.
5.       Pura Petitenget di pantai laut dekat desa Kerobokan (Badung) di sini disimpan pecanangan (kotak tempat sirih) dan
6.       Pura Dalem Gandhamayu yang terletak di desa Kamasan (Klungkung) di tempat itu beliau menemukan bau harum sebagai isyarat dari Hyang widhi.
IV.) Raja Raja GELGEL
1.Dalem Ketut Ngulesir (1320-1400 M)
Merupakan raja pertama dari periode Gelgel yang berkuasa selama lebih kurang 20 tahun (tahun 1320-1400). Ada beberapa yang dapat diamati selama masa pemerintahan raja Gelgel pertama, raja dikatakan berparas sangat tampan ibarat Sanghyang Semara, serta memerintah dengan bijaksana dan selalu berpegang pada Asta Brata.
Dalem Ktut Ngulesir adalah seorang raja yang adil, suka memberi penghargaan kepada orang yang berbuat baik, serta tidak segan-segan menghukum mereka yang berbuat salah. Baginda menganugrahkan suatu predikat tanda penghargaan wangsa "Sanghyang" dengan sebutan "Sang" kepada masyarakat desa Pandak, di mana mereka bermukim dahulu.
Pada masa pemerintahan prabhu Hayam Wuruk yang mengadakan upacara Cradha dan rapat besar, dihadiri pula oleh Dalem Ktut Ngulesir beserta semua raja-raja di kawasan Nusantara. Kehadiran dengan tata kebesaran itu menimbulkan kekaguman para raja yang lain serta masyarakat yang menyaksikan. Beliau disertai oleh Patih Agung, Arya Patandakan, dan Kyai Klapodyana (Gusti Kubon Tubuh).
2.Dalem Batur Enggong (1460)
Dalem Batur Enggong memerintah mulai tahun 1460 M dengan gelar Dalem Batur Enggong Kresna Kepakisan, dalam keadaan negara yang stabil. Hal ini telah ditanamkan oleh almarhum Dalem Ktut Ngulesir, para mentri dan pejabat-pejabat lainnya demi untuk kepentingan kerajaan.
Dalem dapat mengembangkan kemajuan kerajaan dengan pesat, dalam bidang pemerintahan, sosial politik, kebudayaan, hingga mencapai zaman keemasannya. Jatuhnya Majapahit tahun 1520 M tidak membawa pengaruh negatif pada perkembangan Gelgel, bahkan sebaliknya sebagai suatu spirit untuk lebih maju sebagai kerajaan yang merdeka dan berdaulat utuh. Beliau adalah satu-satunya raja terbesar dari dinasti Kepakisan yang berkuasa di Bali, yang mempunyai sifat-sifat adil, bijaksana.

3.Dalem Bekung
Setelah wafatnya Dalem Watur Enggong, maka menurut tradisi yang berlaku, baginda digantikan oleh putra sulungnya yaitu I Dewa Pemayun, yang selanjutnya disebut Dalem Bekung. Karena umurnya belum dewasa, maka pemerintahannya dibantu oleh para paman dan Patih Agung. Para paman yang membantu adalah : I Dewa Gedong Artha, I Dewa Nusa, I Dewa Pagedangan,Dewa
Anggungan dan I Dewa Bangli. Kelima orang itu adalah putra I Dewa Tegal Besung saudara sepupu Dalem Waturenggong.

4.Dalem Sagening
Dalem Sagening dinobatkan menjadi raja pada tahun 1580 M. Menggantikan Dalem Bekung dalam suasana yang amat menyedihkan, dan Dalem Sagening seorang raja yang amat bijaksana, cerdas, berani, berwibawa maka dalam waktu yang singkat keamanan kerajaan Gelgel pulih kembali. Sebagai Patih Agung adalah Kryan Agung Widia putra pangeran Manginte, sedangkan adiknya Kryan Di Ler Prenawa diberikan kedudukan Demung.
Dalem Sagening menetapkan putra-putra baginda di daerah-daerah tertentu, dengan jabatan sebagai anglurah antara lain :
1. I Dewa Anom Pemahyun, ditempatkan di desa Sidemen (Singarsa) dengan jabatan Anglurah pada tahun
1541 M, dengan patih I Gusti Ngurah Sidemen Dimade dengan batas wilayah di sebelah timur sungai Unda sampai sungai Gangga, dan batas wilayah di sebelah utara sampai dengan Ponjok Batu.
2. I Dewa Manggis Kuning,( I Dewa Anom Manggis), beribu seorang ksatria dari Manggis, atas permohonan I Gusti Tegeh Kori dijadikan penguasa di daerah Badung. Namun karena sesuatu peristiwa beliau terpaksa meninggalkan daerah Badung, pindah ke daerah Gianyar.
3. Kyai Barak Panji, beribu dari Ni Pasek Panji, atas perintah Dalem di tempatkan di Den Bukit sebagai penguasa di daerah itu, dibantu oleh keturunan Kyai Ularan. Dia sebagai pendiri kerajaan Buleleng yang kemudian bernama I Gusti Panji Sakti.

Dalem Anom Pemahyun
Setelah Dalem Sagening wafat pada tahun 1665, maka I Dewa Anom Pemahyun dinobatkan menjadi Raja dengan gelar Dalem Anom Pemahyun. Dalam menata pemerintahan Dalem belajar dari sejarah dan pengalaman. Karena itu secara progresif dia mengadakan pergantian para pejabat yang kurang diyakini ketulusan pengabdiannya.

5.Dalem Dimade

Setelah Dalem Anom Pemahyun meninggalkan istana Gelgel, maka I Dewa Dimade dinobatkan menjadi susuhunan kerajaan Bali dengan gelar Dalem Dimade 1665-1686, seorang raja yang sabar, bijaksana dalam mengemban tugas, cakap memikat hati rakyat. Patih Agung adalah Kyai Agung Dimade (Kryan Agung Maruti) berkemauan keras dan bercita-cita tinggi. Kyai Agung Dimade adalah anak angkat I Gusti Agung Kedung. Sebagai demung diangkat Kryan Kaler Pacekan dan Tumenggung adalah Kryan Bebelod.

6.Kryan Agung Maruti
Kebesaran kerajaan Gelgel yang pernah dicapai kini hanya tinggal kenang-kenangan di dalam sejarah. Setelah Dalem Dimade meninggalkan istana Gelgel tahun 1686 M maka kekuasaan di pegang oleh Kryan Agung Maruti sebagai raja Gelgel. Namun Bali tidak lagi merupakan kesatuan di bawah kekuasaan Gelgel, malainkan Bali mengalami perpecahan di antara para pemimpin, kemudian mucul kerajaan-kerajaan kecil yang berdaulat, sehingga daerah kekuasaan Kryan Maruti tidak seluas daerah kekuasaan kerajaan Gelgel yang dahulu.

V.)Runtuhnya Kerajaan Gelgel
Bali tidak dapat lepas dari kejayaan masa lalu. Kerajaan Gelgel adalah satu diantaranya. Masa keemasan Bali pada masa pemerintahan Raja Dalem Waturenggong tidak dapat dipandang sebelah mata. Sosiokultural masyarakat Bali saat ini merupakan salah satu warisannya.

VI.) Peninggalan
Berikut beberapa peninggalan Kerajaan Gelgel :

1. Pura Segening Gelgel

2. Kertha Gosa
Kertagosa adalah kompleks bangunan kuno yang didirikan pada masa pemerintahan Raja Klungkung pertama, Dewa Agung Jambe, pada abad ke-17. Dewa Agung Jambe adalah putera ke-2 dari Dalem Dimade, raja terakhir di kerajaan Gelgel yang juga disebut Suweca Pura.
Setelah Dewa Agung menjadi raja Klungkung, maka dia membuat istana (puri) Klungkung yang diberi nama Semara Pura yang memunyai makna “tempat cinta kasih dan keindahan”. Di puri inilah terdapat kompleks Kertagosa yang terdiri dari dua bangunan pokok, yaitu bangunan Taman Gili dan bangunan Kertagosa.
Bangunan Kertagosa pada zaman dahulu mempunyai beberapa fungsi, di antaranya adalah: (1) sebagai tempat persidangan yang dipimpin oleh raja sebagai hakim tertinggi; (2) sebagai tempat pertemuan bagi raja-raja yang ada di Bali; dan (3) sebagai tempat melaksanakan upacara Manusa Yadnya atau potong gigi (mepandes) bagi putera-puteri raja.
Pada masa pemerintahan Raja Dewa Agung Putra Djambe Belanda melakukan penyerangan secara besar-besaran (selama tiga hari). Penyerangan itu mengakibatkan Puri Semara Pura hancur. Hanya ada beberapa bangunan yang tersisa antara lain bangunan Kertagosa, Taman Gili dan Pemedal Agung (pintu gerbang Puri). Dalam penyerangan yang kemudian dikenal sebagai “Persitiwa Puputan Klungkung” ini (28 April 1908) Dewa Agung Putra Djambe dan para pengikutnya gugur.
Setelah dikuasai oleh Belanda, Kertagosa tetap difungsikan sebagai balai sidang pengadilan. Pada tahun 1930 lukisan wayang yang terdapat di Kertagosa dan Taman Gili direstorasi oleh para seniman lukis dari Kamasan. Dalam restorasi tersebut, lukisan yang menghiasi langit-langit bangunan yang semula terbuat dari kain dan parba diganti dan dibuat di atas eternit, lalu dibuat lagi sesuai dengan gambar aslinya. Restorasi lukisan terakhir dilakukan pada tahun 1960.
Struktur Bangunan
Bangunan Kertagosa dan Taman Gili terdiri atas dua lantai.. Atap bangunan terbuat dari ijuk dan dilengkapi dengan undak (tangga naik). Atap tersebut diberi tambahan yang berupa hiasan patung dan relief (mengelilingi bangunan). Di samping itu pada langit-langit (plafon) diberi tambahan hiasan berupa lukisan tradisional bermotif wayang yang dilukis dengan gaya Kamasan. Lukisan yang ada di langit-langit bangunan Taman Gili berisi tentang cerita Sutasoma, Pan Brayut dan Palalintangan. Sedangkan, pada langit-langit bangunan Kertagosa lukisannya mengambil cerita Ni Dyah Tantri, Bima Swarga, Adi Parwa dan Pelelindon. Tema pokok dari cerita-cerita itu adalah parwa, yaitu Swaragaronkanaparwa yang memberi petunjuk hukum kerpa pahala (akibat dari baik-buruknya perbuatan yang dilakukan manusia selama hidupnya) serta penitisan kembali ke dunia karena perbuatan dan dosa-dosanya.
3. Pura Dasar Bhuana

Pura Dasar Bhuana di Desa Gelgel, Klungkung merupakan salah satu peninggalan sejarah Klungkung yang notabenesebagai pusat kerajaan di Bali.Selain sebagai satu-satunya pura dasar yang ada di Bali, pura ini juga memiliki keunikan dan fungsi khusus.
                                                              
Pura Dasar Bhuana terletak di Desa Gelgel, Klungkung. Dari Denpasar, berjarak sekitar 42 kilometer. Pura ini berdiri di atas lahan yang cukup luas.Berdiri megah dan tampak asri di pinggir jalan utama Gelgel-Jumpai.Sebagimana umumnya Pura-pura di Bali, Pura Dasar Bhuana memiliki tiga mandala yaitu Nista Mandala, Madya Mandala dan Utama Mandala.

Pura Dasar Bhuana dibangun Mpu Dwijaksara dari Kerajaan Wilwatikta (Kerajaan Majapahit) pada tahun Caka 1189 atau tahun 1267 Masehi.Pura ini merupakan salah satu Dang Kahyangan Jagat di Bali.Pada masa Kerajaan Majapahit, Pura Dang Kahyangan dibangun untuk menghormati jasa-jasa pandita (guru suci).Pura Dang Kahyangan dikelompokkan berdasarkan sejarah.Di mana, pura yang dikenal sebagai tempat pemujaan di masa kerajaan di Bali, dimasukkan ke dalam kelompok Pura Dang Kahyangan Jagat.Keberadaan Pura Dang Kahyangan tidak bisa dilepaskan dari ajaran Rsi Rena dalam agama Hindu.

Pura atau Ashram yang dibangun pada tempat di mana Maharsi melakukan yoga semadi adalah sebagai bentuk penghormatan kepada Sang Maharsi. Seperti Pura Silayukti di Karangasem. Silayukti diyakini sebagai tempat moksanya Mpu Kuturan.Demikian pula dengan Pura Dasar Bhuana Gelgel yang dibangun sebagai penghormatan terhadap Empu Ghana.Di pura inilah Mpu Ghana yang dikenal sebagai seorang Brahmana yang memiliki peran penting perkembangan agama Hindu di Bali, beryoga semadi (berparahyangan).
Selain sebagai Dang Kahyangan, pura yang berjarak sekitar 3 kilometer dari Kota Semarapura, Klungkung itu juga merupakan pusat panyungsungan catur warga yang berasal dari soroh/ klan di antaranya soroh/ klan Satria Dalem, Pasek (Maha Gotra Sanak Sapta Rsi), soroh Pande (Mahasamaya Warga Pande) dan klan Brahmana Siwa. Semuanya merupakan pengabih Ida Batara di Pura Dasar Bhuana Gelgel.

Masing-masing warga memiliki panyungsungan, seperti Meru Tumpang Solas tempat panyungsungan Para Arya dan KSatria Dalem.Meru Tumpang Tiga tempat panyungsungan Keturunan Mpu Geni yang menurunkan trah Pasek.Meru Tumpang Tiga sebagai penyungsungan warga Pande.Padma Tiga yang berada di antara Meru Tumpang Solas dan Meru Tumpang Sia (sembilan), panyungsungan warga Brahmana. Dengan banyaknya soroh yang ada di dalamnya, diyakini Pura Dasar Bhuana merupakan pemersatu jagat dengan konsep bersatunya semua klan yang ada di Bali dengan konsep ''kaula gusti menunggal''.

Pura yang dibangun di atas areal cukup luas itu, juga menjadi panyungsungan Subak Gde Suwecapura.Di antaranya Subak Pegatepan, Kacang Dawa, Toya Ehe dan Toya Cawu. Panyungsungan dilakukan saat Karya Pedudusan Agung lan Pawintenan yang bertepatan dengan Purnama Kapat.

Pura Dasar Bhuana di-empon Desa Pakraman Gelgel yang terdiri atas 28 banjar dan tiga desa dinas yaitu Desa Gelgel, Desa Kamasan dan Desa Tojan. Keberadaannya berkaitan erat dengan keberadaan Keraton Suwecapura tempo dulu yang juga berada di Gelgel.Namun, jika melihat tahun berdirinya, pura ini sudah ada jauh sebelum Gelgel diperintah raja pertama, Dalem Ketut Ngulesir (1380-1400).Pura yang merupakan warisan maha-agung ini didirikan pada tahun Saka 1189 atau tahun 1267 Masehi.
Sampai saat ini sejumlah situs peninggalanKerajaan Suwecapura masih tetap dilestarikan di pura ini.














PENUTUP


Demikian makalah yang kelompok kami buat, semoga dengan makalah yang kami buat ini bisa membuat teman - teman lebih mengenal dan mengerti secara luas tentang sejarah kerajaan-kerajaan di Indonesia, khususnya di Nusatenggara dan Lombok.  Mungkin dari makalah yang kami buat masih ada informasi yang belum lengkap karena menurut sumber yang kami cari masih banyak kerajaan-kerajaan yang informasinya belum lengkap dan masih dalam proses penilitian. Maka dari itu kami meminta maaf sebesar – besarnya jika ada salah penulisan kata dan informasi yang kurang lengkap.  Sekian dari kelompok kami, Terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar