KERAJAAN DEMAK
1. Sejarah
Kerajaan Demak
Kerajaan
Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Kerajaan ini sebelumnya
merupakan sebuah kadipaten kecil dari kerajaan Majapahit. Seiring runtuhnya
pengaruh Majapahit dalam kancah Nusantara serta mulai tumbuhnya Islam di tanah
Jawa, Demak pun berubah menjadi sebuah kerajaan Islam terbesar
Kerajaan ini didirikan oleh Raden Patah pada tahun 1500 hingga tahun 1550. Raden Patah adalah putra dari Prabu Brawijaya
Sebagai kerajaan Islam pertama di pulau Jawa, Kerajaan Demak sangat berperan besar
dalam proses Islamisasi pada masa itu. Kerajaan Demak berkembang sebagai pusat perdagangan
dan sebagai pusat penyebaran agama Islam. Wilayah kekuasaan Demak meliputi Jepara,
Tuban, Sedayu Palembang, Jambi dan beberapa daerah di Kalimantan. Di samping
itu, Kerajaan Demak juga memiliki pelabuhan-pelabuhan penting seperti Jepara,
Tuban, Sedayu, Jaratan dan Gresik yang berkembang menjadi pelabuhan transito
(penghubung).
LETAK KERAJAAN DEMAK
Kerajaan Demak terletak antara bergota sebagai pelabuhan dari kerajaan
Mataram Kuno dan Jepara. Kerajaan Demak sangatlah strategis, sehingga mempunyai
pengaruh besar dinusantara

Sumber
Kerajaan Demak
Dalam
berbagai penafsiran dari sumber sejarah dari Kerajaan Demak, yang berupa karya
sastra dan berbagai tradisi lisan disebutkan bahwa pada awalnya, Demak
merupakan bagian dari Kerajaan Majapahit yang berbentuk kadipaten. Pada saat itu,
Demak menjadi wilayah dagang yang banyak memiliki hubungan dengan para pedagang
dari Gujarat, Arab, dan wilayah-wilayah lain yang banyak memiliki khazanah
Islam. Sehingga lambat laun, Demak berkembang menjadi pusat perdagangan dan
penyebaran Islam.
Raden
Fatah yang menjadi pemimpin wilayah Demak sendiri memeluk Islam sebagai
keyakinannya. Ketika Kerajaan Majapahit mengalami kemunduran, wilayah-wilayah
kekuasaannya pun banyak yang melepaskan diri karena ingin membentuk pemerintah
sendiri, dengan mengaku sebagai pewaris Kerajaan Majapahit. Begitu pula dengan
Demak, sebagai kota dagang dan pusat penyebaran Islam, Raden Patah melepaskan
diri dari pengaruh Kerajaan Majapahit. Raden Patah mendirikan sebuah kerajaan
yang bercorak Islam yang berpusat di Kota Demak. Sebenarnya ada dua kekuasaan yang berada di
Demak pada saat itu, yaitu kekuasaan yang dipegang oleh Raden Patah yang
memperoleh dukungan dari Walisongo dan Ki Ageng Pengging yang mendapat dukungan
dari Syekh Siti Jenar. Pada saat itu, Raden Patah dipilih dan diangkat menjadi
raja Kerajaan Demak dan dibantu oleh sembilan wali yang terkenal dengan sebutan
Walisongo. Mereka menjadi panutan masyarakat Demak. Selain itu, bantuan yang
diterima oleh Raden Patah dari Walisongo membuat pengaruh Kerajaan Demak
berkembang menjadi sangat kuat dalam waktu singkat.
Jika
dilihat dari penafsiran berbagai sumber sejarah dari Kerajaan Demak, wilayah
kekuasaan Kesultanan Demak meluas meliputi daerah pesisir Jawa Tengah dan Jawa
Timur, bahkan sampai mencapai Jambi, beberapa wilayah Kalimantan, dan menguasai
Palembang. Sebagai pemerintah maritim sekaligus penghasil rempah-rempah,
Kerajaan Demak menjadi Pemerintah yang tersohor dan mencapai puncak kesuksesan.
Pada saat itu, kehidupan masyarakat Demak terutama dalam segi sosial dan budaya
didasarkan pada budaya Islam. Hal tersebut tidak terlepas dari pengaruh pusat
penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh para Wali seperti Sunan Kudus, Sunan
Kalijaga, Sunan Bonang, dan Sunan Muria. Tak hanya itu, para wali juga memiliki
peran penting sebagai penasihat raja Demak. Pada saat itu, masyarakat Demak
selalu dalam kondisi yang kondusif, yaitu terjalin hubungan erat antara para
bangsawan dari kalangan pemerintah dengan alim ulama dan rakyat alias ukhuwah
Islamiyah yang baik. Kebudayaan Islam pun banyak menghiasi sendi-sendi
kehidupan masyarakat Demak. Salah satunya dapat dilihat pada arsitektur Masjid
Demak yang pendiriannya dipimpin oleh Sunan Kalijaga . Salah satu dari tiang
utama masjid dibuat dari pecahan kayu yang disebut Soko Gulir. Ada pula, cerita
tentang cikal bakal perayaan sekaten untuk memperingati maulid Nabi Muhammad
SAW yang diawali dan diciptakan oleh Sunan Kalijaga di serambi depan masjid.
Dalam kegiatan perdagangan, Kerajaan Demak diuntungkan dengan posisinya yang
strategis sebagai penghubung antara daerah-daerah penghasil rempah. Pada saat
itu, rempah-rempah menjadi komoditas utama perdagangan dan perekonomian. Raden
Patah pun memerintah dengan adil dan bijaksana sehingga Kerajaan Demak maju,
baik dari segi budaya maupun perekonomian dan perdagangan. Raden Patah pun
tidak sendirian dalam melaksanakan pemerintahannya. Selain dibantu oleh
Walisongo, ia pun dibantu oleh Pati Unus, anaknya yang menjabat sebagai adipati
di Jepara. Hingga pada saat Raden Fatah wafat, Gelar raja diturunkan ke Pati
Unus yang bergelar pangeran Sabrang Lor. Sayangnya, sumber sejarah dari
Kerajaan Demak disebutkan bahwa Pati
Unus hanya memerintah selama tiga tahun saja dan digantikan oleh adiknya, Pangeran
Trenggono. Ketika dipimpin oleh Pangeran Trenggono, Kerajaan Demak kembali
memasuki masa keemasannya. Daerah kekuasaan Kerajaan Demak meluas sampai
mencapai daerah Jawa Barat.
Bentuk
Pemerintahan
a)
Raja – Raja yang memerintah Kerajaan Demak
ð Raden
patah, Raden
Patah adalah putra dari Prabu Brawijaya, dulunya Raden Patah mempunyai ikatan
dengan Kerajaan Majapahit. Kemudian Raden Patah melepaskan diri dari pengaruh
kerajaan Majapahit dan membangun kerajaan sendiri yaitu kerajaan demak, Raden
patah memerintah dengan dibantu para wali songo, dan menjadikan Kerajaan Demak
menjadi kerajaan yang berkembang dan
sangat kuat.
ð Adipati
Unus, adalah anak dari Raden Patah yang menjabat sebagai adipati di Jepara,
pati unus juga membantu ayahnya Raden Patah dalam memerintah Kerajaan Demak.
Pati Unus ini dikenal sebagai raja yang gagah dan pemberani.
ð Pangeran
Trenggono, Adalah putra dari Raden Patah, adik dari Adipati Unus, saat dipimpin
oleh Pangeran Trenggono Kerajaan Demak Kembali mencapai puncak
kejayaan\keemasan
b)
Kebijakan Politik
Kerajaan
Demak Adalah kerajaan Islam pertama di Jawa, kerajaan ini dipimpin oleh raja,
yang mempunyai kebijakan kebijakan sendiri.
ð Raden patah, Dalam masa pemerintahan
Raden Patah, Demak berhasil dalam berbagai bidang, diantaranya adalah perluasan
dan pertahanan kerajaan, pengembangan Islam dan pengamalannya, serta penerapan
musyawarah dan kerja sama antara ulama dan umara (penguasa). Keberhasilan Raden
Patah dalam perluasan dan pertahanan kerajaan dapat dilihat ketika ia
menaklukkan Girindra Wardhana yang merebut tahkta Majapahit (1478), hingga
dapat menggambil alih kekuasaan majapahit. Selain itu, Raden Patah juga
mengadakan perlawan terhadap Portugis, yang telah menduduki Malaka dan ingin
mengganggu Demak. Ia mengutus pasukan di bawah pimpinan putranya, Pati Unus
atau Adipati Yunus atau Pangeran Sabrang Lor (1511), meski akhirnya gagal.
Perjuangan Raden Patah kemudian dilanjutkan oleh Pati Unus yang menggantikan
ayahnya pada tahun 1518. Dalam bidang dakwah Islam dan pengembangannya,Raden
Patah mencoba menerapkan hukum Islam dalam berbagai aspek kehidupan. Selain
itu, iajuga membangun istana dan mendirikan masjid (1479) yang sampai sekarang
terkenal denganmasjid Agung Demak. Pendirian masjid itu dibantu sepenuhnya oleh
walisanga.
ð
Adipati
Unus, Pada tahun 1518 Raden Patah
wafat kemudian digantikan putranya yaitu Pati Unus. Pati Unus terkenal sebagai
panglima perang yang gagah berani dan pernah memimpin perlawanan terhadap
Portugis di Malaka. Karena keberaniannya itulah ia mendapatkan julukan Pangeran
Sabrang Lor. Armada perang Islam siap berangkat dari pelabuhan Demak dengan
mendapat pemberkatan dari Para Wali yang dipimpin oleh Sunan Gunung Jati. Dipimpin
langsung oleh Pati Unus bergelar Senapati Sarjawala yang telah menjadi Sultan
Demak II. Dari sini sejarah keluarga beliau akan berubah, sejarah kesultanan
Demak akan berubah dan sejarah tanah Jawa berubah. Kapal yang ditumpangi Pati
Unus terkena peluru meriam ketika akan menurunkan perahu untuk merapat ke
pantai. Ia gugur sebagai Syahid karena kewajiban membela sesama Muslim yang
tertindas penjajah (Portugis) yang bernafsu memonopoli perdagangan
rempah-rempah. Pimpinan Armada Gabungan Kesultanan Banten, Demak dan Cirebon
segera diambil alih oleh Fadhlullah Khan yang oleh Portugis disebut Faletehan,
dan belakangan disebut Fatahillah setelah mengusir Portugis dari Sunda Kelapa
1527. Pengambilalihan ini adalah atas inisiatif Sunan Gunung Jati yang sekaligus
menjadi mertua karena putrid beliau yang menjadi janda Sabrang Lor dinikahkan
dengan Fadhlullah Khan.
ð Pangeran Trenggono,
Sepeninggal Pati Unus, kerajaan Demak kemudian diperintah oleh Sultan
Trenggono. Beliau memerintah Demak dari tahun 1521-1546 M. Sultan Trenggono
adalah putra Raden Patah, adik dari Pati Unus. Pada tahun 1546 Sultan Trenggono
menyerang Panarukan, Situbondo yang saat itu dikuasai Blambangan. Sunan Gunung
Jati membantu dengan mengirimkan gabungan prajurit Cirebon, Banten, dan
Jayakarta sebanyak 7.000 orang yang dipimpin Fatahillah. Pasukan Demak sudah
mengepung Panarukan selama tiga bulan, tapi belum juga dapat merebut kota itu.
Suatu ketika Sultan Trenggono bermusyawarah bersama para adipati untuk melancarkan
serangan selanjutnya. Putra bupati Surabaya yang berusia 10 tahun menjadi pelayannya.
Anak kecil itu tertarik pada jalannya rapat sehingga tidak mendengar perintah Trenggono.
Trenggono marah dan memukulnya. Anak itu secara spontan membalas menusuk dada
Trenggono memakai pisau. Sultan Demak itu pun tewas seketika dan segera dibawa pulang
meninggalkan Panarukan. Sultan Trenggana berjasa atas penyebaran Islam di Jawa
Timur dan Jawa Tengah. Di bawah Sultan Trenggana, Demak mulai menguasai
daerah-daerah Jawa lainnya seperti merebut Sunda Kelapa dari Pajajaran serta
menghalau tentara Portugis.
ð Sunan Prawata, Sepeninggal Sultan
Trenggono, kerajaan Demak dipimpin oleh Sunan Prawata (Raden Mukmin) yang
memerintah tahun 1546-1549. Ia lebih cenderung sebagai seorang ahli agama
daripada ahli politik. Pada masa kekuasaannya, daerah bawahan Demak seperti
Banten, Cirebon, Surabaya, dan Gresik, berkembang bebas tanpa mampu
dihalanginya. Ia berambisi untuk melanjutkan usaha ayahnya menaklukkan Pulau
Jawa. Namun, keterampilan berpolitiknya tidak begitu baik, dan ia lebih suka
hidup sebagai ulama daripada sebagai raja. Raden Mukmin memindahkan pusat
pemerintahan dari kota Bintoro menuju bukit Prawoto. Oleh karena itu, Raden
Mukmin pun terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto. Cita-cita Sunan Prawoto pada kenyataannya
tidak pernah terlaksana. Ia lebih sibuk sebagai ahli agama dari pada
mempertahankan kekuasaannya.Sunan Prawata berebut tahta
dengan Arya Panangsang dan mengakibatkan kerajaan Demak mengalami kemunduran
c)
Kehidupan masyarakat
ð Kehidupan
Ekonomi
Perekonomian
Demak berkembang kea rah perdagangan maritime dan agrarian, Ambisi kerajaan
Demak menjadi Negara maritim diwujudkan dengan upayanya merebut Malak dari
tangan Portugis, namun upaya ini tidak berhasil. Perdagangan Demak dengan
pelabuhan pelabuhan lain cukup ramai,Demak berfungsi sebagaipelabuhan transito
(penghubung) daerha penghasil rempah rempah dan sumber penghasil pertanian yg
cukup besar. Demak berperan penting dalam bidang ekonomi, dan menjadikan
kehidupan masyarakat berkembang lebih baik.
ð Kehidupan
Sosial Budaya
Kehidupan
social masyarakat Demak telah berjalan teratur, Pemerintahan diatur dengan
hukum islam,namun tradisi tradisi lama atau norma norma yg lama tidak
ditinggalkan. Hasil budaya nya merupakan kebudayaan yg berkaitan dengan Islam,
hasil budayanya yg sangat terkenal adalah Masjid Agung Demak, ada juga perayaan
sekaten.
ð Kehidupan
Politik
Kerajaan
demak berdiri kira kira tahun 1478,Kerajaan Demak menjadi kerajaan besar
dibawah pimpinan Raden Patah. Dibawah pimpinan putranya dengan kekuatan 90 buah
jung dan 12000 tentara berusaha membebaskan Malaka dari kekuasaan Portugis dan
menguasai perdagangan diselat Malaka.Seletah ayahnya wafat Pati Unus diangkat
menjadi Raja, Setelah Pati Unus menjadi raja selama 3 tahun digantikan oleh Pangeran
Trenggono adiknya sendiri, Setelah wafatnya Pangeran Trenggono, kerajaan Demak
mengalami kemunduran
Peninggalan Kerajaan
1. Masjid
Agung Demak
Peninggalan
Kerajaan Demak yang paling dikenal tentu adalah Masjid Agung Demak. Bangunan
yang didirikan oleh Walisongo pada tahun 1479 ini masih berdiri kokoh hingga saat
ini meski sudah mengalami beberapa renovasi. Bangunan ini juga menjadi salah
satu bukti bahwa kerajaan Demak pada masa silam telah menjadi pusat pengajaran
dan penyebaran Islam di Jawa. Jika Anda tertarik untuk melihat keunikan
arsitektur dan nilai-nilai filosofisnya , datanglah ke masjid ini. Letaknya
berada di Desa Kauman, Demak – Jawa Tengah.
2. Pintu
Bledek
Dalam
bahasa Indonesia, Bledek berarti petir, oleh karena itu, pintu bledek bisa
diartikan sebagai pintu petir. Pintu ini dibuat oleh Ki Ageng Selo pada tahun
1466 dan menjadi pintu utama dari Masjid Agung Demak. Berdasarkan cerita yang
beredar, pintu ini dinamai pintu bledek tak lain karena Ki Ageng Selo memang
membuatnya dari petir yang menyambar. Saat ini, pintu bledek sudah tak lagi
digunakan sebagai pintu masjid. Pintu bledek dimuseumkan karena sudah mulai
lapuk dan tua. Ia menjadi koleksi peninggalan Kerajaan Demak dan kini disimpan
di dalam Masjid Agung Demak.
3. Soko
Tatal dan Soko Guru
Soko
Guru adalah tiang berdiameter mencapai 1 meter yang berfungsi sebagai penyangga
tegak kokohnya bangunan Masjid Demak. Ada 4 buah soko guru yang digunakan
masjid ini, dan berdasarkan cerita semua soko guru tersebut dibuat oleh Kanjeng
Sunan Kalijaga. Sang Sunan mendapat tugas untuk membuat semua tiang tersebut
sendiri, hanya saja saat ia baru membuat 3 buah tiang setelah masjid siap
berdiri. Sunan Kalijaga dengan sangat terpaksa kemudian menyambungkan semua
tatal atau potongan-potongan kayu sisa pembuatan 3 soko guru dengan kekuatan
spiritualnya dan mengubahnya menjadi soko tatal alias soko guru yg terbuat dari
tatal.
4. Bedug
dan Kentongan
Bedug
dan kentongan yang terdapat di Masjid Agung Demak juga merupakan peninggalan
Kerajaan Demak yang bersejarah dan tak boleh dilupakan. Kedua alat ini
digunakan pada masa silam sebagai alat untuk memanggil masyarakat sekitar
mesjid agar segera datang melaksanakan sholat 5 waktu setelah adzan dikumandangkan.
Kentongan berbentuk menyerupai tapal kuda memiliki filosofi bahwa jika
kentongan tersebut dipukul, maka warga sekitar harus segera datang untuk
melaksanakan sholat 5 waktu secepat orang naik kuda.
5. Situs
Kolam Wudlu
Situs
kolam wudlu dibuat seiring berdirinya bangunan Masjid Demak. Situs ini
dahulunya digunakan sebagai tempat berwudlu para santri atau musyafir yang
berkunjung ke Masjid untuk melaksanakan sholat. Namun, saat ini situs tersebut
sudah tidak digunakan lagi untuk berwudlu dan hanya boleh dilihat sebagai benda
peninggalan sejarah.
6. Maksurah
Maksurah
adalah dinding berukir kaligrafi tulisan Arab yang menghiasi bangunan Masjid Demak.
Maksurah tersebut dibuat sekitar tahun 1866 Masehi, tepatnya pada saat Aryo Purbaningrat
menjabat sebagai Adipati Demak. Adapun tulisan dalam kaligrafi tersebut bermakna
tentang ke-Esa-an Alloh.
7. Dampar
Kencana
Dampar
kencana adalah singgasana para Sultan yang kemudian dialih fungsikan sebagai mimbar
khutbah di Masjid Agung Demak. Peninggalan Kerajaan Demak yang satu ini hingga kini
masih terawat rapi di dalam tempat penyimpanannya di Masjid Demak.
8. Piring
Campa
Piring Camapa adalah
piring pemberian seorang putri dari Campa yang tak lain adalah ibu dari Raden
Patah. Piring ini jumlahnya ada 65 buah. Sebagian dipasang sebagai hiasan di
dinding masjid, sedangkan sebagian lain dipasang di tempat imam.
KEMUNDURAN
KERAJAAN DEMAK
Puncak
kejayaan pada Raja Demak ke- 3 tidak berlangsung mulus, terjadi Persaingan
panas antara P. Surowiyoto (Pangeran Sekar)dan Trenggana yang berlanjut dengan
di bunuhnya P.Surowiyoto oleh Sunan Prawoto(anak Trenggono), peristiwa ini
terjadi di tepi sungai saat Surowiyoto pulang dari Masjid sehabis sholat Jum'at.
Sejak Pristiwa itu Surowiyoto(Sekar)dikenal dengan sebutan Sekar Sedo Lepen
yang Artinya Sekar gugur di Sungai. Pada tahun 1546 Trenggono Wafat dan tampuk
kekuasaan dipegang oleh Sunan Prawoto, anak Trenggono, sebagai Raja Demak ke 4,
akan tetapi pada tahun 1549 Sunan Prawoto dan Isteri nya dibunuh oleh pengikut
P. Arya Penangsang, putera Pangeran Surowiyoto (Sekar). P. Arya Penangsang kemudian
menjadi penguasa tahta Demak sebagai Raja Demak ke 5.
Pengikut Arya Penangsang jugamembunuh Pangeran Hadiri, adipati [Jepara],
hal ini menyebabkan adipati-adipati di bawah Demak memusuhi P. Arya Penangsang,
salah satunya adalah Adipati Pajang Joko Tingkir (Hadiwijoyo). Pada tahun 1554
terjadilan Pemberontakan dilakukan oleh adipati Pajang Joko Tingkir
(Hadiwijoyo) untuk merebut kekuasaan dari Arya Penangsang. Dalam Peristiwa ini
Arya Penangsangsang dibunuh oleh Sutawijaya, anak angkat Joko Tingkir. Dengan
terbunuhnya Arya Penangsang sebagai Raja Demak ke 5, maka berakhirlah era Kerajaan
Demak. Joko Tingkir (Hadiwijoyo)memindahkan Pusat Pemerintahan ke Pajang dan
mendirikan Kerajaan Pajang
KERAJAAN PAJANG
LETAK KERAJAAN PAJANG
KERAJAAN
PAJANG ADALAH Sebuah kerajaan yang
berpusat di jawa tengah sebagai kelanjutan kerajaan demak. Kompleks keraton,
yang sekarang tinggal batas-batas fondasinya saja, berada di perbatasan
kelurahan pajang, kota solo dan desa makam haji, karatsura, sukoharjo.
AWAL BERDIRI KERAJAAN PAJANG
Pada
abad ke 14 pajang sudah disebut dalam kitab negarakertanegara karena dikunjungi
oleh hayam wuruk dalam perjalanannya memeriksa bagian barat. Antara abad 11 dan
14 di jawa tengah selatan tidak ada kerajaan tetapi majapahit masih berkuasa
sampai kesana. Sementara itu, di demak mulai muncul kerajaan kecil yang
didirikan oleh tokoh-tokoh beragama islam. Nmamun, sampai awal abad ke 16
kewibaan raja majapahit masih diakui.
Baru
pada akhir abad ke 17 dan awal abad 18 para penulis kronik di kartasura menulis
seluk beluk asal usul raja-raja mataram dimana pajang dilihat sebagai
pendahuluannya. Pajang sendiri sebagai kelanjutan dari pengging pada tahun 1618
yang pernah dihancurkan ibukota dan sawah ladangnya oleh pasukan-pasukan dari
mataram karena memberontak. Dibekas kompleks keraton raja pajang yang dikubur
di butuh banyak ditemukan sisa-sisa keramik asal negeri cina.
Cerita
mengenai sejarah Pajang malah termuat dalam kitab Babad Banten yang menyebutkan
Ki Andayaningrat berputera 2 orang yaitu, Kebo Kenanga dan Kebo Kanigara.
Meskipun Majapahit ambruk pada tahun 1625, Pengging dibawah Kebo Kenanga
berdaulat terus hingga pertengahan abad ke 16. Untuk menundukkan pengging Raja
Demak memanfaatkan jasa Ki Wanapala dan Sunan Kudus, dengan cara pendahuluan
berupa adu kekuatan ngelmu.
Dua
tahun kemudian, Kebo Kenanga berhasil dibunuh sedangkan anak laki-lakinya yaitu
Jaka Tingkir kelak mengabdi ke Istana Demak untuk akhirnya mendirikan KERAJAAN
PAJANG dengan sebutan ADIWIJAYA.
BENTUK PEMERINTAHAN
A. Raja-raja yang memerintah Kerajaan Pajang
ð
Jaka Tingkir
Nama
aslinya adalah Mas Kerebet, putra Ki Ageng Pengging atau Ki Kebo Kenanga.
Ketika ia dilahirkan, ayahnya sedang menggelar pertunjukkan wayang beber dengan
dalang Ki Ageng Tingkir. Kedua Ki Ageng ini adalah murid Ki Syekh Siti Jenar.
Sepulang dari mendalang, Ki Ageng Tingkir jatuh sakit dan meninggal dunia.
Sepuluh
tahun kemudian, Ki Ageng Pengging dihukum mati karena dituduh memberontak
terhadap Kesultanan Demak. Sebagai pelaksanaan hukuman ialah Sunan Kudus.
Setelah kematian suaminya, Nyai Ageng Pengging jatuh sakit dan meninggal pula.
Sejak itu, Mas Kerebet diambil sebagai anak angkat Nyai Ageng Tingkir ( Janda
Ki Ageng Tingkir ). Mas Kerebet tumbuh menjadi pemuda yang gemar bertapa, dan
dijuluki Jaka Tingkir. Guru Pertamanya adalah Sunan Kalijaga. Ia juga berguru
pada Ki Ageng Sela, dan dipersaudarakan dengan ketiga cucu Ki Ageng yaitu, Ki
Juru Martani, Ki Ageng Pemanahan, dan Ki Panjawi.
Silsilah
Jaka Tingkir :
Andayaningrat
( tidak diketahui nasabnya ) + Ratu Pembayun ( Putri Raja Brawijaya ) ->
Kebo kenanga ( Putra Andayaningrat ) + Nyai Ageng Pengging -> Mas
Kerebet/Jaka Tingkir.
Meski
dalam Babad Jawa, Adiwijaya lebih dilukiskan sebagai Raja yang serba lemah,
tetapi kenyataannya sebagai ahli waris Kerajaan Demak ia mampu menguasai
pedalaman Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan baik. Perpindahan pusat kerajaan ke
pedalaman yang dilanjutkan lagi oleh raja mataram berpengaruh besar atas
perkembangan peradaban Jawa abad ke 18 dan 19.
Daerah
kekuasaan pajang mencakup di sebelah barat Bagelen (lembah bogowonto ) dan kedu
( lembah progo atas).
Di
zaman Adiwijaya memerintah Pajang, yaitu pada tahun 1578 seorang tokoh pemimpin
Wirasaba, yang bernama wargautama ditindak oleh pasukan-pasukan kerajaan dari
pusat. Berita dari Babad Banyumas ini menunjukkan masih kuatnya Pajang ke Timur
meliputi wilayah Madiun dan disebutkan bahwa Blora pada tahun 1554 menjadi
rebutan anatara Pajang dan Mataram.
Ada
dugaan bahwa Adiwijaya sebagai raja islam berhasil dalam diplomasinya sehingga
pada tahun 1581, ia diakui oleh raja-raja kecil yang penting dikawasan pesisir
Jawa Timur. Untuk peresmiannya pernah diselenggarakan pertemuan bersama di
istana Sunan Prapen di Giri, hadir pada kesempatan itu para Bupati dan Jipang,
Wirasaba ( Majaagung ), kediri, Pasuruan, Madiunn, Sedayu, Lasem, Tuban, dan
Pati. Pembicaraan yang mewakili tokoh-tokoh Jawa Timur adalah Panji Wirya(
Madura Barat ) mengakui Adiwijaya sehubungan dengan itu Bupatinya bernama
Panembahan Lemah Duwur diangkat menantu Raja Pajang.
ð
Arya Pangiri
Arya Pangiri adalah putra Sunan Prawoto raja keempat
demak, yang tewas dibunug Arya Penangsang tahun 1549. Ia kemudian diasuh
bibinya, yaitu Ratu Kalinyamat di Jepara.
Arya penangsang kemudian tewas oleh sayembara yang
diadakan Hadiwijaya bupati Pajang. Sejak itu, Pajang menjadi kerajaan
berdaulatdimana Demak sebagai bawahannya. Setelah dewasa, Arya Pangiri
dinikahkan dengan Ratu Pembayun, putri tertua Sultan Hadiwijaya dan dijadikan
sebagai bupati Demak.
Sepeninggalan Sultan Hadiwijaya akhir tahun 1582 terjadi permasalahan tahta di Pajang.
Putra mahkota yang bernama Pangeran Benawa disingkirkan Arya Pangiri dengan
dukungan Sunan Kudus. Alasan Sunan Kudus adalah usia Pangeran Benawa lebih muda
daripada istri Pangiri, sehingga tidak pantas menjadi raja.
Pangersn Benawa yang berhati lembut merelakan tahta
Pajang dikuasai Arya Pangiri sedangkan ia sendiri kemudian diangkat menjadi
bupati jipang Panolan ( Bekas negeri Arya Penangsang ).
Tokoh Sunan Kudus yang diberitakan Babad Tanah Jawi perlu
dikoreksi, karena Sunan Kudus sendiri sudah meninggal tahun 1550. Mungkin tokoh
yang mendukung Arya Panggiri tersebut adalah penggantinya, yaitu Panembahan
Kudus, atau mungkin Pangeran Kudus Arya Pangiri menjadi Raja Pajang sejak tahun
1583 bergelar Sultan Ngawantipura. Ia dikisahkan hanya peduli pada usaha untuk
menaklukkan mataram daripada menciptakan kesejahteraan rakyatnya. Dia melanggar
wasiat mertuanya (HADIWIJAYA) supaya tidak membenci Sutawijaya. Ia bahkan
membentuk pasukan yang terdiri atas orang-orang bayaran dari Bali, Bugis, dan
Makasar untuk menyerbu Mataram.
Arya Pangiri juga berlaku tidak adil terhadap penduduk
asli pajang. Ia mendatangkan orang-orang Demak untuk menggeserkan kedudukan
para pejabat Pajang. bahkan, rakyat Pajang juga tersisih oleh kedatangan
penduduk Demak. Akibatnya, banyak warga Pajang yang berubah menjadi perampok
karena kehilangan mata pencaharian. Sebagian lagi pindah ke Jipang mengabdi
pada Pangeran Benawa.
ð
Pangeran Benawa
Pangeran Benawa adalah raja ketiga Kesultanan Pajang yang
memerintah pada tahun 1586-1587, bergelar Sultan Prabuwijaya.
Pangeran Benawa adalah putra Sultan Hadiwijaya alias Jaka
Tingkir, raja pertama Pajang. Sejak kecil ia dipersaudarakan dengan Sutawijaya,
anak angkat ayahnya, yang mendirikan Kesultanan Mataram.
Pangeran Benawa memiliki putra yang bernama Dyah Banowati
yang menikah dengan Mas Johang putra Sutawijaya. Dyah Banowati bergelar Ratu
Mas Adi, yang kemudian melahirkan Sultan Agung, raja terbesar Mataram.
Selain itu, Pangeran Benawa juga memiliki putra bernama
Pangeran Radin, yang kelak menurunkan Yosodipuro dan Ronggowarsito,
pujangga-pujangga besar Kasunanan Surakarta. Pangeran Benawa dikisahkan sebagai
seorang yang berhati lembut. Ia pernah ditugasi ayahnya untuk menyelidiki
kesetiaan Sutawijaya terhadap Pajang. Waktu itu Benawa berangkat bersama Arya
Pamalad (kakak iparnya yang menjadi adipati Tuban) dan Patih Mancanegara.
Sutawijaya menjamu ketiga tamunya dengan pesta. Putra
sulung Sutawijaya yang bernamaRaden R angga tidak sengaja membunuh seorang
prajurit Tuban, membuat Arya Pamalad mengajak rombongan pulang.
Sesampai di Pajang, Arya Pamalad melaporkan keburukan
Sutawijaya, bahwa Mataram berniat memberontak terhadap Pajang. Sementara itu
Benawa melaporkan kebaikan Sutawijaya, bahwa terbunuhnya prajurit Tuban karena
ulahnya sendiri.
Sutawijaya akhirnya terbukti memerangi Pajang tahun 1582,
dan berakhir dengan kematian Sultan Hadiwijaya. Pangeran Benawa yang seharusnya
naik tahta disingkirkan oleh kakak iparnya, yaitu Arya Pangiri adipati Demak.
Benawa kemudian menjadi adipati Jipang Panolan. Pada
tahun 1586 ia bersekutu dengan Sutawijaya untuk menurunkan Arya Pangiri dari
tahta, karena kakak iparnya itu dianggap kurang adil dalam memerintah.
Dikisahkan, Arya Pangiri hanya sibuk menyusun usaha balas
dendam terhadap Mataram. Orang-orang Demak juga berdatangan, sehingga warga
asli Pajang banyak yang tersisih. Akibatnya, penduduk Pajang sebagian menjadi
penjahat karena kehilangan mata pencaharian, dan sebagian lagi mengungsi ke
Jipang.
Persekutuan Benawa dan Sutawijaya terjalin. Gabungan
pasukan Mataram dan Jipang berhasil mengalahkan Pajang. Arya Pangiri
dipulangkan di Demak. Benawa menawarkan tahta Pajang kepada Sutawijaya. Namun,
Sutawijaya menolaknya. Ia hanya meminta beberapa pusaka Pajang untuk dirawat di
Mataram. Sejak itu, Pangeran Benawa naik tahta menjadi raja baru di Pajang
bergelar Sultan Prabuwijaya.
B. Kebijakan Publik
ð
Pakubuwono
Pada zaman Pakubuwono I dan Jayanegara bekerja sama untuk
menjadikan Pajang menjadi Lumbung beras pada abad ke 16 sampai 17, kerjasama
tersebut saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. Kehidupan rakyat Pajang
mendapat pengaruh Islamisasi yang cukup kental sehingga masyarakat Pajang
sangat mengamalkan syariat Islam dengan sungguh-sungguh
Pada zaman Pakubuwono I pada tahun 1708 ketika Ibukota
Mataram masih ada di Kartasura, ada kerjasama yang baik antara Surakarta pusat
dengan Jayengrana bupati Surabaya. Pada masa itu seluruh Jawa Timur kompak
dalam mendukung kerjasama antara Pakubuwono I dan Jayanegara.
ð
Arya Panangsang
Arya Penangsang membuat saluran air melingkari Jipang
Panolan dan dihubungkan dengan Bengawan Solo. Karena pada sore hari air
Bengawan Solo pasang maka air di saluran juga mengalami pasang. Oleh karena itu
saluran tersebut dikenal dengan nama Bengawan Sore. Sebetulnya Arya Penangsang
sudah tidak berhak mengklaim tahta Demak kepada Sultan Hadiwijaya, karena
Pajang adalah sebuah kerajaan tersendiri. Akan tetapi dendamnya kepada putra
dan mantu Sultan Trenggono belum pupus. Dia kembali mengirim pembunuh gelap
untuk membunuh Sultan Hadiwijaya, mengulangi keberhasilan pembunuhan tersebut
tidak berhasil.
C. Kehidupan Masyarakat
ð
Kehidupan Sosial-Ekonomi
Pajang merupakan dinasti atau
kerajaan islam yang berada dipedalaman pertama di jawa. Dengan demikian,
masyarakatnya agraris. Mengandalkan hasil pertanian dan perkebunan. Maka dari
itu, umur Kerajaan Pajang tidaklah bertahan lama karena kurang menguasai
perdagangan laut sebagai basis perekonomian pada masa itu. Secara sistem dan
struktur sosial, masyarakat Pajang tak jauh beda dengan masyarakat Demak.
PENINGGALAN KERAJAAN PAJANG
a. Masjid
Adalah
tempat umat islam melakukan sujud atau shalat. Masjid berbentuk bujur sangkar
dan serambi didepanya. Masjid juga terdapat mihrab atau tempat imam memimpin
shalat . Di sebelah kanan mihrab terdapat mimbar Tempat khatib memberikan
khotbah. Masjid di Indonesia menghadap kearah timur karena arah kiblatnya
adalah barat.
Contoh Masjid Peninggalan didaerah
jawa :
- Masjid Demak
- Masjid Sendang Duwur di Surabaya
- Masjid agung kesepuhan di Cirebon
- Masjid Kudus d
- Masjid sunan Ngampel
- Masjid Sumenep dll.
b. Keraton
Adalah tempat tinggal raja
bersama dengan keluarganya.
Contoh Kraton peninggalan didaerah
jawa :
- Keraton Kesepuhan
- Keraton Kanaman di Cirebon
- Kraton Yogyakarta
- Kraton Surakarta
- Kraton Mangkunegara
c. Nisan
Adalah bangunan yang
terbuat dari batu yang berdiri diatas makam. Berfungsi sebagai tanda adanya
suatu makam seseorang yang telah meninggal, dan tertera taggal,bulan, serta
tahun lahir dan wafat.
Contoh Nisan di daerah jawa :
- Batu nisan makam sunan Gunung Jati
- Batu nisan makam sunan ampel di
Surabaya
- Batu nisan makam sunan Drajad di
Lamongan
- Batu nisan makam sunan Bonang di
Tuban
- Batu nisan makam sunan Tembayat di
klaten
- Batu nisan makam Sendangduwor di
tuban
- Batu nisan makam Imogiri di
jogjakarta
“Peninggalan Sejarah Islam
diIndonesia” “(Jawa)”
d. kaligrafi
Adalah seni menulis indah
dari komposisi huruf arab. Biasanya terdapat pada dindig masjid Terutama pada
Mihrab. Ukiran tersebut disusun dalam ukuran tertentu ada yang berbentuk
binatang maupun bentuk yang lainya.
Contoh kaligrafi di jawa :
- Kaligrafi Dewa Genecha di cirebon
e. Kesusatraan
a. Seni sastra
Pada umumnya berkembag
dipulau jawa yang berisikan ajaran khusus tasawuf, Filsafat, Kemasyarakatan dan
tuntunan budi pekerti
Contoh peninggalan tasawuf :
1. Suluk berisi ajaran tasawur : Suluk
Sukarsa, Suluk Wujil, Suluk Malang samurai
2. Syair misalnya : Syair Perahu
3. Hikayat : Hikayat Panji Inu
Kerapati, DAN Hikayat Bayan Budiman.
4. Babah : Badah Gianti dan Badah
Tanah Jawi
5. Kitab ajaran Budi Pekerti :
Nitisurti, Nisastra, dan Astabrata
6. Kitab Politik tetap pemerintahan :
Sastra Genting dan Adat makuta alam
7. Tradisi dan Upacara : Sekaten atau
Grebek Maulud
f. Seni Pertunjukan
Contohnya adalah :
- Perayaan Garebek Besar dan Garebek
Maulud
- Seni Wayang :Sunan kalijaga yang
berdakwah menggunakan wayang
- Seni Tari : Debus dari Banten
- Seni Musik :kebanyakan menggunakan
gamelan seperti Sunan Bonang, Sunan Drajad,dan Sunan Kalijaga
RUNTUHNYA KERAJAAN PAJANG
Sepulang
dari perang, Sultan Hadiwijaya jatuh sakit dan meninggal dunia. Terjadi
persaingan antara putra dan menantunya, yaitu Pangeran Benawa dan Arya Pangiri
sebagai Raja selanjutnya. Arya Pangiri didukung Panembahan Kudus berhasil naik
tahta tahun 1583.
Pemerintahan
Arya Pangiri hanya disibukkan dengan usaha balas dendam terhadap Mataram.
Kehidupan r akyat Pajang terbaikkan. Hal itu membuat Pangeran Benawa yang sudah
tersingkir ke Jipang, merasa prihatin. Pada tahun ke 1586 Pangeran Benawa
bersekutu dengan Sutawijaya menyerbu Pajang. Meskipun pada tahun 1582
Sutawijaya memerangi Sultan Hadiwijaya, namun Pangeran Benawa tetap menganggapnya
sebagai saudara tua.
Perang
antara Pajang melawan Mataram dan Jipang berakhir dengan kekalahan Arya
Pangiri. Ia dikembalikan ke negeri asalnya yaitu Demak. Pangeran benawa
kemudian menjadi raja Pajang yang ketiga. Pemerintahannya Pangeran Benawa
berakhir tahun 1587. Tidak ada putra mahkota yang menggantikan nya sehingga
Pajang pun dijadikan sebagai negeri bawahan Mataram. Yang menjadi bupati disana
ialah Pangeran Gagak Baning, adik Sutawijaya. Sutawijaya sendiri mendirikan
Kesultanan Mataram dimana ia sebagai raja pertama bergelar Panembahan senopati.
Kalingga
atau Ho-Ling (sebutan dari sumber Tiongkok) adalah sebuah Kerajaan bercorak
Hindu muncul di Jawa Tengah sekitar abad ke 6 Masehi. Letak pusat Kerajaan ini
belum jelas, kemungkinan berada di suatu tempat antara Kabupaten Pekalongan dan
Kabupaten Jepara sekarang. Sumber sejarah kerajaan ini masih belum jelas dan
kabur., kebanyakan diperoleh dari sumber catatan china., tradisi kisah
setempat, dan naskah cerita Parahyangan yang disusun berabad-abad kemudian pada
abad ke 16 menyinggung secara singkat mengenai Ratu Shima dan kaitannya dengan
kerajaan Galuh. Kalingga telah ada pada abad ke 6 Masehi dan keberadaannya
diketahui dari sumber-sumber Tiongkok. Kerajaan ini pernah diperindah oleh Ratu
Shima, yang dikenal memiliki peraturan barang siapa yang mencuri, akan dipotong
tangannya.
KERAJAAN MATARAM
SEJARAH
KERAJAAN MATARAM
Kerajaan Mataram berdiri pada tahun 1582.
Pusat Kerajaan ini terletak di sebelah tenggara kota Yogyakarta, yakni di
Kotagede. Para raja yang pernah memerintah di Kerajaan Mataram yaitu :
Penembahan Senopati (1584-1601), Panembahan Seda Krapyak (1601-1677).
Dalam sejarah Islam,Kesultanan mataram memiliki
peran yang cukup penting dalam perjalanan secara kerajaan-kerajaan islam di
Nusantara (Indonesia). Hal ini terlihat dari semangat raja-raja untuk
memperluas daerah kekuasaan dan mengislamkan para penduduk daerah kekuasaannya,
keterlibatan para pemuka agama, hingga pengembangan kebudayaan yang bercorak
islam di Jawa.
Pada awalnya daerah mataram dikuasai
kesultanan pajang sebagai balas jasa atas perjuangan dalam mengalahkan Arya
Penangsang. Sultan Hadiwijaya menghadiahkan daerah mataram kepada Ki Ageng
Pemanahan. Selanjutnya, oleh Ki Ageng Pemanahan Mataram dibangun sebagai tempat
permukiman baru dan persawahan.
Akan tetapi, kehadirannya di daerah ini dan
usaha pembangunannya mendapat berbagai jenis tanggapan dari para penguasa
setempat. Misalnya, Ki Ageng Giring yang berasal dari wangsa Kajoran secara
terang-terangan menentang kehadirannya. Begitu pula ki Ageng tembayat dan Ki
Ageng Mangir. Namun masih ada yang menerima kehadirannya, misalnya ki Ageng
Karanglo. Meskipun demikian, tanggapan dan sambutan yang beraneka itu tidak
mengubah pendirian Ki Ageng Pemanahan untuk melanjutkan pembangunan daerah itu.
ia membangun pusat kekuatan di plered dan menyiapkan strategi untuk menundukkan
para penguasa yang menentang kehadirannya.
Pada tahun 1575, Pemahanan meninggal dunia.
Ia digantikan oleh putranya, Danang Sutawijaya atau Pangeran Ngabehi Loring
Pasar. Di samping bertekad melanjutkan mimpi ayahandanya, ia pun bercita-cita
membebaskan diri dari kekuasaan pajang. Sehingga, hubungan antara mataram
dengan pajang pun memburuk.Hubungan yang tegang antara sutawijaya dan
kesultanan Pajang akhirnya menimbulkan peperangan. Dalam peperangan ini,
kesultanan pajang mengalami kekalahan. Setelah penguasa pajak yakni hadiwijaya
meninggal dunia (1587), Sutawijaya mengangkat dirinya menjadi raja Mataram
dengan gelar penembahan Senopati Ing Alaga. Ia mulai membangun kerajaannya dan
memindahkan senopati pusat pemerintahan ke Kotagede. Untuk memperluas daerah
kekuasaanya, penembahan senopati melancarkan serangan-serangan ke daerah
sekitar. Misalnya dengan menaklukkan Ki Ageng Mangir dan Ki Ageng Giring. Daerah kekuasaan Kerajaan Mataram Islam.
Pada tahun 1590, penembahan senopati atau
biasa disebut dengan senopati menguasai madiun, yang waktu itu bersekutu dengan
surabaya. Pada tahun 1591 ia mengalahkan kediri dan jipang, lalu melanjutkannya
dengan penaklukkan Pasuruan dan Tuban pada tahun 1598-1599.
Sebagai raja islam yang baru, panembahan
senopati melaksanakan penaklukkan-penaklukan itu untuk mewujudkan gagasannya
bahwa mataram harus menjadi pusat budaya dan agama islam, untuk menggantikan
atau melanjutkan kesultanan demak. Disebutkan pula dalam cerita babad bahwa
cita-cita itu berasal dari wangsit yang diterimanya dari Lipura (desa yang
terletak di sebelah barat daya Yogyakarta). Wangsit datang setelah mimpi dan
pertemuan senopati dengan penguasa laut selatan, Nyi Roro Kidul, ketika ia
bersemedi di Parangtritis dan Gua Langse di Selatan Yogyakarta. Dari pertemuan
itu disebutkan bahwa kelak ia akan menguasai seluruh tanah Jawa.
SISTEM
PEMERINTAHAN
Sistem pemerintahan yang dianut Kerajaan
mataram islam adalah sistem Dewa-Raja. Artinya pusat kekuasaan tertinggi dan
mutlak adaa pada diri sultan. Seorang sultan atau raja sering digambarkan
memiliki sifat keramat, yang kebijaksanaannya terpacar dari kejernihan air muka
dan kewibawannya yang tiada tara. Raja menampakkan diri pada rakyat sekali
seminggu di alun-alun istana.
Selain sultan, pejabat penting lainnya adalah
kaum priayi yang merupakan penghubung antara raja dan rakyat. Selain itu ada
pula panglima perang yang bergelar Kusumadayu, serta perwira rendahan atau
Yudanegara. Pejabat lainnya adalah Sasranegara, pejabat administrasi.
Dengan sistem pemerintahan seperti itu,
Panembahan senopati terus-menerus memperkuat pengaruh mataram dalam berbagai
bidang sampai ia meninggal pada tahun 1601. ia digantikan oleh putranya, Mas
Jolang atau Penembahan Sedaing Krapyak (1601 – 1613). Peran mas Jolang tidak
banyak yang menarik untuk dicatat. Setelah mas jolang meninggal, ia digantikan
oleh Mas Rangsang (1613 – 1645). Pada masa pemerintahannyalah Mataram mearik
kejayaan. Baik dalam bidang perluasan daerah kekuasaan, maupun agama dan
kebudayaan.
Pangeran Jatmiko atau Mas Rangsang Menjadi
raja mataram ketiga. Ia mendapat nama gelar Agung Hanyakrakusuma selama masa
kekuasaan, Agung Hanyakrakusuma berhasil membawa Mataram ke puncak kejayaan
dengan pusat pemerintahan di Yogyakarta. Gelar “sultan” yang disandang oleh
Sultan Agung menunjukkan bahwa ia mempunyai kelebihan dari raja-raja
sebelumnya, yaitu panembahan Senopati dan Panembahan Seda Ing Krapyak. Ia
dinobatkan sebagai raja pada tahun 1613 pada umur sekitar 20 tahun, dengan
gelar “Panembahan”. Pada tahun 1624, gelar “Panembahan” diganti menjadi
“Susuhunan” atau “Sunan”. Pada tahun 1641, Agung Hanyakrakusuma menerima
pengakuan dari Mekah sebagai sultan, kemudian mengambil gelar selengkapnya
Sultan Agung Hanyakrakusuma Senopati Ing Alaga Ngabdurrahman.
Karena cita-cita Sultan Agung untuk
memerintah seluruh pulau jawa, kerajaan Mataram pun terlibat dalam perang yang
berkepanjangan baik dengan penguasa-penguasa daerah, maupun dengan kompeni VOC
yang mengincar pulau Jawa.
Pada tahun 1614, sultan agung mempersatukan
kediri, pasuruan, lumajang, dan malang. Pada tahun 1615, kekuatan tentara
mataram lebih difokuskan ke daerah wirasaba, tempat yang sangat strategis untuk
menghadapi jawa timur. Daerah ini pun berhasil ditaklukkan. pada tahun 1616,
terjadi pertempuran antara tentara mataram dan tentara surabaya, pasuruan,
Tuban, Jepara, wirasaba, Arosbaya dan Sumenep. Peperangan ini dapat dimenangi
oleh tentara mataram, dan merupakan kunci kemenangan untuk masa selanjutnya. Di
tahun yang sama Lasem menyerah. Tahun 1619, tuban dan Pasuruan dapat
dipersatukan. Selanjutnya mataram berhadapan langsung dengan Surabaya. Untuk
menghadapi surabaya, mataram melakukan strategi mengepung, yaitu lebih dahulu
menggempur daerah-daerah pedalaman seperti Sukadana (1622) dan Madura (1624).
Akhirnya, Surabaya dapat dikuasai pada tahun 1625.
Dengan penaklukan-penaklukan tersebut, Mataram
menjadi kerajaan yang sangat kuat secara militer. Pada tahun, 1627, seluruh
pulau jawa kecuali kesultanan Banten dan wilayah kekuasaan kompeni VOC di
Batavia ttelah berhasil dipersatukan di bawah mataram. Sukses besar tersebut
menumbuhkan kepercayaan diri sultan agung untuk menantang kompeni yang masih
bercongkol di Batavia. Maka, pada tahun 1628, Mataram mempersiapkan pasukan di
bawah pimpinan Tumenggung Baureksa dan Tumenggung Sura Agul-agul, untuk
mengempung Batavia.
Sayang sekali, karena kuatnya pertahanan
Belanda, serangan ini gagal, bahkan tumenggung Baureksa gugur. Kegagalan
tersebut menyebabkan matara bersemangat menyusun kekuatan yang lebih terlatih,
dengan persiapan yang lebih matang. Maka pada pada 1629, pasukan Sultan Agung
kembali menyerbu Batavia. Kali ini, ki ageng Juminah, Ki Ageng Purbaya, ki
Ageng Puger adalah para pimpinannya. Penyerbuan dilancarkan terhadap benteng
Hollandia, Bommel, dan weesp. Akan tetapi serangan ini kembali dapat
dipatahkan, hingga menyebabkan pasukan mataram ditarik mundur pada tahun itu
juga. Selanjutnya, serangan mataram diarahkan ke blambangan yang dapat
diintegrasikan pada tahun 1639.
Bagi Sultan Agung, Kerajaan Mataram adalah
kerajaan islam yang mengemban amanat Tuhan di tanah Jawa. Oleh sebab itu,
struktur serta jabatan kepenghuluan dibangun dalam sistem kekuasaan kerajaan.
Tradisi kekuasaan seperti sholat jumat di masjid, grebeg ramadan, dan upaya
pengamanalan syariat islam merupakan bagian tak terpisahkan dari tatanan
istana.
Sultan agung juga berprediksi sebagai
pujangga. Karyanya yang terkenal yaitu kitab Serat Sastra Gendhing. Adapun
kitab serat Nitipraja digubahnya pada tahun 1641 M. Serat sastra Gendhing
berisi tetang budi pekerti luhur dan keselarasan lahir batin. Serat Nitipraja
berisi tata aturan moral, agar tatanan masyarakat dan negara dapat menjadi
harmonis. Selain menulis, Sultan Agung juga memerintahkan para pujangga kraton
untuk menulis sejarah babad tanah Jawi.
Di antara semua karyanya , peran sultan agung
yang lebih membawa pengaruh luas adalah dalam penanggalan. Sultan agung
memadukan tradisi pesantren islam dengan tradisi kejawen dalam perhitungan
tahun. Masyarakat pesantren biasa menggunakan tahun hijriah, masyarakat kejawen
menggunakan tahun Caka atau saka. Pada tahun 1633, Sultan Agung berhasil
menyusun dan mengumumkan berlakunya sistem perhitungan tahun yang baru bagi
seluruh mataram. Perhitungan itu hampir seluruhnya disesuaikan dengan tahun
hijriah, berdasarkan perhitungan bulan. Namun, awal perhitungan tahun jawa ini
tetap sama dengan tahun saka, yaitu 78 m. Kesatuan perhitungan tahun sangat
penting bagi penulisan serat babad. Perubahan perhitungan itu merupakan
sumbangan yang sangat penting bagi perkembangan proses pengislaman tradisi dan
kebudayaan jawa yang sudah terjadi sejak berdirinya kerajaan demak. Hingga saat
ini, sistem penanggalan ala sultan Agung ini masih banyak digunakan.
Sejak masa sebelum sultan Agung pembangunan
non-militer memang telah dilakukan. Satu yang layak disebut, panembahan
Senopati menyempurnakan bentuk wayang dengan tatanan gempuran. Setelah zaman
senopati, mas jolang juga berjasa dalam kebudayaan, dengan berusaha menyusun
sejarah negeri demak, serta menulis beberapa kitap suluk. Misalnya Sulu Wujil
(1607 M) yang berisi wejangan Sunan bonang kepada abdi raja majapahit yang
bernama Wujil. Pangeran Karanggayam juga menggubah Serat Nitisruti (1612 m)
pada masa mas jolang.
Menjelang akhir hayatnya. Sultan Agung
menerapkan peraturan yang bertujuan mencegah perebutan tahta, antara keluarga
raja dan putra mahkota. Di bawah kepemimpinan Sultan Agung, Mataram tidak hanya
menjadi pusat kekuasaan, tapi juga menjadi pusat penyebaran islam.
D. Silsilah Raja dan Sistem Pemerintahan
1. Ki Ageng Pamanahan ( Ki Gede Pamanahan )
- Pendiri desa mataram tahun 1556
- bergelar Panembahan Senapati dibawah
pimpinan anaknya
- Ki Pamanahan adalah putra Ki Ageng Henis,
putra Ki Ageng Sela
- menikah dengan sepupunya sendiri, yaitu
Nyai Sabinah, putri Nyai Ageng Saba (kakak perempuan Ki Ageng Henis).
- Ki Pamanahan dan adik angkatnya, yang bernama
Ki Penjawi, mengabdi pada Hadiwijaya bupati Pajang (murid Ki Ageng Sela )
Keduanya dianggap kakak oleh raja dan dijadikan sebagai lurah wiratamtama di
Pajang.
- Hadiwijaya singgah ke Gunung Danaraja. Ki
Pamanahan bekerja sama dengan Ratu Kalinyamat membujuk Hadiwijaya supaya
bersedia menghadapi Arya Penangsang. Sebagai hadiah, Ratu Kalinyamat memberikan
cincin pusakanya kepada Ki Pamanahan.
- Meninggal tahun 1584
2. Sutawijaya ( Danang sutawijaya )
- pendiri Kesultanan Mataram yang memerintah
sebagai raja pertama pada tahun 1587-1601
- bergelar Panembahan Senopati ing Alaga
Sayidin Panatagama Khalifatullah Tanah Jawa
- dianggap sebagai peletak dasar-dasar
Kesultanan Mataram.
- putra sulung pasangan Ki Ageng Pamanahan
dan Nyai Sabinah
- Menurut naskah-naskah babad, ayahnya adalah
keturunan Brawijaya raja terakhir Majapahit, sedangkan ibunya adalah keturunan
Sunan Giri anggota Walisanga
- Nyai Sabinah memiliki kakak laki-laki
bernama Ki Juru Martani, yang kemudian diangkat sebagai patih pertama Kesultanan
Mataram. Ia ikut berjasa besar dalam mengatur strategi menumpas Arya Penangsang
pada tahun 1549.
- Sutawijaya juga diambil sebagai anak angkat
oleh Hadiwijaya bupati Pajang sebagai pancingan, karena pernikahan Hadiwijaya
dan istrinya sampai saat itu belum dikaruniai anak. Sutawijaya kemudian diberi
tempat tinggal di sebelah utara pasar sehingga ia pun terkenal dengan sebutan
Raden Ngabehi Loring Pasar.
- Sayembara menumpas Arya Penangsang tahun
1549 merupakan pengalaman perang pertama bagi Sutawijaya. Ia diajak ayahnya
ikut serta dalam rombongan pasukan supaya Hadiwijaya merasa tidak tega dan
menyertakan pasukan Pajang sebagai bala bantuan. Saat itu Sutawijaya masih
berusia belasan tahun.
- meninggal dunia pada tahun 1601 saat berada
di desa Kajenar. Ia kemudian dimakamkan di Kotagede.
3. Raden Mas Jolang ( Panembahan Hanyakrawati
/ Sri Susuhunan Adi Prabu Hanyakrawati Senapati-ing-Ngalaga Mataram )
- raja kedua Kesultanan Mataram yang
memerintah pada tahun 1601-1613
- putra Panembahan Senapati raja pertama
Kesultanan Mataram. Ibunya bernama Ratu Mas Waskitajawi, putri Ki Ageng
Panjawi, penguasa Pati
- Ketika menjabat sebagai Adipati Anom (putra
mahkota), Mas Jolang menikah dengan Ratu Tulungayu putri dari Ponorogo. Namun
perkawinan tersebut tidak juga dikaruniai putra, kemudian menikah lagi dengan
Dyah Banowati putri Pangeran Benawa raja Pajang. Dyah Banowati yang kemudian
bergelar Ratu Mas Hadi melahirkan Raden Mas Rangsang dan Ratu Pandansari (kelak
menjadi istri Pangeran Pekik). Empat tahun setelah Mas Jolang naik takhta,
ternyata Ratu Tulungayu melahirkan seorang putra bernama Raden Mas Wuryah alias
Adipati Martapura. Padahal saat itu jabatan adipati anom telah dipegang oleh
Mas Rangsang.
- Pada tahun 1610 melanjutkan usaha ayahnya,
yaitu menaklukkan Surabaya, musuh terkuat Mataram. Serangan-serangan yang
dilakukannya sampai akhir pemerintahannya tahun 1613 hanya mampu memperlemah
perekonomian Surabaya namun tidak mampu menjatuhkan kota tersebut. Serangan
pada tahun 1613 sempat menyebabkan pos-pos VOC di Gresik dan Jortan ikut
terbakar. Sebagai permintaan maaf, Hanyakrawati mengizinkan VOC mendirikan pos
dagang baru di Jepara. Ia juga mencoba menjalin hubungan dengan markas besar
VOC di Ambon.
- meninggal dunia pada tahun 1613 karena
kecelakaan sewaktu berburu kijang di Hutan Krapyak. Oleh karena itu, ia pun
terkenal dengan gelar anumerta Panembahan Seda ing Krapyak, atau cukup
Panembahan Seda Krapyak, yang bermakna "Baginda yang wafat di
Krapyak"
4. Raden Mas Rangsang (Sultan Agung Adi Prabu
Hanyakrakusuma )( nama asli : Raden Mas Jatmika )
- lahir: Kutagede, Kesultanan Mataram, 1593 -
wafat: Karta (Plered, Bantul), Kesultanan Mataram, 1645
- raja ketiga Kesultanan Mataram yang
memerintah pada tahun 1613-1645
- Di bawah kepemimpinannya, Mataram
berkembang menjadi kerajaan terbesar di Jawa dan Nusantara pada saat itu.(
puncak kejayaan )
- Atas jasa-jasanya sebagai pejuang dan
budayawan, Sultan Agung telah ditetapkan menjadi pahlawan nasional Indonesia
berdasarkan S.K. Presiden No. 106/TK/1975 tanggal3 November 1975.
- putra dari pasangan Prabu Hanyakrawati dan
Ratu Mas Adi Dyah Banawati.( putri Pangeran Benawa raja Pajang ( Dyah Banowati
))
- Pada tahun 1620 pasukan Mataram mulai
mengepung kota Surabaya secara periodik.
- kemunduran kerajaan mataram Islam akibat
kalah dalam perang merebut Batavia dengan VOC
- menyerang Batavia sebanyak 2x.
Serangan
pertama ( 1628 ) terjadi di benteng Holandia, dipimpin oleh Tumenggung
Bahureksa, dan Pangeran Mandurareja sebanyak 10.000 pasukan akan tetapi gagal.
Kegagalan serangan pertama diantisipasi dengan cara mendirikan lumbung-lumbung
beras di Karawang dan Cirebon. Namun pihak VOC berhasil memusnahkan semuanya.
Serangan kedua ( 1629 ) dipimpin Adipati Ukur dan Adipati Juminah Total semua
14.000 orang prajurit. serangan kedua Sultan Agung berhasil membendung dan
mengotori Sungai Ciliwung, yang mengakibatkan timbulnya wabah penyakit kolera
melanda Batavia. Gubernur jenderal VOC yaitu J.P. Coen meninggal menjadi korban
wabah tersebut.
5. Amangkurat I (Sri Susuhunan Amangkurat
Agung)
- Memerintah pada tahun 1646-1677
- Memiliki gelar anumerta Sunan Tegalwangi
atau Sunan Tegalarum
- Nama aslinya adalah Raden Mas Sayidin putra
Sultan Agung. Ibunya bergelar Ratu Wetan, yaitu putri Tumenggung Upasanta bupatiBatang
(keturunan Ki Juru Martani).
- Ketika menjabat Adipati Anom ia bergelar
Pangeran Arya Prabu Adi Mataram.
- memiliki dua orang permaisuri. Putri
Pangeran Pekik dari Surabaya menjadi Ratu Kulon yang melahirkan Raden Mas
Rahmat, kelak menjadi Amangkurat II. Sedangkan putri keluarga Kajoran menjadi
Ratu Wetan yang melahirkan Raden Mas Drajat, kelak menjadi Pakubuwana I.
- mendapatkan warisan Sultan Agung berupa
wilayah Mataram yang sangat luas
- menerapkan sentralisasi atau sistem
pemerintahan terpusat.
- Pada tahun 1647 ibu kota Mataram dipindah
ke Plered. Perpindahan istana tersebut diwarnai pemberontakan Raden Mas Alit
atau Pangeran Danupoyo, adik Amangkurat I yang menentang penumpasan tokoh-tokoh
senior. Pemberontakan ini mendapat dukungan para ulama namun berakhir dengan
kematian Mas Alit. Amangkurat I ganti menghadapi para ulama. Mereka semua,
termasuk anggota keluarganya, sebanyak 5.000 orang lebih dikumpulkan di
alun-alun untuk dibantai.
- Amangkurat I menjalin hubungan dengan VOC
yang pernah diperangi ayahnya. Pada tahun 1646 ia mengadakan perjanjian, antara
lain pihak VOC diizinkan membuka pos-pos dagang di wilayah Mataram, sedangkan
pihak Mataram diizinkan berdagang ke pulau-pulau lain yang dikuasai VOC. Kedua
pihak juga saling melakukan pembebasan tawanan. Perjanjian tersebut oleh
Amangkurat I dianggap sebagai bukti takluk VOC terhadap kekuasaan Mataram.
Namun ia kemudian tergoncang saat VOC merebut Palembang tahun 1659.
- hubungan diplomatik Mataram dan Makasar
yang dijalin Sultan Agung akhirnya hancur di tangan putranya setelah tahun
1658. Amangkurat I menolak duta-duta Makasar dan menyuruh Sultan Hasanuddin
datang sendiri ke Jawa. Tentu saja permintaan itu ditolak.
- tanggal 28 Juni 1677 Trunajaya berhasil
merebut istana Plered. Amangkurat I dan Mas Rahmat melarikan diri ke
barat.Babad Tanah Jawi menyatakan, dengan jatuhnya istana Plered menandai
berakhirnya Kesultanan Mataram. Pelarian Amangkurat I membuatnya jatuh sakit
dan meninggal pada 13 Juli 1677 di desa Wanayasa, Banyumas dan berwasiat agar
dimakamkan dekat gurunya di Tegal
6. Amangkurat II (Nama asli Amangkurat II
ialah Raden Mas Rahmat )
- putra Amangkurat I raja Mataram yang lahir
dari Ratu Kulon putri Pangeran Pekikdari Surabaya.
- memiliki banyak istri namun hanya satu yang
melahirkan putra (kelak menjadi Amangkurat III)
- Pada bulan September 1680 Amangkurat II
membangun istana baru di hutan Wanakerta karena istana Plered diduduki adiknya,
yaituPangeran Puger. Istana baru tersebut bernama Kartasura.
- Amangkurat II akhirnya meninggal dunia
tahun 1703. Sepeninggalnya, terjadi perebutan takhta Kartasura antara putranya,
yaituAmangkurat III melawan adiknya, yaitu Pangeran Puger.
- Pada bulan September 1677 diadakanlah
perjanjian di Jepara. Pihak VOC diwakili Cornelis Speelman. Daerah-daerah
pesisir utaraJawa mulai Kerawang sampai ujung timur digadaikan pada VOC sebagai
jaminan pembayaran biaya perang Trunajaya.
- Mas Rahmat pun diangkat sebagai Amangkurat
II, seorang raja tanpa istana. Dengan bantuan VOC, ia berhasil mengakhiri
pemberontakan Trunajaya tanggal 26 Desember 1679. Amangkurat II bahkan
menghukum mati Trunajaya dengan tangannya sendiri pada 2 Januari 1680.
7. Amangkurat III (Nama aslinya adalah Raden
Mas Sutikna )
- memerintah antara tahun 1703– 1705.
- dijuluki Pangeran Kencet, karena menderita
cacat di bagian tumit.
- Ketika menjabat sebagai Adipati Anom, ia
menikah dengan sepupunya, bernama Raden Ayu Lembah putri Pangeran Puger. Namun
istrinya itu kemudian dicerai karena berselingkuh dengan Raden Sukra putra
Patih Sindureja.
- Raden Sukra kemudian dibunuh utusan Mas
Sutikna, sedangkan Pangeran Puger dipaksa menghukum mati Ayu Lembah, putrinya
sendiri. Mas Sutikna kemudian menikahi Ayu Himpun adik Ayu Lembah.
- Rombongan Amangkurat III melarikan diri ke
Ponorogo sambil membawa semua pusaka keraton. Di kota itu ia menyiksa Adipati
Martowongso hanya karena salah paham. Melihat bupatinya disakiti, rakyat
Ponorogo memberontak. Amangkurat III pun lari ke Madiun. Dari sana ia kemudian
pindah ke Kediri.
- Sepanjang tahun 1707 Amangkurat III
mengalami penderitaan karena diburu pasukan Pakubuwana I. Dari Malang ia pindah
ke Blitar, kemudian ke Kediri, akhirnya memutuskan menyerah di Surabaya tahun
1708.
- Pangeran Blitar, putra Pakubuwana I, datang
ke Surabaya meminta Amangkurat III supaya menyerahkan pusaka-pusaka keraton,
namun ditolak. Amangkurat III hanya sudi menyerahkannya langsung kepada
Pakubuwana I.
- VOC kemudian memindahkan Amangkurat III ke
tahanan Batavia. Dari sana ia diangkut untuk diasingkan ke Sri Lanka.
- Meninggal di negeri itu pada tahun 1734.
- Konon, harta pusaka warisan Kesultanan
Mataram ikut terbawa ke Sri Lanka. Namun demikian, Pakubuwana I berusaha tabah
dengan mengumumkan bahwa pusaka Pulau Jawa yang sejati adalah Masjid Agung
Demak dan makam Sunan Kalijaga di Kadilangu, Demak.
- Perang Suksesi Jawa I (1704–1708), antara
Amangkurat III melawan Pakubuwana I.
- Perang Suksesi Jawa II (1719–1723), antara
Amangkurat IV melawan Pangeran Blitar dan Pangeran Purbaya.
- Perang Suksesi Jawa III (1747–1757), antara
Pakubuwana II yang dilanjutkan oleh Pakubuwana III melawan Hamengkubuwana I dan
Mangkunegara I.
C. Kemajuan yang dicapai pada masa
pemerintahan Sultan Agung
Kemajuan yang dicapai meliputi kemajuan di
bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya, yaitu :
A. Bidang Politik
Kemajuan politik yang dicapai Sultan Agung
adalah menyatukan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa dan menyerang Belanda di
Batavia.
a. Penyatuan kerajaan-kerajaan Islam
Sultan Agung berhasil menyatukan
kerajaan-kerajaan Islam di Jawa. Usaha inidimulai dengan menguasai Gresik,
Jaratan, Pamekasan, Sumenep, Sampang,Pasuruhan, kemudian Surabaya. Salah satu
usahanya mempersatukan kerajaan Islamdi Pulau Jawa ini ada yang dilakukan
dengan ikatan perkawinan. Sultan Agung mengambil menantu Bupati Surabaya
Pangeran Pekik dijodohkan dengan putrinya yaitu Ratu Wandansari
b. Anti penjajah Belanda
Sultan Agung adalah raja yang sangat benci
terhadap penjajah Belanda. Hal ini terbukti dengan dua kali menyerang Belanda
ke Batavia, yaitu yang pertama tahun 1628 dan yang kedua tahun 1629. Kedua
penyerangan ini mengalami kegagalan.Adapun penyebab kegagalannya, antara lain:
- Jarak yang terlalu jauh berakibat
mengurangi ketahanan prajurit mataram. Mereka harus menempuh jalan kaki selama
satu bulan dengan medan yang sangat sulit.
- Kekurangan dukungan logistik menyebabkan
pertahanan prajurit Mataram di Batavia menjadi lemah.
- Kalah dalam sistem persenjataan dengan
senjataa yang dimiliki kompeni Belanda yang serba modern.
- Banyak prajurit Mataram yang terjangkit
penyakit dan meninggal, sehingga semakin memperlemah kekuatan.
- Portugis bersedia membantu Mataram dengan
menyerang Batavia lewat laut,sedangkan Mataram lewat darat. Ternyata Portugis
mengingkari. Akhirnya Mataram dalam menghadapai Belanda tanpa bantuan Portugis.
- Kesalahan politik Sultan Agung yang tidak
menadakan kerja sama dengan Banten dalam menyerang Belanda. Waktu itu mereka
saling bersaing.
- Sistem koordinasi yang kurang kompak antara
angkatan laut dengan angkatan darat. Ternyata angkatan laut mengadakan
penyerangan lebih awal sehingga rencana penyerangan Mataram ini diketahui
Belanda.
- Akibat penghianatan oleh salah seorang
pribumi, sehingga rencana penyerangan ini diketahui Belanda sebelumnya.
B. Bidang Ekonomi
Kemajuan dalam bidang ekonomi meliputi hal-hal
berikut ini:
- Sebagai negara agraris, Mataram mampu
meningkatkan produksi beras dengan memanfaatkan beberapa sungai di Jawa sebagai
irigasi. Mataram juga mengadakan pemindahan penduduk (transmigrasi) dari daerah
yang kering ke daerah yang subur dengan irigasi yang baik. Dengan usaha
tersebut, Mataram banyak mengekspor beras ke Malaka.
- Penyatuan kerajaan-kerajaan Islam di
pesisir Jawa tidak hanya menambah kekuatan politik,tetapi juga kekuatan
ekonomi. Dengan demikian ekonomi Mataram tidak semata-mata tergantung ekonomi
agraris, tetapi juga karena pelayaran dan perdagangan.
c. Bidang sosial Budaya
Kemajuan dalam bidang sosial budaya meliputi
hal-hal berikut:
a. Timbulnya kebudayaan kejawen
Unsur ini merupakan akulturasi dan asimilasi
antara kebudayaan asli Jawa denganIslam. Misalnya upacara Grebeg yang semula
merupakan pemujaan roh nenek moyang. Kemudian, dilakukan dengan doa-doa agama
Islam. Sampai kini, di jawa kita kenal sebagai Grebeg Syawal, Grebeg Maulud dan
sebagainya.
b. Perhitungan Tarikh Jawa
Sultan Agung berhasil menyusun tarikh Jawa.
Sebelum tahun 1633 M, Mataram menggunakan tarikh Hindu yang didasarkan
peredaran matahari (tarikh syamsiyah).Sejak tahun 1633 M (1555 Hindu), tarikh
Hindu diubah ke tarikh Islam berdasarkan peredaran bulan (tarikh komariah).
Caranya, tahun 1555 diteruskan tetapi dengan perhitungan baru berdasarkan
tarikh komariah. Tahun perhitungan Sultan Agung ini kemudian dikenal
sebagai“tahun Jawa”.
c. Berkembangnya Kesusastraan Jawa
Pada zaman kejayaan Sultan Agung, ilmu
pengetahuan dan seni berkembang pesat,termasuk di dalamnya kesusastraan Jawa.
Sultan Agung sendiri mengarang kitab yang berjudul Sastra Gending yang
merupakan kitab filsafat kehidupan dan kenegaraan.Kitab-kitab yang lain adalah
Nitisruti, Nitisastra, dan Astrabata. Kitab-kitab ini berisi tentang
ajaran-ajaran budi pekerti yang baik.Pengaruh Mataram mulai memudar setelah
Sultan Agung meninggal pada tahun 1645 M.Selanjutnya, Mataram pecah menjadi
dua, sebagaimana isi Perjanjian Giyanti (1755) berikut:
- Mataram Timur yang dikenal Kesunanan
Surakarta di bawah kekuasaan Paku Buwono III dengan pusat pemerintahan di
Surakarta.
- Mataram Barat yang dikenal dengan
Kesultanan Yogyakarta di bawah kekuasaan Mangkubumi yang bergelar Sultan
Hamengku Buwono I dengan pusat pemerintahannya di Yogyakarta.Perkembangan
berikutnya, Kesunanan Surakarta pecah menjadi dua yaitu Kesunanan dan
Mangkunegaran (Perjanjian Salatiga 1757). Kesultanan Yogyakarta juga terbagi
atas Kesultanan dan Paku Alaman. Perpecahan ini terjadi karena campur tangan
Belanda dalam usahanya memperlemah kekuatan Mataram, sehingga mudah untuk di
kuasai.Sultan Agung meninggal pada Februari 1646. ia dimakamkan di puncak Bukit
Imogiri, Bantul ,Yogyakarta. Selanjutnya,Mataram diperintah oleh putranya,
SunanTegalwangi, dengan gelar Amangkurat I ( 1646 – 1677). Dalam masa
pemerintahan Amangkurat I, kerajaan mataram mulai mundur. Wilayah kekuasaan
mataram berangsur-angsur menyempit karena direbut oleh kompeni VOC. Yang paling
mengenaskan, pada tahun1675, Rade Trunajaya dari Madura memberontak.
Pemberontakannya demikian tak terbendung, sampai-sampai Trunajaya berhasil
menguasai keraton Mataram yang waktu ituteletak di Plered. Amangkurat
terlunta-lunta mengungsi, dan akhirnya meninggal di Tegal.Sepeninggal Amangkurat
I, Mataram dipegang oleh Amangkurat II yang menurunkanDinasti Paku Buwana di
Solo dan Hamengku Buwana di Yogyakarta. Amangkurat II meminta bantuan VOC untuk
memadamkan pemberontakan Trunajaya. Setelah berakhirnya Perang Giyanti (1755),
wilayah kekuasaan mataram semakin terpecah belah. Berdasarkan perjanjian
giyanti, mataram dipecah menjadi dua, yakni mataram sukrakarta dan mataram
yogyakarta. Pada tahun 1757 dan 1813, perpecahan terjadi lagi dengan munculnya
Mangkunegara dan pakualaman. Di masa pemerintahan Hindia Belanda, keempat
pecahan kerajaan mataram ini disebut sebagai vorstenlanden. Saat ini, keempat
pecahan Kesultanan Mataram tersebut masih melanjutkan dinasti masing-masing.
Bahkan peran dan pengaruh pecahan mataram tersebut, terutama kesultanan Yogyakarta
masih cukup besar dan diakui masyarakat.
KEHIDUPAN MASYARAKAT
Aspek Kehidupan Sosial
Kehidupan masyarakat di kerajaan Mataram,
tertata dengan baik berdasarkan hukum Islam tanpa meninggalkan norma-norma lama
begitu saja. Dalam pemerintahan Kerajaan Mataram Islam, Raja merupakan pemegang
kekuasaan tertinggi, kemudian diikuti oleh sejumlah pejabat kerajaan. Di bidang
keagamaan terdapat penghulu, khotib, naid, dan surantana yang bertugas memimpin
upacara-upacara keagamaan. Di bidang pengadilan,dalam istana terdapat jabatan
jaksa yang bertugas menjalankan pengadilan istana. Untuk menciptakan ketertiban
di seluruh kerajaan, diciptakan peraturan yang dinamakan anger-anger yang harus
dipatuhi oleh seluruh penduduk
Aspek Kehidupan Ekonomi dan Kebudayaan
Kerajaan Mataram adalah kelanjutan dari
Kerajaan Demak dan Pajang. Kerajaan ini menggantungkan kehidupan ekonominya
dari sektor agraris. Hal ini karena letaknya yang berada di pedalaman. Akan
tetapi, Mataram juga memiliki daerah kekuasan di daerah pesisir utara Jawa yang
mayoritas sebagai pelaut. Daerah pesisir inilah yang berperan penting bagi arus
perdagangan Kerajaan Mataram. Kebudayaan yang berkembang pesat pada masa
Kerajaan Mataram berupa seni tari, pahat, suara, dan sastra. Bentuk kebudayaan
yang berkembang adalah Upacara Kejawen yang merupakan akulturasi antara
kebudayaan Hindu-Budha dengan Islam. Di samping itu, perkembangan di bidang
kesusastraan memunculkan karya sastra yang cukup terkenal, yaitu Kitab Sastra
Gending yang merupakan perpaduan dari hukum Islam dengan adat istiadat Jawa
yang disebut Hukum Surya Alam.E.
Puncak Kejayaan Mataram Islam
Mataram Islam mencapai puncak kejayaannya
pada jaman Sultan Agung Hanyokrokusumo (1613-1646). Daerah kekuasaannya
mencakup Pulau Jawa (kecuali Banten dan Batavia), Pulau Madura, dan daerah
Sukadana di Kalimantan Barat. Pada waktu itu, Batavia dikuasai VOC (Vereenigde
Oost Indische Compagnie ) Belanda.Kekuatan militer Mataram sangat besar. Sultan
Agung yang sangat anti kolonialisme itumenyerang VOC di Batavia sebanyak dua
kali (1628 dan 1629). Menurut Moejanto sepertiyang dikutip oleh Purwadi (2007),
Sultan Agung memakai konsep politik keagungbinataran yang berarti bahwa
kerajaan Mataram harus berupa ketunggalan, utuh, bulat, tidak tersaingi,dan
tidak terbagi-bagi.
Kemunduran Mataram Islam
Kemunduran Mataram Islam berawal saat
kekalahan Sultan Agung merebut Batavia dan menguasai seluruh Jawa dari Belanda.
Setelah kekalahan itu, kehidupan ekonomi rakyat tidak terurus karena sebagian
rakyat dikerahkan untuk berperang.
E. Peninggalan sejarah kerajaan mataram Islam
:
I . Sumber- Sumber Berita:
a. Babad Tanah Djawi
b. Babad Meinsma
c. Serat Kandha
d. Serat Centini
e. Serat Cabolek
f. Serat Dharma Wirayat (yang sangat populer
sebagai karya Sri Paku Alam III.)
g. Serat Nitipraja
h. Babad Sangkala
i. Babad Sankalaniang Momana
j. Sadjarah Dalem
II. Seni dan Tradisi:
a. Sastra Ghending karya Sultan Agung
b. Tahun Saka
Pada tahun 1633, Sultan Agung mengganti
perhitungan tahun Hindu yang berdasarkan perhitungan matahari dengan tahun
Islam yang berdasarkan perhitungan bulan
c. Kerajinan Perak
Perak Kotagede sangat terkenal hingga ke
mancanegara, kerajinan ini warisan dari orang-orang Kalang.
d. Kalang Obong
Upacara tradisional kematian orang Kalang,
upacara ini seperti Ngaben di Bali, tetapi upacara Kalang Obong ini bukan
mayatnya yg dibakar melainkan pakaian dan barang-barang peninggalannya-
e. KUE KIPO
Makanan tradisional ini sangat khas dan hanya
ada di Kotagede, terbuat dari kelapa, tepung, dan gula merah.
f. Pertapaan Kembang Lampir
Kembang Lampir merupakan petilasan Ki Ageng
Pemanahan yang terletak di Desa Girisekar, Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunung
Kidul. Tempat ini merupakan pertapaan Ki Ageng Pemanahan ketika mencari wahyu
karaton Mataram.
III. Bangunan- Bangunan, Benda Pusaka, dan
Lainnya:
a. Segara Wana dan Syuh Brata
Adalah meriam- meriam yang sangat indah yang
diberikan oleh J.P. Coen (pihak Belanda) atas perjanjiannya dengan Sultan
Agung. Sekarang meriam itu diletakkan di depan keraton Surakarta dan merupakan
meriam yang paling indah di nusantara
b. Puing - puing / candi- candi Siwa dan
Budha di daerah aliran Sungai Opak dan Progo yang bermuara di Laut Selatan
c. Batu Datar di Lipura yang tidak jauh di
barat daya Yogyakarta
d. Baju “keramat” Kiai Gundil atau Kiai
Antakusuma
e. Masjid Agung Negara
Masjid Agung dibangun oleh PB III tahun 1763
dan selesai pada tahun 1768.
f. Masjid Jami Pakuncen
Masjid Jami Pekuncen yang berdiri di Tegal
Arum, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, merupakan salah bangunan peninggalan Islam
yang dibuat Sunan Amangkurat I sebagai salah satu tempat penting untuk
penyebaran Islam kala itu.
g. Gerbang Makam Kota Gede
Gerbang ini adalah perpaduan unsur bangunan
Hindu dan Islam.
h. Masjid Makam Kota Gede
Sebagai kerajaan Islam, Mataram memiliki
banyak peninggalan masjid kuno, inilah masjid di komplek makam Kotagede yang
bangunannya bercorak Jawa.
i. Bangsal Duda
j. Makam Imogiri
KERAJAAN BANTEN
Sejarah Kerajaan Banten
Sejarah
kerajaan Banten merupakan kerajaan Islam yang terletak di Propinsi Banten. Mulanya,
kerajaan Banten berada dibawah kekuasaan Kerajaan Demak. Namun, Banten berhasil
melepaskan diri ketika mundurnya Kerajaan Demak. Pemimpin Kerajaan Banten
pertama adalah Sultan Hasanuddin yang memerintah pada tahun 1522-1570. Sultan
Hasanuddin berhasil membuat Banten sebagai pusat perdagangan dengan memperluas
sampai ke daerah Lampung, penghasil lada di Sumatera Selatan. Tahun 1570 Sultan
Hasanuddin meninggal kemudian dilanjutkan anaknya, Maulana Yusuf (1570-1580)
yang berhasil menakhlukkan Kerajaan Pajajaran pada tahun 1579. Setelah itu,
dilanjutkan oleh Maulana Muhammad (1585-1596) yang meninggal pada penakhlukkan
Palembang sehingga tidak berhasil mempersempit gerakan Portugal di Nusantara.
Letak Kerajaan Banten
Secara geografis, Kerajaan
Banten terletak di propinsi Banten. Wilayah kekuasaan Banten meliputi bagian
barat Pulau Jawa, seluruh wilayah Lampung, dan sebagian wilayah selatan Jawa
Barat. Situs peninggalan Kerajaan Banten tersebar di beberapa kota seperti
Tangerang, Serang, Cilegon, dan Pandeglang. Pada mulanya, wilayah Kesultanan
Banten termasuk dalam kekuasaan Kerajaan Sunda.
Kerajaan Banten menjadi penguasa jalur
pelayaran dan perdagangan yang melalui Selat Sunda. Dengan posisi yang
strategis ini Kerajaan Banten berkembang menjadi kerajaan besar di Pulau Jawa
dan bahkan menjadi saingan berat bagi VOC di Batavia. VOC merupakan
perserikatan dagang yang dibuat oleh kolonial Belanda di wilayah kepulauan
Nusantara.
Raja
raja yang pernah menguasai Kerajaan Banten
Kerajaan Banten terletak di
Provinsi Banten yang berada di ujung barat pulau Jawa. Lalu siapa sajakah
raja-raja yang pernah berkuasa di Banten? Dari hasil penelusuran sumber sejarah Banten, admin menemukan berbagai versi raja-raja yang pernah berkuasa
di Banten. Mengapa berbeda-beda pendapat mengenai jumlah raja yang pernah
berkuasa di Kerajaan Banten?
Sejarah merupakan
peninggalan masa lalu yang kesemuanya hanya perkiraan berdasarkan penelitian
dan berbagai sumber sejarah seperti buku, benda peninggalan sejarah, prasasti
dan berbagai hal yang mendukung. Penulis sendiri tidak ingin membenarkan satu
dan menyalahkan yang lainnya. Karena kami hanya bermaksud memberikan sedikit
pengetahuan sejarah bahwa negeri ini dari zaman dahulu telah memiliki berbagai
kerajaan yang kaya akan budaya.
7 raja yang
pernah berkuasa di Banten
Di sini admin akan share
hanya 7 raja saja yang pernah berkuasa di Kerajaan Banten beserta sedikit
kisahnya. Mohon maaf jika ada yang kurang. Penulis akan sangat senang jika ada
rekan yang mungkin mengetahui lebih jelas tentang raja-raja di Banten.
1. Fatahilah
Fatahilah merupakan seorang
musafir Cina yang sebelumnya bernama Faletehan. Dia memperdalam ajaran agama
Islam di Kerajaan Demak. Pada mulanya daerah Banten dikuasai oleh Fatahillah,
kemudian pindah ke Cirebon karena putra penguasa Cirebon yaitu Pangeran
Pasarean wafat.
Kerajaan Banten diserahkan
kepada putra Fatahillah yang lain, yaitu Sultan Hasanudin. Fatahillah tetap
menekuni agama Islam dan mengundurkan diri ke Gunung Jati. Ia menjadi penyiar
agama Islam dan bergelar Sunan. Fatahillah wafat kemudian dikenal dengan
sebutan Sunan Gunung Jati.
Bagaimana kiprahnya baca
selengkapnya di artikel Kisah Faletehan, Sang Sunan Gunungjati
2. Sultan Hasanudin
Sultan Hasanudin adalah
raja pertama di Kerajaan Banten. Perjuangannya sangat gigih. Pada tahun 1568
Sultan Hasanudin mampu melepaskan diri dari kekuasaan Kerajaan Demak. Pada saat
itu di Demak terjadi perebutan kekuasaan setelah Sultan Trenggono wafat.
Wilayah kekuasaan Kerajaan Banten hingga ke Lampung. Banten menjadi pusat
penjualan dan perdagangan lada. Pada tahun 1570 Sultan Hasanudin wafat.
3. Syeh Maulana Yusuf
Ia merupakan putra Sultan
Hasanudin. Ketika menjadi raja dikenal dengan sebutan Panembahan Yusuf.
4. Maulana Muhammad
Maulana Muhammad merupakan
pengganti Panembahan Yusuf. Ia menjadi raja dengan gelar Kanjeng Ratu Banten. Maulana
Muhammad memperluas kerajaan Banten dengan menyerang Palembang. Dalam sejarah
diceritakan penyerangan ke Palembang dipimpin oleh Ki Gede Ing Suro.
Ki Gede Ing Suro adalah
seorang penyiar agama Islam yang berasal dari keturunan orang Surabaya yang telah
berhasil meletakkan dasar-dasar keislaman di Palembang. Dalam pertempuran
tersebut Sultan Banten gugur.
5. Abdulmufakhir
Abdulmufakhir merupakan
pengganti Maulana Muhammad yang telah gugur. Namun, karena usianya masih muda
belia maka ia didampingi oleh Pangeran Ranamenggala sebagai mangkubumi.
Pangeran Ranamenggala mengendalikan pemerintahan dari tahun 1608 sampai 1624.
Selama pemerintahan raja
tersebut Kerajaan Banten menjadi pusat perdagangan lada dan cengkih. Cournelis
de Houtman seorang pedagang Belanda berkunjung ke Banten tanggal 22 Juni 1596.
Selengkapnya silahkan baca
di artikel sejarah Belanda pertama kali tiba di Banten
tahun 1596
6. Sultan Ageng Tirtayasa
Sultan Ageng Tirtayasa
adalah raja Banten yang memerintah dari tahun 1651 sampai 1692. Pada masa ini
Banten semakin maju. Hasil pertanian melimpah. Penyiaran agama Islam semakin
pesat dengan ditunjang oleh ulama besar seperti Syekh Yusuf dari Sulawesi.
Kerajaan Banten menjalin
hubungan baik dengan negara luar negeri, seperti Turki dan Moghul. Meskipun
demikian, Sultan Ageng Tirtayasa tidak bersedia bekerja sama dengan belanda.
7. Sultan Abdulnasar Abdul-Kahar
Sultan Abdulnasar
Abdul-Kahar merupakan raja pengganti Sultan Ageng Tirtayasa. Sikap kerajaan ini
masih tetap tidak mau bekerja sama dengan Belanda. Namun, kekuasaan Belanda
semakin kuat di Banten. Akibatnya, kerajaan Banten menjadi runtuh. Peninggalan
Kerajaan Banten antara lain adalah Masjid Agung Banten dan sebuah meriam “Ki
Amuk”.
Tokoh sejarah yang terkenal
pada masa pemerintahan Kerajaan Banten adalah Fatahillah dan Panembahan Yusuf.
Fatahillah memimpin Banten sampai tahun 1522. Jasa fatahillah dalam merintis
Kesultanan Banten sangat besar. Ia berhasil mengusir pasukan Portugis dari
Sunda Kelapa hingga terdesak dan meninggalkan Sunda Kelapa.
Penembahan Yusuf dikenal
sebagai Maulana Yusuf. Ia memerintah Banten selama 10 tahun, dari tahun 1570
sampai 1580. Tahun 1579 ia menyerang Kerajaan Pajajaran. Pada masa
pemerintahannya Banten mengalami kemajuan.
Itulah sekilas tentang
tujuh raja yang pernah memerintah Banten dengan sekilas kisahnya. Semoga
menjadi catatan sejarah yang bermanfaat bagi sejarah nasional nusantara.
Kejayaan Kerajaan Banten
Kerajaan Banten mencapai kejayaan pada
masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682). Dimana, Banten membangun
armada dengan contoh Eropa serta memberi upah kepada pekerja Eropa. Namun,
Sultan Ageng Tirtayasa sangat menentang Belanda yang terbentuk dalam VOC dan berusaha
keluar dari tekanan VOC yang telah memblokade kapal dagang menuju Banten.
Selain itu, Banten juga melakukan monopoli Lada di Lampung yang menjadi
perantara perdagangan dengan negara-negara lain sehingga Banten menjadi wilayah
yang multi etnis dan perdagangannya berkembang dengan pesat.

Bentuk
pemerintahan
Kesultanan Banten
adalah sebuah kerajaan Islam yang pernah berdiri di
Tatar Pasundan, Provinsi Banten, Indonesia.
Berawal sekitar tahun 1526, ketika Kerajaan Demak memperluas pengaruhnya ke kawasan pesisir barat Pulau Jawa, dengan menaklukan beberapa kawasan pelabuhan kemudian menjadikannya
sebagai pangkalan militer serta kawasan perdagangan.
Maulana Hasanuddin, putera Sunan Gunung Jati[2] berperan dalam penaklukan tersebut. Setelah penaklukan
tersebut, Maulana Hasanuddin mendirikan benteng pertahanan yang dinamakan Surosowan, yang kemudian hari menjadi pusat pemerintahan setelah Banten menjadi
kesultanan yang berdiri sendiri.
Selama hampir 3 abad Kesultanan Banten
mampu bertahan bahkan mencapai kejayaan yang luar biasa, yang diwaktu bersamaan
penjajah dari Eropa telah berdatangan dan menanamkan pengaruhnya. Perang
saudara, dan persaingan dengan kekuatan global memperebutkan sumber daya maupun
perdagangan, serta ketergantungan akan persenjataan telah melemahkan hegemoni
Kesultanan Banten atas wilayahnya. Kekuatan politik Kesultanan Banten akhir
runtuh pada tahun 1813 setelah
sebelumnya Istana Surosowan sebagai simbol kekuasaan di Kota Intan dihancurkan,
dan pada masa-masa akhir pemerintanannya, para Sultan Banten tidak lebih dari
raja bawahan dari pemerintahan kolonial di Hindia Belanda.
Kehidupan
Politik, Ekonomi, & Sosial-Budaya
Kerajaan / Kesultanan Banten ~ Berdirinya kerajaan ini atas inisiatif Sunan Gunung Jati pada 1524,
setelah sebelumnya mengislamkan Cirebon. Awalnya, Banten merupakan bagian dari
wilayah Pajajaran yang Hindu, namun setelah Demak berhasil menghalau pasukan
Portugis di Batavia, Banten pun secara tak langsung berada di bawah kekuasaan
Demak. Semasa Sunan Gunung Jati, Banten masih termasuk kekuasaan Demak. Pada
tahun 1552, ia pulang ke Cirebon dan Banten diserahkan kepada anaknya, Maulana
Hasanuddin. Nah, pada kesempatan kali ini Zona Siswa akan mencoba
menghadirkan penjelasan mengenai Sejarah Kerajaan Banten dari segi politik,
ekonomi, dan sosial-budaya. Semoga bermanfaat. Check this out!!!
A. Kehidupan Politik
Sultan pertama Kerajaan Banten ini adalah Sultan
Hasanuddin yang memerintah tahun 1522-1570. Ia adalah putra Fatahillah, seorang
panglima tentara Demak yang pernah diutus oleh Sultan Trenggana menguasai
bandarbandar di Jawa Barat. Pada waktu Kerajaan Demak berkuasa, daerah Banten
merupakan bagian dari Kerajaan Demak. Namun setelah Kerajaan Demak mengalami
kemunduran, Banten akhirnya melepaskan diri dari pengaruh kekuasaan Demak.
Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis (1511)
membuat para pedagang muslim memindahkan jalur pelayarannya melalui Selat Sunda.
Pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin, Kerajaan Banten berkembang menjadi
pusat perdagangan. Hasanuddin memperluas kekuasaan Banten ke daerah penghasil
lada, Lampung di Sumatra Selatan yang sudah sejak lama mempunyai hubungan
dengan Jawa Barat. Dengan demikian, ia telah meletakkan dasar-dasar bagi
kemakmuran Banten sebagai pelabuhan lada. Pada tahun 1570, Sultan Hasanuddin
wafat.
Penguasa Banten selanjutnya adalah Maulana Yusuf (1570-1580), putra
Hasanuddin. Di bawah kekuasaannya Kerajaan Banten pada tahun 1579 berhasil
menaklukkan dan menguasai Kerajaan Pajajaran (Hindu). Akibatnya pendukung setia
Kerajaan Pajajaran menyingkir ke pedalaman, yaitu daerah Banten Selatan, mereka
dikenal dengan Suku Badui. Setelah Pajajaran ditaklukkan, konon kalangan elite
Sunda memeluk agama Islam.
Maulana Yusuf digantikan oleh Maulana Muhammad (1580-1596). Pada akhir
kekuasaannya, Maulana Muhammad menyerang Kesultanan Palembang. Dalam usaha
menaklukkan Palembang, Maulana Muhammad tewas dan selanjutnya putra mahkotanya
yang bernama Pangeran Ratu naik takhta. Ia bergelar Sultan Abul Mufakhir Mahmud
Abdul Kadir. Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaan pada masa putra Pangeran
Ratu yang bernama Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682). Ia sangat menentang
kekuasaan Belanda.Usaha untuk mengalahkan orang-orang Belanda yang telah
membentuk VOC serta menguasai pelabuhan Jayakarta yang dilakukan oleh Sultan
Ageng Tirtayasa mengalami kegagalan. Setelah pemerintahan Sultan Ageng
Tirtayasa, Banten mulai dikuasai oleh Belanda di bawah pemerintahan Sultan
Haji.
![]() |
Masjid Agung Banten ~
Salah satu peninggalan Kerajaan/Kesultanan Banten
|
B. Kehidupan Ekonomi
Banten
di bawah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa dapat berkembang menjadi bandar
perdagangan dan pusat penyebaran agama Islam. Adapun faktor-faktornya ialah:
(1) letaknya strategis dalam lalu lintas perdagangan; (2) jatuhnya Malaka ke
tangan Portugis, sehingga para pedagang Islam tidak lagi singgah di Malaka
namun langsung menuju Banten; (3) Banten mempunyai bahan ekspor penting yakni
lada.
Banten
yang menjadi maju banyak dikunjungi pedagang-pedagang dari Arab, Gujarat,
Persia, Turki, Cina dan sebagainya. Di kota dagang Banten segera terbentuk
perkampungan-perkampungan menurut asal bangsa itu, seperti orang-orang Arab
mendirikan Kampung Pakojan, orang Cina mendirikan Kampung Pacinan, orang-orang
Indonesia mendirikan Kampung Banda, Kampung Jawa dan sebagainya.
C. Kehidupan Sosial-budaya
Sejak
Banten di-Islamkan oleh Fatahilah (Faletehan) tahun 1527, kehidupan sosial
masyarakat secara berangsur- angsur mulai berlandaskan ajaran-ajaran Islam.
Setelah Banten berhasil mengalahkan Pajajaran, pengaruh Islam makin kuat di
daerah pedalaman. Pendukung kerajaan Pajajaran menyingkir ke pedalaman, yakni
ke daerah Banten Selatan, mereka dikenal sebagai Suku Badui. Kepercayaan mereka
disebut Pasundan Kawitan yang artinya Pasundan yang pertama. Mereka
mempertahankan tradisi-tradisi lama dan menolak pengaruh Islam
Kehidupan
sosial masyarakat Banten semasa Sultan Ageng Tirtayasa cukup baik, karena
sultan memerhatikan kehidupan dan kesejahteran rakyatnya. Namun setelah Sultan
Ageng Tirtayasa meninggal, dan adanya campur tangan Belanda dalam berbagai
kehidupan sosial masyarakat berubah merosot tajam. Seni budaya masyarakat
ditemukan pada bangunan Masjid Agung Banten (tumpang lima), dan bangunan
gapura-gapura di Kaibon Banten. Di samping itu juga bangunan istana yang
dibangun oleh Jan Lukas Cardeel, orang Belanda, pelarian dari Batavia yang
telah menganut agama Islam. Susunan istananya menyerupai istana raja di Eropa.
Semoga
penjelasan mengenai Sejarah Kerajaan
Banten di atas bisa menambah pengetahuan sobat sekalian tentang sejarah
yang ada di Indonensia dan semoga bermanfaat. Apabila ada suatu kesalahan baik
berupa penulisan maupun pembahasan, mohon kiranya kritik dan saran yang
membangun untuk kemajuan bersama. Jangan lupa like dan share juga ya
sobat. Terima kasih... ^^ Maju Terus Pendidikan Indonesia ^^
Peninggalan
Kota Kuno Banten
atau Banten Lama adalah situs yang
merupakan sisa kejayaan Kerajaan Banten.
Letaknya relatif tidak jauh dari kota Jakarta,
dapat ditempuh sekitar 2 jam dari Jakarta.
Di tempat ini terdapat banyak Situs peninggalan dari Kerajaan Banten, diantaranya, Istana
Surosoan, Masjid Agung Banten, Situs
Istana Kaibon, Benteng Spellwijk,
Danau Tasikardi, Meriam Ki Amuk, Pelabuhan
Karangantu, Vihara Avalokitesvara.
Sejak tahun 1995, Kota
Kuno Banten telah diusulkan ke UNESCO untuk dijadikan salah satu Situs Warisan Dunia.
Istana
Keraton Kaibon

Situs Istana Kaibon
Istana Kaibon adalah sebuah Istana tempat tinggal Ratu Aisyah, ibunda dari Sultan Syaifuddin. Bentuknya hanyalah tinggal Reruntuhan saja. Disampingnya ada sebuah Pohon besar
dan sebuah Kanal. Menurut penduduk sekitar, dulunya
ini adalah sebuah Istana yang sangat megah. Namun, Pada tahun 1832, Belanda menghancurkannya saat terjadi peperangan melawan Kerajaan Banten.
Istana Keraton Surosowan

Situs Keraton Surosoan
Tidak Jauh dari Istana Keraton Kaibon,
terdapat sebuah Situs Istana
Surosoan yang merupakan Kediaman para Sultan Banten, dari Sultan Maulana Hasanudin hingga Sultan Haji yang pernah berkuasa pada tahun 1672-1687, Istana
ini dibangun pada tahun 1552. Dibanding Istana Kaibon yang terlihat masih
berupa bangunan, Istana Surosoan, hanya tinggal berupa sisa-sisa bangunannya
saja. Sisa bangunan megah ini berupa Benteng yang terbuat dari batu merah dan batu karang dengan tinggi 0,5 – 2
meter. Ditengahnya terdapat kolam persegi empat. Konon, kolam tersebut adalah
bekas pemandian para putri termasuk Rara Denok. Dengan luas sekitar 4 hektare.
Bangunan sejarah ini dihancurkan oleh Belanda pada masa kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa tahun 1680.
Masjid Agung Banten


Masjid Agung Banten
Masjid Agung Banten terletak di
Kompleks bangunan masjid di Desa Banten Lama, Kecamatan Kasemen, sekitar 10 km sebelah utara Kota Serang. Masjid ini dibangun pertama kali oleh Sultan Maulana Hasanuddin (1552-1570), sultan pertama Kesultanan Demak. Ia adalah putra pertama Sunan Gunung Jati.
Salah satu kekhasan yang tampak dari
masjid ini adalah adalah atap bangunan utama yang bertumpuk lima, mirip pagoda China. Ini adalah karya arsitektur China yang
bernama Tjek Ban Tjut. Dua buah serambi yang dibangun
kemudian menjadi pelengkap di sisi utara dan selatan bangunan utama.
Di serambi kiri masjid ini terdapat
kompleks makam Sultan-sultan Banten dan keluarganya, yaitu Maulana Hasanuddin dengan Permaisurinya, Sultan Ageng Tirtayasa, dan Sultan Abu Nashr Abdul Kahhar atau Sultan Haji. Sementara di serambi kanan, terdapat makam Sultan Maulana Muhammad, Sultan Zainul Abidin, Sultan Abdul Fattah, Pangeran Aria, Sultan Mukhyi, Sultan Abdul Mufakhir, Sultan Zainul Arifin, Sultan Zainul Asikin, Sultan Syarifuddin, Ratu Salamah, Ratu Latifah, dan Ratu Masmudah.
Vihara Avalokitesvara
Vihara ini merupakan salah satu Vihara tertua di Indonesia. Keberadaan Vihara ini diyakini
merupakan bukti bahwa pada saat itu penganut Agama yang
berbeda dapat hidup berdampingan dengan damai tanpa Konflik yang berarti.
Kondisi di dalam Vihara ini sendiri
sejuk karena banyak pepohonan rindang dan terdapat tempat duduk yang nyaman
untuk beristirahat. Selasar koridor Vihara yang menghubungkan bangunan satu
dengan yang lainnya ini terdapat relief cerita hikayat Ular Putih, yang dilukis
dengan berwarna-warni sebagai elemen estetis.
Benteng Spellwijk

Benteng Spellwijk
Lokasi tidak jauh dari Masjid Agung Banten, benteng ini dibangun sekitar tahun 1585 (menurut
informasi lainnya tahun 1682). Dahulunya Benteng Spellwijk digunakan sebagai Menara Pemantau yang berhadapan langsung ke Selat Sunda dan sekaligus berfungsi sebagai penyimpanan meriam-meriam dan alat pertahanan lainnya. Di tempat ini juga terdapat
sebuah Terowongan yang katanya terhubung dengan Keraton
Surosowan.
Museum Kepurbakalaan Banten
Lama

Museum Kepurbakalaan Banten Lama
Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama
mempunyai luas tanah kurang lebih 10.000 m2 dan bangunan kurang lebih 778 m2.
Dibangun dengan gaya arsitektur tradisional Jawa Barat seperti yang terlihat
pada bentuk atapnya. Museum yang terletak antara Keraton Surosowan dan Masjid
Agung Banten Lama ini menyimpan banyak benda-benda purbakala. Dilihat dari
bentuk bangunannya Museum Situs Kepurbakalaan lebih mirip seperti sebuah rumah
yang kemudian dialihfungsikan menjadi museum.
Dari sekian banyak benda-benda
purbakala yang menjadi koleksinya, benda-benda tersebut dibagi menjadi 5
kelompok besar.
·
Arkeologika, benda-benda yang
digolongkan dalam kategori ini adalah Arca, Gerabah, Atap, Lesung Batu, dll.
·
Numismatika, koleksi bendanya berupa Mata Uang, baik Mata Uang lokal maupun Mata Uang asing yang dicetak oleh masyarakat Banten.
·
Etnografika, benda-benda koleksinya
berupa miniatur Rumah Adat Suku Baduy dan berbagai macam Senjata Tradisional dan juga senjata peninggalan Kolonial seperti Tombak, Keris, Golok, Meriam, Pistol, dll.
·
Keramologika, yaitu benda-benda koleksi
berupa macam-macam Keramik. Keramik yang tersimpan berasal dari berbagai tempat seperti Burma, Vietnam, China, Jepang, Timur Tengah dan Eropa. Tidak
ketinggaln pula keramik lokal asal Banten yang biasanya lebih dikenal dengan sebutan Gerabah dan biasanya gerabah ini digunakan sebagai alat-alat rumah tangga.
·
Seni rupa, yang termasuk didalamnya
adalah benda-benda seni seperti Lukisan atau Sketsa. Museum Situs Kepurbakalaan Banten
Lama ini menyimpan banyak koleksi lukisan tetapi hampir keseluruhannya adalah
lukisan hasil reproduksi.
Selain menyimpan benda-benda koleksi
kepurbakalaannya di dalam ruangan, terdapat dua Artefak yang disimpan di halaman Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama, yaitu
artefak Meriam Ki Amuk dan juga alat penggilingan Lada. Yang
paling terkenal adalah Meriam Ki Amuk, meriam yang terbuat dari tembaga dengan
tulisan arab yang panjangnya sekitar 2,5 meter ini merupakan bantuan dari
Ottoman Turki. Konon Meriam Ki Amuk memiliki kembaran yaitu Meriam Ki Jagur yang saat ini tersimpan di halaman belakang
Museum Fatahillah Jakarta. Sedangkan alat penggilingan lada yang terbuat dari batu padas yang
sangat keras telah hancur menjadi beberapa bagian. Pada zaman dahulu Banten
memang dikenal sebagai penghasil lada, itulah yang menyebabkan Belanda datang
ke Banten, salah satunya ingin menguasai produksi lada.
Tasik Kardi

Tasik Kardi
Danau ini terletak tidak jauh dari
Istana Kaibon, Konon, danau tersebut
luasnya 5 hektare dan bagian dasarnya dilapisi oleh batu bata, Pada masa itu danau ini dikenal dengan nama "Situ Kardi"
yang memiliki sistem ganda, selain sebagai penampung air di Ci Banten yang
digunakan sebagai pengairan persawahan,
danau ini juga dimanfaatkan sebagai pasokan air bagi
keluarga keraton dan masyarakat sekitarnya. Air dialirkan dari pipa-pipa yang
terbuat dari terakota berdiameter 2-40 cm. Sebelum
digunakan air danau harus disaring dan diendapkan di penyaringan khusus yang
dikenal dengan Pengindelan Abang atau
Penyaringan Merah, Pengindelan Putih atau Penyeringan Putih, dan Pengeindelan Emas atau Penyaringan Emas.
Kemunduran Kerajaan Banten
Kerajaan Banten mengalami kemunduruan
berawal dari perselisihan antara Sultan Ageng dengan putranya, Sultan Haji atas
dasar perebutan kekuasaan. Situasi ini dimanfaatkan oleh VOC dengan memihak
kepada Sultan Haji. Kemudian Sultan Ageng bersama dua putranya yang lain
bernama Pangeran Purbaya dan Syekh Yusuf terpaksa mundur dan pergi ke arah
pedalaman Sunda. Namun, pada 14 Maret 1683 Sultan Ageng berhasil ditangkap dan
ditahan di Batavia. Dilanjutkan pada 14 Desember 1683, Syekh Yusuf juga
berhasil ditawan oleh VOC dan Pangeran purbaya akhirnya menyerahkan diri.
Atas kemenangannya itu, Sultan Haji memberikan balasan kepada VOC berupa penyerahan Lampung pada tahun 1682. Kemudian pada 22 Agustus 1682 terdapat surat perjanjian bahwa Hak monopoli perdagangan lada Lampung jatuh ketangan VOC. Sultan Haji meninggal pada tahun 1687. Setelah itu, VOC menguasai Banten sehingga pengangkatan Sultan Banten harus mendapat persetujuan Gubernur Jendral Hindian Belanda di Batavia.
Terpilihlah Sultan Abu Fadhl Muhammad Yahya sebagai pengganti Sultan Haji kemudian digantikan oleh Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul Aabidin. Pada tahun 1808-1810, Gubernur Hindia Jenderal Belanda menyerang Banten pada masa pemerintahan Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin.
Penyerangan tersebut akibat Sultan menolak permintaan Hindia Belanda untuk memindahkan ibu kota Banten ke Anyer. Pada akhirnya, tahun 1813 Banten telah runtuh ditangan Inggris.
Atas kemenangannya itu, Sultan Haji memberikan balasan kepada VOC berupa penyerahan Lampung pada tahun 1682. Kemudian pada 22 Agustus 1682 terdapat surat perjanjian bahwa Hak monopoli perdagangan lada Lampung jatuh ketangan VOC. Sultan Haji meninggal pada tahun 1687. Setelah itu, VOC menguasai Banten sehingga pengangkatan Sultan Banten harus mendapat persetujuan Gubernur Jendral Hindian Belanda di Batavia.
Terpilihlah Sultan Abu Fadhl Muhammad Yahya sebagai pengganti Sultan Haji kemudian digantikan oleh Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul Aabidin. Pada tahun 1808-1810, Gubernur Hindia Jenderal Belanda menyerang Banten pada masa pemerintahan Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin.
Penyerangan tersebut akibat Sultan menolak permintaan Hindia Belanda untuk memindahkan ibu kota Banten ke Anyer. Pada akhirnya, tahun 1813 Banten telah runtuh ditangan Inggris.
KERAJAAN CIREBON
SEJARAH
KERAJAAN CIREBON
Letak Kerajaan Cirebon Semula Cirebon
termasuk dalam daerah kekuasaan kerajaan Sunda Pajajaran, bahkan menjadi salah
satu kota pelabuhan kerajaan tersebut.
Awal Mula Berdirinya Kerajaan Cirebon
Pada tahun 1302 cirebon mempunyai 3 daerah otonom di bawah kekuasaan kerajaan
Pajajaran yang masing-masing di kuasai oleh seorang Mangkubumi . 3 daerah
otonom itu adalah Singapura atau Mertasinga yang dikepalai oleh Mangkubumi
Singapura.Daerah Pesambangan yang dikepalai oleh Ki Ageng Jumajan Jati.
Dan Daerah Japura yang dikepalai oleh
Ki Ageng Japura.Ketiga daerah otonom tersebut masing-masing mengirimkan upeti
setiap tahunnya kepada kerajaan Pajajaran (. Semula Cirebon termasuk dalam
daerah kekuasaan kerajaan Sunda Pajajaran, bahkan menjadi salah satu kota
pelabuhan kerajaan tersebut. Sekitar tahun 1513 cirebon ini tidak lagi dibawah
kekuasaan Kerajaan Pajajaran, namun sudah di beritakan masuk ke dalam daerah
jawa di bawah kekuasaan Kerajaan Demak. Saat itu Cirebon di kuasai oleh Lebe
Usa Syarif Hidayatullah atau yang sering di kenal dengan Sunan Gunung Jati
telah datang di Cirebon pada tahun 1470. Syarif Hidayatullah datang untuk
mengajarka agama Islam.Syarif Hidayatullah mengajarkan agama Islam di Gunung
Sembung.Syarif Hidayatullah adalah putra dari wanita asal Galuh, Caruban.Wanita
tersebut adalah NhayLara Santang yaitu adik dari Pangeran Cakrabuana pemimpin
Cirebon. Syarih Hidayatullah Mengajarkan agama islam ditemanni dengan uaknya
Haji Abdullah Iman dan pangeran Cakrabumi atau pangeran Cakrabuana. Haji
Abdullah Iman dan Pangeran Cakrabuana sudah lebih dahulu berada atau tinggal di
Cirebon.Syarif Hidayatullah menikah dengan Pakung Wati.Pakung Wati adalah putri
dari Uaknya.Syarif Hidayatullah menggantikan mertuanya sebagai penguasa Cirebon
pada tahun 1479.Setelah menikah dan menjadi penguasa Cirebon, Syarif
Hidayatullah membangun atau mendirikan sebuah kraton. Karaton itu diberi nama
Kraton Pakung Wati. Kraton Pakung Wati terletak disebalah timur Kraton Sultan
Kesepuluhan sekarang ini.Syarif Hidayatullah ini terkenak dengan Gelar
Gusuhunan Jati atau sering dikenal dengan Sunan Gunungjati.Syarif Hidayatullah
menjadi saleh seorang dari Wali Sanga. Syarif Hidayatullah mendapat Julukan
Pandita Ratu sejak ia berfungsi sebagai penyebar Agama Islam di tanah Sunda dan
Sebagai Kepala Pemerintahan. Semenjak Syarif Hidayatullah menjadi penguasa di
Cirebon, Cirebon menghentikan upeti ke pusat Kerajaan Pajajaran di
pangkuan.Sejak saat itulah Cirebon menjadi Kerajaan yang dikepalai oleh Syarif
Hidayatullah.
b.
Nama-nama raja/silsilah raja
SILSILAH PARA SULTAN KANOMAN
1. Sunan Gunung Jati Syech
Hidayahtullah
2. Panembahan Pasarean Muhammad Tajul
Arifin
3. Panembahan Sedang Kemuning
4. Panembahan Ratu Cirebon
5. Panembahan Mande Gayem
6. Panembahan Girilaya
Para Sultan :
1. Sultan Kanoman I (Sultan Badridin)
2. Sultan Kanoman II ( Sultan
Muhamamad Chadirudin)
3. Sultan Kanoman III (Sultan
Muhamamad Alimudin)
4. Sultan Kanoman IV (Sultan Muhamamad
Chadirudin)
5. Sultan Kanoman V (Sultan Muhamamad
Imammudin)
6. Sultan Kanoman VI (Sultan Muhamamad
Kamaroedin I)
7. Sultan Kanoman VII (Sultan
Muhamamad Kamaroedin )
8. Sultan Kanoman VIII (Sultan
Muhamamad Dulkarnaen)
9. Sultan Kanoman IX (Sultan Muhamamad
Nurbuat)
10. Sultan Kanoman X (Sultan Muhamamad
Nurus)
11. Sultan Kanoman XI (Sultan
Muhamamad Jalalludin)
SILSILAH SULTAN KASEPUHAN CIREBON
1. Pangeran Pasarean
2. Pangeran Dipati Carbon
3. Panembahan Ratu
4. Pangeran Dipati Carbon
5. Panembahan Girilaya
6. Sultan Raja Syamsudin
7. Sultan Raja Tajularipin Jamaludin
8. Sultan Sepuh Raja Jaenudin
9. Sultan Sepuh Raja Suna Moh Jaenudin
10. Sultan Sepuh Safidin Matangaji
11. Sultan Sepuh Hasanudin
12. Sultan Sepuh I
13. Sultan Sepuh Raja Samsudin I
14. Sultan Sepuh Raja Samsudin II
15. Sultan Sepuh Raja Ningrat
16. Sultan Sepuh Jamaludin Aluda
17. Sultan Sepuh Raja Rajaningrat
18. Sultan Pangeran Raja Adipati H.
Maulana Pakuningrat, SH19. Sultan Pangeran Raja Adipati Arif Natadiningrat
SILSILAH SULTAN KERATON KECERIBONAN
1. Pangeran Pasarean
2. Pangeran Dipati Carbon
3. Panembahan Ratu Pangeran Dipati
Anom Carbon
4. Pangeran Dipati Anom Carbon
5. Panembahan Girilaya
6. Sultan Moh Badridini Kanoman
7. Sultan Anom Raja Mandurareja
Kanoman
8. Sultan Anom Alimudin
9. Sultan Anom Moh Kaerudin
10. Sultan Carbon Kaeribonan
11. Pangeran Raja Madenda
12. Pangeran Raja Denda Wijaya
13. Pangeran Raharja Madenda
14. Pangeran Raja Madenda
15. Pangeran Sidek Arjaningrat
16. Pangeran Harkat Nata Diningrat
17. Pangeran Moh Mulyono Ami
Natadiningrat
18. KGPH Abdulgani Nata Diningrat
Dekarangga
SILSILAH PANEMBAHAN CIREBON
1. Sunan Gunung Jati Syech
Hidayatullah
2. Panembahan Pasarean Muhammad Tajul
Arifin
3. Panembahan Sedang Kemuning
4. Panembahan Ratu Cirebon
5. Panembahan Mande Gayem
6. Panembahan Girilaya
7. Pangeran Wangsakerta (Panembahan
Cirebon I)
8. Panembahan Cirebon II (Syech Moch.
Abdullah)
9. Panembahan Cirebon III (Syech Moch.
Abdullah II)
10. Panembahan Syech Kalibata
11. Panembahan Syech Moch. Abdurrohman
12. Panembahan Syech Moch. Yusuf
13. Panembahan Moch. Abdullah
14. Panembahan Jaga Raksa
15. K.H Moch. Syafe’i
16. K.H Moch. Muskawi
17. H. Moch. Parma
18. H. Salimmudin
19. Hj. Siti Ruqoyah
c.
Masa kejayaan
Kerajaan Cirebon berada pada puncak
kejayaan ketika dipimpin oleh Syarif Hidayatullah.Syarif Hidayatullah putra
wanita asal Galuh-Caruban yaitu Nhay Lara Santang adik dari Pangeran
Cakrabuwana pemimpin Caruban yang menikah dengan Mauana Sultan Muhammad. Ketika
Syarif Hidayat berusia duapuluh tahun, ia pergi ke Makkah berguru kepada Syeh
Tajamudin Al ubri, di sini ia tinggal selama dua tahun, setelah tamat dari Syeh
Tajamudin kemudian Syarif Hidayat, meneruskan pelajaran kepada Syeh Ataillah
Syazalli, masih di Mekkah juga selama dua tahun. Ketika Cirebon mengalami
kejayaan pada masa Syarif Hidayatullah sudah tidak diragukan lagi, karena
pengalaman ilmu yang didapat sangat luar biasa.Itu dapat kita lihat dari beliau
mempunyai dua guru besar yang ada di Mekkah.Syarif hidayatullah juga pernah
belajar Tasawuf di Bagdad.Beliau di Bagdad beliau belajar tasawuf selam dua
tahun.Kemudian beliau kembali ke negerinya yaitu Oqnah Yutra.Kemudain beliau
memutuskan untuk pergi ke Jawa karena beliau ingin menjadi mubaligh di
Jawa.Dalam perjalanannya ke pulau Jawa Syarif Hidayatullah sempat singgah di
Gujarat.Setelah dari Gujarat, Srarif Hidayat singgal dan tinngal pula di
Samudera Pasai, sebuah tempat di Aceh yang pada masa itu sudah merupakan
Kerajaan Islam yang cukup besar karena sudah berdiri sejak 1296. Kemudian
Syarif Hidayatullah melanjutkan perjalannanya ke Banten, kemudian ke
Ampel..Setelah dari Ampel, kemudian beliau menuju Cirebon untuk menyiarkan
agama Islam atas perintah dari para wali. Disisi lain Syarif Hidayatullah
merupakan keponakan dari Pangeran Cakrabuwana pemimpin Caruban. mendirikan
pesantren di Cirebon menjadi hal yang mudah bagi Syarif Hidayatullah.
Diperkirakan pada suatu waktu ada beberapa orang dari Banten yang sengaja
datang ke Pasambangan menemui Syeh Jati (yang sudah dikenal di Banten karena
pernah tinggal di sini beberapa waktu lamanya setibanya dari Samudera Pasai),
dan mengajukan permohonan kepada Syeh jati untuk memberikan pelajaran Agama
Islam di Banten .Ketika berada di Banten, Syarif Hidayatullah diminta untuk
segera kembali ke Cirebon oleh Pangeran Cakrabuwana.Karena kehadiran dan
tenaganya sangat dibutuhkan di Cirebon. Ternyata Pangeran Cakranuwana sudah
lama mempunyai rencana dan ingin cepat merealisasikan rencananya itu untuk
menobatkan Syarif Hidayatullah sebagai penguasa di nagari Caruban menggantikan
dirinya .Penobatan Syarif Hidayatullah menjadi Tumenggung di Cirebon merupakan
era baru bagi Cirebon. Beliaulah yang mengganti nama Cirebon yang dulunya
adalah Caruban, dan diganti dengan Cerbon dan terus berkembang menjadi Cirebon.
Masa kejayaan kerajaan Cirebon di awali dari perkembangan Islam.Pada masa
Syarif hidayatullah Islam berkembang dengan pesat.Sudah tidak kaget lagi ketika
Islam mengalami perkembangan yang pesat.Memang tujuan utama Syarif Hidayatullah
ke pulau Jawa adalah menjadi mubaligh untuk menyiarkan Islam. Disisi lain gaya
komunikasi yang digunakan sehingga dapat membius pribumi Cirebon untuk masuk
Islam. Silsilah dari Syarif Hidayatullah juga yang dapat dengan mudah menjadi
keyakinan pribumi beliau, yaitu cucu dari Prabu Siliwangi.Kejayaan kerajaan
Cirebon tidak lepas dari campur tangan Pangeran Cakrabuwana.Menurut perkiraan
beberapa waktu sebelum penobatan, syarif Hidayatullah dengan Pangeran
Cakrabuwana telah membicarakan tentang berbagai konsep pembangunan negara serta
beberapa rencana operasional. Pada masa itu terjadi penyebaran Islam ke Banten
(sekitar 1525-1526) dengan penempatan putra Syarif Hidayatullah , yaitu Maulana
Hasanuddin, setelah meruntuhkan pemerintahan Pucuk Unum, penguasa kadipaten
dari kerajaan Sunda Pajajaran yang berkedudukan di Banten Girang. Setelah
Islam, pusat pemerintahan Maulana Hasanuddin terletak di Surowan dekat muara
Cibanten .Sudah jelas bahwa Syarif Hidayatullah memperluas wilayah dengan
penyerangan daerah-daerah kecil untuk menyabarkan Islam. Ini penting untuk
dilakukan supaya Islam dapat tersebar dengan cepat.Upaya ini juga untuk
mendapatkan pengaruh yang kuat dari wilayah-wilayah lain di Jawa bagian
barat.Pada suatu ketika Syarif Hidayatullah pergi ke Demak untuk membantu
membangun masjid Demak.Syarif Hidayatullah menyumbang tiang masjid yang
sekarang dikenal dengan Saka Guru.Ketika merujuk dari sumbangsi Syarif
Hidayatullah dalam pembangunan masjid Demak, ini merupakan salah satu strategi
dari Syarif Hidayatullah dalam melakukan hubungan abatar kerajaan.Karena pada
waktu itu di Demak juga berdiri kerajaan yang besar dibawah pimpinan Raaden
Patah.Hubungan ini dilakukan supaya eksistensi dari Cirebon dapat
terjaga.Ketika berada di Demak dan juga para wali berkumpul, mungkin Syarif
Hidayatullah menyempatkan untuk membahas maslah-masalah kerajaan-kerajaan yang
masih belum terdapat agama Islam. Setibanya di Cirebon, Syarif Hidayatullah
mengadakan rapat yang menghasilkan kebijakan politik, sikap politik kerajaan
Cirebon terhadap kerajaan Pajajaran yaitu tidak bersedia lagi mengirim upeti
(bulubhekti) kepada Pajajaran yang disalurkan melalui Adipati Galuh. Tindakan
ini awalnya mendapat respon keras dari Prabu Siliwangi, akan tetapi kemudian
Prabu Siliwangi seakan-akan membiarkan keputusan yang diambil oleh Syarif
Hidayatullah. Karena Prabu Siliwangi menghindari perang saudara.Mungkin juga
dikarenakan hubungan antara Cirebon dengan Demak yang semakin erat.Sehingga
Prabu Siliwangi tidak dapat mengambil sikap keras. Sejak Syarif Hidayatullah
bandar Cirebon makin ramai baik untuk berhubungan laut antar Persi-Mesir dan
Arab, Cina, Campa dan lainnya .kepemimpina Syrif Hidayatullah yang juga seorang
wali berhasil mempercepat perkembangan Cirebon sebagai syiar Islam dan juga
perdagangan. Sunan Gunung Jati wafat pada tahun 1568 dan dimakamkan di Bukit
Sembung yang juga dikenal dengan makam Gunung Jati.Kemudian digantikan oleh
Panembahan Ratu putra Pangeran Suwarga.
d.
Peristiwa penting
Perpecahan Kesultanan Cirebon
Dengan kematian Panembahan Girilaya,
maka terjadi kekosongan penguasa. Pangeran Wangsakerta yg bertanggung jawab
atas pemerintahan di Cirebon selama ayahnya tak berada di tempat,khawatir atas
nasib kedua kakaknya. Kemudian ia pergi ke Banten untuk meminta bantuan Sultan
Ageng Tirtayasa [anak dari Pangeran Abu Maali yg tewas dlm Perang Pagarage],
beliau mengiyakan permohonan tersebut karena melihat peluang untuk memperbaiki
hubungan diplomatic Banten-Cirebon. Dengan bantuan Pemberontak Trunojoyo yg
disupport oleh Sultan Ageng Tirtayasa,kedua Pangeran tersebut berhasil
diselamatkan. Namun rupanya, Sultan Ageng Tirtayasa melihat ada keuntungan lain
dari bantuannya pada kerabatnya di Cirebon itu, maka ia mengangkat kedua
Pangeran yg ia selamatkan sebagai Sultan,Pangeran Mertawijaya sebagai Sultan
Kasepuhan & Pangeran Kertawijaya sebagai Sultan Kanoman,sedangkan Pangeran
Wangsakerta yg telah bekerja keras selama 10 tahun lebih hanya diberi jabatan
kecil, taktik pecah belah ini dilakukan untuk mencegah agar Cirebon tak
beraliansi lagi dengan Mataram.
Perpecahan I Kesultanan Cirebon [1677]
Pembagian pertama terhadap Kesultanan
Cirebon, dengan demikian terjadi pada masa penobatan tiga orang putra
Panembahan Girilaya, yaitu Sultan Sepuh, Sultan Anom, & Panembahan Cirebon
pada tahun 1677. Ini merupaken babak baru bagi keraton Cirebon, dimana
kesultanan terpecah menjadi tiga & masing-masing berkuasa & menurunkan
para sultan berikutnya.
Dengan demikian, para penguasa
Kesultanan Cirebon berikutnya adalah:
1.
Sultan Keraton Kasepuhan, Pangeran Martawijaya, dengan gelar Sultan Sepuh Abil
Makarimi Muhammad Samsudin [1677-1703]
2. Sultan
Kanoman, Pangeran Kartawijaya, dengan gelar Sultan Anom Abil Makarimi Muhammad
Badrudin [1677-1723]
3.
Pangeran Wangsakerta, sebagai Panembahan Cirebon dengan gelar Pangeran Abdul
Kamil Muhammad Nasarudin atau Panembahan Tohpati [1677-1713].
Perubahan gelar dari Panembahan
menjadi Sultan bagi dua putra tertua Pangeran Girilaya ini dilakukan oleh
Sultan Ageng Tirtayasa, karena keduanya dilantik menjadi Sultan Cirebon di
ibukota Banten.Sebagai sultan, mereka mempunyai wilayah kekuasaan penuh, rakyat,
& keraton masing-masing.Pangeran Wangsakerta tak diangkat menjadi sultan
melainkan hanya Panembahan.Ia tak memiliki wilayah kekuasaan atau keraton
sendiri, akan tetapi berdiri sebagai kaprabonan [paguron], yaitu tempat belajar
para intelektual keraton. Dalam tradisi kesultanan di Cirebon, suksesi
kekuasaan sejak tahun 1677 berlangsung sesuai dengan tradisi keraton, di mana
seorang sultan akan menurunkan takhtanya kepada anak laki-laki tertua dari
permaisurinya. Jika tak ada, akan dicari cucu atau cicitnya. Jika terpaksa,
maka orang lain yg bisa memangku jabatan itu sebagai pejabat sementara.
Perpecahan II Kesultanan Cirebon
[1807]
Suksesi para sultan selanjutnya pada
umumnya berjalan lancar, sampai pada masa pemerintahan Sultan Anom IV
[1798-1803], dimana terjadi perpecahan karena salah seorang putranya, yaitu
Pangeran Raja Kanoman, ingin memisahkan diri membangun kesultanan sendiri
dengan nama Kesultanan Kacirebonan. Kehendak Pangeran Raja Kanoman didukung
oleh pemerintah Kolonial Belanda dengan keluarnya besluit [Bahasa Belanda:
surat keputusan] Gubernur-Jendral Hindia Belanda yg mengangkat Pangeran Raja
Kanoman menjadi Sultan Carbon Kacirebonan tahun 1807 dengan pembatasan bahwa
putra & para penggantinya tak berhak atas gelar sultan, cukup dengan gelar
pangeran.
Sejak itu di Kesultanan Cirebon
bertambah satu penguasa lagi, yaitu Kesultanan Kacirebonan, pecahan dari
Kesultanan Kanoman. Sementara tahta Sultan Kanoman V jatuh pada putra Sultan
Anom IV yg lain bernama Sultan Anom Abusoleh Imamuddin [1803-1811].
Masa Kolonial Belanda di Cirebon
Sesudah
kejadian tersebut, pemerintah Kolonial Belanda pun semakin dlm ikut campur dlm
mengatur Cirebon, sehingga semakin surutlah peranan dari keraton-keraton
Kesultanan Cirebon di wilayah-wilayah kekuasaannya. Puncaknya terjadi pada
tahun-tahun 1906 & 1926, dimana kekuasaan pemerintahan Kesultanan Cirebon
secara resmi dihapuskan dengan disahkannya Gemeente Cheirebon [Kota Cirebon],
yg mencakup luas 1.100 Hektar, dengan penduduk sekitar 20.000 jiwa.Tahun 1942,
Kota Cirebon kembali diperluas menjadi 2.450 hektar.Pada masa kemerdekaan,
wilayah Kesultanan Cirebon menjadi bagian yg tak terpisahkan dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia.Secara umum, wilayah Kesultanan Cirebon tercakup
dlm Kota Cirebon & Kabupaten Cirebon, yg secara administratif masing-masing
dipimpin oleh
KERAJAAN GEL-GEL
I.)
Letak
Gelgel adalah nama sebuah desa yang terletak di
Kabupaten daerah tingkat II Klungkung. Dari Desa Samprangan, jaraknya tidak
begitu jauh, hanya 17 km menuju jurusan Timur. Letaknya tidak begitu jauh dari
pantai Selatan Bali dan di sebelah Timur mengalir Kali Unda yang airnya
bersumber dari lereng Gunung Agung yaitu mata air yang bernama Telaga Waja.
II.)
Sumber
Ada tiga hal yang dapat diamati pada proses
perpindahan dari ibu kota dari Samprangan ke Sweca pura (Gelgel). Pertama,
proses perpindahan tersebut berjalan secara lancar dan Agra Samprangan menerima
kenyataan bahwa ia tidak mendapat dukungan lagi dari pembesar kerajaan. Kedua,
perpindahan pusat pemerintahan ini lebih banyak dipertimbangkan atas dasar
kebijaksanaan dalam bidang politik. Ketiga, ada kemungkinan juga dipertimbangkan
latar belakang komunikasi dan transportasi.
III.) Sistem Pemerintahan
a.Struktur
Pemerintahan
Raja sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, dibantu
oleh raja kerajaan yang terdiri atas kaum bangsawan disebut dengan nama
bahunada atau tanda mantri. Para bahudanda atau pembesar kerajaan pada umumnya
diambil dari keluarga istana, kerabat kerajaan yang dianggap berjasa atau dalam
ikatan kekerabatan dengan raja. Hubungan antara raja dan rakyat diatur melalui
suatu birokrasi yang sudah merupakan suatu sistem pemerintahan tradisional. Di
dalam menjalankan tugas sehari-hari raja di dampingi oleh pendeta kerajaan yang
disebut Bhagawanta atau purohita.
Dari pendeta Ciwa dan Buddha yang berfungsi sebagai
penasehat raja dalam masalah-masalah keagamaan. Bhagawanta biasanya adalah
keturunan dari putra-putra Dang Hyang Nirartha yang termasuk keturunan Brahmana
Kemenuh yang diturunkan dari istri Dang Hyang Nirartha yang pertama yang
berasal dari Daha yang bernama Diah Komala.
b.Sistem Kepemimpinan
Golongan ksatria memegang pimpinan
di dalam pemerintahan. Hak golongan ksatria ini untuk memegang pemerintahan
dianggap sebagai karunia Tuhan, Brahmokta Widisastra memberikan keterangan
golongan ksatria lahir dari tugas khusus. Pekerjaan mereka hanya memerintah,
mengenal ilmu peperangan. Orang-orang yang memegang jabatan di bawah raja
merupakan keturunan para Arya yang menaklukkan kerajaan Bali kuna. Secara turun
temurun mereka memakai gelar "I Gusti" atau "Arya" seperti
Arya Kepakisan, I Gusti Kubon Tubuh, I Gusti Agung Widia, I Gusti Agung Kaler
Pranawa dan lain-lain.
Untuk mengatur dan mengendalikan segala kelakuan dan kehidupan masyarakat diperlukan adanya hukum. dalam masyarakat Majapahit berlaku hukum tertulis dalam sebuah buku yang bernama Manawa Dharma Sastra sedangkan di Bali dikenal buku yang berjudul Sang Hyang Agama.
Untuk mengatur dan mengendalikan segala kelakuan dan kehidupan masyarakat diperlukan adanya hukum. dalam masyarakat Majapahit berlaku hukum tertulis dalam sebuah buku yang bernama Manawa Dharma Sastra sedangkan di Bali dikenal buku yang berjudul Sang Hyang Agama.
c.Kehidupan Keagamaan
Pengaruh agama Hindu dalam kehidupan masyarakat Bali
sangat besar. Hampir semua aspek kehidupannya dipancari oleh ajaran-ajaran
agama Hindu sehingga kehidupan masyarakatnya dapat dikatakan bersifat keagamaan
atau sosial religious.
Kepercayaan agama Hindu yang terpenting adalah kepercayaan yang disebut Sradha (lima keyakinan pokok) yang mencakup :
Kepercayaan agama Hindu yang terpenting adalah kepercayaan yang disebut Sradha (lima keyakinan pokok) yang mencakup :
1. Percaya akan adanya satu Tuhan, Ida Sang Hyang Widhi,
Tuhan Yang Maha Esa, dalam bentuk konsep Tri Murti. Tri Murti mempunyai tiga
wujud atau manifestasi ialah : Brahma yang menciptakan, Wisnu memelihara dan
Siwa mempralina.
2. Percaya terhadap konsep atman (roh abadi).
3. Percaya terhadap punarbhawa (kelahiran kembali dari
jiwa).
4. Percaya terhadap hukum karmaphala (adanya buah dari
setiap perbuatan).
5. Percaya akan adanya moksa (kebebasan jiwa dari
lingkaran kelahiran kembali).
Pengaruh kepercayaan
dalam masyarakat juga amat besar. Salah satu wujud dari pengaruh ini tampak
dalam konsepsi dan aktifitas upacara yang muncul dalam frekwensi yang tinggi
dalam kehidupan masyarakat Bali, baik upacara yang dilaksanakan oleh kelompok
kerabat maupun oleh komunitas. Keseluruhan jenis upacara di Bali digolongkan ke
dalam lima macam yang disebut Panca yadnya, yaitu :
1. Dewa Yadnya, merupakan upacara-upacara pada putra
maupun Pura Keluarga, yang ditujukan kepada para Dewa sebagai manifestasi Hyang
Widhi.
2. Rsi Yadnya, merupakan upacara yang berhubungan
orang-orang suci yang berjasa dalam pembinaan agama Hindu.
3. Pitra Yadnya, merupakan upacara yang di tujukan kepada
roh-roh leluhur, meliputi upacara kematian sampai pada upacara penyucian roh
leluhur.
4. Bhuta Yadnya, meliputi upacara yang ditujukan kepada
bhuta kala yaitu roh-roh di sekitar manusia yang dapat mengganggu.
5. Manusa Yadnya, meliputi upacara daur hidup dari masa
kanak-kanak sampai dewasa.
d.Bidang
Pendidikan,Kesenian,Kesusatraan
Pendidikan
ketika ini mempunyai corak yang sesuai dengan masyarakat tradisional.
Pendidikan dilakukan oleh golongan elite atau inisiatif pribadi. Pendidikan
yang menonjol pada waktu itu adalah pendidikan keagamaan dan hal-hal yang
berhubungan dengan kehidupan kerajaan.
Orang-orang yang
memberikan pendidikan terdiri dari orang-orang Brahmana. Orang-orang yang
memberikan pelajaran disebut Sang Guru. Orang yang belajar disebut
"sisya". Dalam proses belajar di sebut "aguru" sedangkan
proses memberikan pelajaran disebut "asisia". Sebagai seorang sisya
harus mentaati peraturan-peraturan yang ketat.
Sejak runtuhnya kerajaan Majapahit (1523 M) banyak warganya mengungsi ke Bali dengan memindahkan segala yang dapat di bawa, termasuk seni dan budaya dengan seni tarinya. Kemudian seni tari ini berkembang dengan suburnya terutama zaman keemasan pemerintahan Dalem Batur Enggong (1460-1550). Hal in disebabkan raja menaruh perhatian besar dan memberikan pengayoman terhadap perkembangan kesenian khususnya seni tari di samping pemerintahan yang aman dan tentram.
Dalam masa Pemerintahan Dalem Batur Enggong di Bali, naskah-naskah lontar banyak dibawa dari Jawa ke Bali. Kalau kiranya yang demikian tidak terjadi, maka tidak akan banyak lagi yang tinggal dari kesusastraan Jawa Kuna. Kebanyakan naskah lama kedapatan di Bali karena di Jawa naskah Kuna kurang mendapat perhatian lagi karena masuknya Islam.
Sejak runtuhnya kerajaan Majapahit (1523 M) banyak warganya mengungsi ke Bali dengan memindahkan segala yang dapat di bawa, termasuk seni dan budaya dengan seni tarinya. Kemudian seni tari ini berkembang dengan suburnya terutama zaman keemasan pemerintahan Dalem Batur Enggong (1460-1550). Hal in disebabkan raja menaruh perhatian besar dan memberikan pengayoman terhadap perkembangan kesenian khususnya seni tari di samping pemerintahan yang aman dan tentram.
Dalam masa Pemerintahan Dalem Batur Enggong di Bali, naskah-naskah lontar banyak dibawa dari Jawa ke Bali. Kalau kiranya yang demikian tidak terjadi, maka tidak akan banyak lagi yang tinggal dari kesusastraan Jawa Kuna. Kebanyakan naskah lama kedapatan di Bali karena di Jawa naskah Kuna kurang mendapat perhatian lagi karena masuknya Islam.
Setelah Dalem Batur Enggong wafat
digantikan oleh Dalem Sagening dari tahun 1380-1665 M. Pada masa ini muncul
Pujangga, Pangeran Telaga di mana tahun 1582 mengarang : 1. Amurwatembang, 2.
Rangga Wuni, 3. Amerthamasa, 4. Gigateken, 5. Patal, 6. Sahawaji, 7.
Rarengtaman, 8. Rarakedura, 9. Kebo Dungkul, 10. Tepas dan 11. Kakansen.
Sedangkan Kyai Pande Bhasa mengarang : Cita Nathamarta, Rakkriyan Manguri
mengarang : Arjunapralabdha, Pandya Agra Wetan mengarang : Bali Sanghara.
Pura-pura yang dibangun atas petunjuk Dang Hyang Dwijendra adalah :
Pura-pura yang dibangun atas petunjuk Dang Hyang Dwijendra adalah :
1. Pura Purancak di Jembrana,
2. Pura Rambut Siwi di dekat desa Yeh Embang dibangun
kembali atas petunjuk beliau dan di sana disimpan potongan rambut Dang Hyang
Dwijendra,
3. Pura Pakendungan di desa Braban Tabanan, di sini
disimpan keris beliau.
4. Pura Sakti Mundeh dekat desa Kaba-kaba Tabanan.
5. Pura Petitenget di pantai laut dekat desa Kerobokan
(Badung) di sini disimpan pecanangan (kotak tempat sirih) dan
6. Pura Dalem Gandhamayu yang terletak di desa Kamasan
(Klungkung) di tempat itu beliau menemukan bau harum sebagai isyarat dari Hyang
widhi.
IV.) Raja Raja GELGEL
1.Dalem
Ketut Ngulesir (1320-1400 M)
Merupakan raja pertama dari periode Gelgel yang
berkuasa selama lebih kurang 20 tahun (tahun 1320-1400). Ada beberapa yang
dapat diamati selama masa pemerintahan raja Gelgel pertama, raja dikatakan
berparas sangat tampan ibarat Sanghyang Semara, serta memerintah dengan
bijaksana dan selalu berpegang pada Asta Brata.
Dalem Ktut Ngulesir adalah seorang raja yang adil, suka memberi penghargaan kepada orang yang berbuat baik, serta tidak segan-segan menghukum mereka yang berbuat salah. Baginda menganugrahkan suatu predikat tanda penghargaan wangsa "Sanghyang" dengan sebutan "Sang" kepada masyarakat desa Pandak, di mana mereka bermukim dahulu.
Pada masa pemerintahan prabhu Hayam Wuruk yang mengadakan upacara Cradha dan rapat besar, dihadiri pula oleh Dalem Ktut Ngulesir beserta semua raja-raja di kawasan Nusantara. Kehadiran dengan tata kebesaran itu menimbulkan kekaguman para raja yang lain serta masyarakat yang menyaksikan. Beliau disertai oleh Patih Agung, Arya Patandakan, dan Kyai Klapodyana (Gusti Kubon Tubuh).
Dalem Ktut Ngulesir adalah seorang raja yang adil, suka memberi penghargaan kepada orang yang berbuat baik, serta tidak segan-segan menghukum mereka yang berbuat salah. Baginda menganugrahkan suatu predikat tanda penghargaan wangsa "Sanghyang" dengan sebutan "Sang" kepada masyarakat desa Pandak, di mana mereka bermukim dahulu.
Pada masa pemerintahan prabhu Hayam Wuruk yang mengadakan upacara Cradha dan rapat besar, dihadiri pula oleh Dalem Ktut Ngulesir beserta semua raja-raja di kawasan Nusantara. Kehadiran dengan tata kebesaran itu menimbulkan kekaguman para raja yang lain serta masyarakat yang menyaksikan. Beliau disertai oleh Patih Agung, Arya Patandakan, dan Kyai Klapodyana (Gusti Kubon Tubuh).
2.Dalem Batur Enggong
(1460)
Dalem Batur Enggong memerintah mulai tahun
1460 M dengan gelar Dalem Batur Enggong Kresna Kepakisan, dalam keadaan negara
yang stabil. Hal ini telah ditanamkan oleh almarhum Dalem Ktut Ngulesir, para
mentri dan pejabat-pejabat lainnya demi untuk kepentingan kerajaan.
Dalem dapat mengembangkan kemajuan kerajaan dengan pesat, dalam bidang pemerintahan, sosial politik, kebudayaan, hingga mencapai zaman keemasannya. Jatuhnya Majapahit tahun 1520 M tidak membawa pengaruh negatif pada perkembangan Gelgel, bahkan sebaliknya sebagai suatu spirit untuk lebih maju sebagai kerajaan yang merdeka dan berdaulat utuh. Beliau adalah satu-satunya raja terbesar dari dinasti Kepakisan yang berkuasa di Bali, yang mempunyai sifat-sifat adil, bijaksana.
Dalem dapat mengembangkan kemajuan kerajaan dengan pesat, dalam bidang pemerintahan, sosial politik, kebudayaan, hingga mencapai zaman keemasannya. Jatuhnya Majapahit tahun 1520 M tidak membawa pengaruh negatif pada perkembangan Gelgel, bahkan sebaliknya sebagai suatu spirit untuk lebih maju sebagai kerajaan yang merdeka dan berdaulat utuh. Beliau adalah satu-satunya raja terbesar dari dinasti Kepakisan yang berkuasa di Bali, yang mempunyai sifat-sifat adil, bijaksana.
3.Dalem Bekung
Setelah wafatnya Dalem Watur Enggong, maka
menurut tradisi yang berlaku, baginda digantikan oleh putra sulungnya yaitu I
Dewa Pemayun, yang selanjutnya disebut Dalem Bekung. Karena umurnya belum
dewasa, maka pemerintahannya dibantu oleh para paman dan Patih Agung. Para
paman yang membantu adalah : I Dewa Gedong Artha, I Dewa Nusa, I Dewa
Pagedangan,Dewa
Anggungan dan I Dewa Bangli. Kelima orang itu adalah putra I Dewa Tegal
Besung saudara sepupu Dalem Waturenggong.
4.Dalem Sagening
Dalem Sagening dinobatkan menjadi raja pada tahun 1580 M. Menggantikan
Dalem Bekung dalam suasana yang amat menyedihkan, dan Dalem Sagening seorang
raja yang amat bijaksana, cerdas, berani, berwibawa maka dalam waktu yang
singkat keamanan kerajaan Gelgel pulih kembali. Sebagai Patih Agung adalah
Kryan Agung Widia putra pangeran Manginte, sedangkan adiknya Kryan Di Ler
Prenawa diberikan kedudukan Demung.
Dalem Sagening menetapkan putra-putra baginda di daerah-daerah tertentu,
dengan jabatan sebagai anglurah antara lain :
1. I Dewa Anom Pemahyun, ditempatkan di desa Sidemen (Singarsa) dengan jabatan Anglurah pada tahun
1. I Dewa Anom Pemahyun, ditempatkan di desa Sidemen (Singarsa) dengan jabatan Anglurah pada tahun
1541 M, dengan patih
I Gusti Ngurah Sidemen Dimade dengan batas wilayah di sebelah timur sungai Unda
sampai sungai Gangga, dan batas wilayah di sebelah utara sampai dengan Ponjok
Batu.
2. I Dewa Manggis Kuning,( I Dewa Anom Manggis), beribu seorang ksatria dari Manggis, atas permohonan I Gusti Tegeh Kori dijadikan penguasa di daerah Badung. Namun karena sesuatu peristiwa beliau terpaksa meninggalkan daerah Badung, pindah ke daerah Gianyar.
3. Kyai Barak Panji, beribu dari Ni Pasek Panji, atas perintah Dalem di tempatkan di Den Bukit sebagai penguasa di daerah itu, dibantu oleh keturunan Kyai Ularan. Dia sebagai pendiri kerajaan Buleleng yang kemudian bernama I Gusti Panji Sakti.
2. I Dewa Manggis Kuning,( I Dewa Anom Manggis), beribu seorang ksatria dari Manggis, atas permohonan I Gusti Tegeh Kori dijadikan penguasa di daerah Badung. Namun karena sesuatu peristiwa beliau terpaksa meninggalkan daerah Badung, pindah ke daerah Gianyar.
3. Kyai Barak Panji, beribu dari Ni Pasek Panji, atas perintah Dalem di tempatkan di Den Bukit sebagai penguasa di daerah itu, dibantu oleh keturunan Kyai Ularan. Dia sebagai pendiri kerajaan Buleleng yang kemudian bernama I Gusti Panji Sakti.
Dalem Anom Pemahyun
Setelah Dalem Sagening wafat pada tahun 1665, maka I Dewa Anom Pemahyun dinobatkan menjadi Raja dengan gelar Dalem Anom Pemahyun. Dalam menata pemerintahan Dalem belajar dari sejarah dan pengalaman. Karena itu secara progresif dia mengadakan pergantian para pejabat yang kurang diyakini ketulusan pengabdiannya.
Setelah Dalem Sagening wafat pada tahun 1665, maka I Dewa Anom Pemahyun dinobatkan menjadi Raja dengan gelar Dalem Anom Pemahyun. Dalam menata pemerintahan Dalem belajar dari sejarah dan pengalaman. Karena itu secara progresif dia mengadakan pergantian para pejabat yang kurang diyakini ketulusan pengabdiannya.
5.Dalem Dimade
Setelah Dalem Anom
Pemahyun meninggalkan istana Gelgel, maka I Dewa Dimade dinobatkan menjadi
susuhunan kerajaan Bali dengan gelar Dalem Dimade 1665-1686, seorang raja yang
sabar, bijaksana dalam mengemban tugas, cakap memikat hati rakyat. Patih Agung
adalah Kyai Agung Dimade (Kryan Agung Maruti) berkemauan keras dan bercita-cita
tinggi. Kyai Agung Dimade adalah anak angkat I Gusti Agung Kedung. Sebagai
demung diangkat Kryan Kaler Pacekan dan Tumenggung adalah Kryan Bebelod.
6.Kryan
Agung Maruti
Kebesaran kerajaan Gelgel yang pernah dicapai
kini hanya tinggal kenang-kenangan di dalam sejarah. Setelah Dalem Dimade
meninggalkan istana Gelgel tahun 1686 M maka kekuasaan di pegang oleh Kryan
Agung Maruti sebagai raja Gelgel. Namun Bali tidak lagi merupakan kesatuan di
bawah kekuasaan Gelgel, malainkan Bali mengalami perpecahan di antara para
pemimpin, kemudian mucul kerajaan-kerajaan kecil yang berdaulat, sehingga
daerah kekuasaan Kryan Maruti tidak seluas daerah kekuasaan kerajaan Gelgel
yang dahulu.
V.)Runtuhnya
Kerajaan Gelgel
Bali tidak dapat lepas dari kejayaan masa
lalu. Kerajaan Gelgel adalah satu diantaranya. Masa keemasan Bali pada masa
pemerintahan Raja Dalem Waturenggong tidak dapat dipandang sebelah mata.
Sosiokultural masyarakat Bali saat ini merupakan salah satu warisannya.
VI.) Peninggalan
Berikut beberapa
peninggalan Kerajaan Gelgel :
1. Pura Segening
Gelgel
2. Kertha Gosa
Kertagosa adalah kompleks bangunan kuno yang didirikan pada masa pemerintahan Raja Klungkung pertama, Dewa Agung Jambe, pada abad ke-17. Dewa Agung Jambe adalah putera ke-2 dari Dalem Dimade, raja terakhir di kerajaan Gelgel yang juga disebut Suweca Pura.
Setelah Dewa Agung menjadi raja Klungkung, maka dia membuat istana (puri) Klungkung yang diberi nama Semara Pura yang memunyai makna “tempat cinta kasih dan keindahan”. Di puri inilah terdapat kompleks Kertagosa yang terdiri dari dua bangunan pokok, yaitu bangunan Taman Gili dan bangunan Kertagosa.
Bangunan Kertagosa pada zaman dahulu mempunyai beberapa fungsi, di antaranya adalah: (1) sebagai tempat persidangan yang dipimpin oleh raja sebagai hakim tertinggi; (2) sebagai tempat pertemuan bagi raja-raja yang ada di Bali; dan (3) sebagai tempat melaksanakan upacara Manusa Yadnya atau potong gigi (mepandes) bagi putera-puteri raja.
Kertagosa adalah kompleks bangunan kuno yang didirikan pada masa pemerintahan Raja Klungkung pertama, Dewa Agung Jambe, pada abad ke-17. Dewa Agung Jambe adalah putera ke-2 dari Dalem Dimade, raja terakhir di kerajaan Gelgel yang juga disebut Suweca Pura.
Setelah Dewa Agung menjadi raja Klungkung, maka dia membuat istana (puri) Klungkung yang diberi nama Semara Pura yang memunyai makna “tempat cinta kasih dan keindahan”. Di puri inilah terdapat kompleks Kertagosa yang terdiri dari dua bangunan pokok, yaitu bangunan Taman Gili dan bangunan Kertagosa.
Bangunan Kertagosa pada zaman dahulu mempunyai beberapa fungsi, di antaranya adalah: (1) sebagai tempat persidangan yang dipimpin oleh raja sebagai hakim tertinggi; (2) sebagai tempat pertemuan bagi raja-raja yang ada di Bali; dan (3) sebagai tempat melaksanakan upacara Manusa Yadnya atau potong gigi (mepandes) bagi putera-puteri raja.
Pada masa
pemerintahan Raja Dewa Agung Putra Djambe Belanda melakukan penyerangan secara
besar-besaran (selama tiga hari). Penyerangan itu mengakibatkan Puri Semara
Pura hancur. Hanya ada beberapa bangunan yang tersisa antara lain bangunan
Kertagosa, Taman Gili dan Pemedal Agung (pintu gerbang Puri). Dalam penyerangan
yang kemudian dikenal sebagai “Persitiwa Puputan Klungkung” ini (28 April 1908)
Dewa Agung Putra Djambe dan para pengikutnya gugur.
Setelah dikuasai oleh
Belanda, Kertagosa tetap difungsikan sebagai balai sidang pengadilan. Pada
tahun 1930 lukisan wayang yang terdapat di Kertagosa dan Taman Gili direstorasi
oleh para seniman lukis dari Kamasan. Dalam restorasi tersebut, lukisan yang
menghiasi langit-langit bangunan yang semula terbuat dari kain dan parba
diganti dan dibuat di atas eternit, lalu dibuat lagi sesuai dengan gambar
aslinya. Restorasi lukisan terakhir dilakukan pada tahun 1960.
Struktur Bangunan
Bangunan Kertagosa
dan Taman Gili terdiri atas dua lantai.. Atap bangunan terbuat dari ijuk dan
dilengkapi dengan undak (tangga naik). Atap tersebut diberi tambahan yang
berupa hiasan patung dan relief (mengelilingi bangunan). Di samping itu pada
langit-langit (plafon) diberi tambahan hiasan berupa lukisan tradisional
bermotif wayang yang dilukis dengan gaya Kamasan. Lukisan yang ada di
langit-langit bangunan Taman Gili berisi tentang cerita Sutasoma, Pan Brayut
dan Palalintangan. Sedangkan, pada langit-langit bangunan Kertagosa lukisannya
mengambil cerita Ni Dyah Tantri, Bima Swarga, Adi Parwa dan Pelelindon. Tema
pokok dari cerita-cerita itu adalah parwa, yaitu Swaragaronkanaparwa yang
memberi petunjuk hukum kerpa pahala (akibat dari baik-buruknya perbuatan yang
dilakukan manusia selama hidupnya) serta penitisan kembali ke dunia karena
perbuatan dan dosa-dosanya.
3.
Pura Dasar Bhuana
Pura Dasar Bhuana di Desa
Gelgel, Klungkung merupakan salah satu peninggalan sejarah Klungkung yang
notabenesebagai pusat kerajaan di Bali.Selain sebagai satu-satunya pura dasar
yang ada di Bali, pura ini juga memiliki keunikan dan fungsi khusus.
Pura Dasar Bhuana terletak
di Desa Gelgel, Klungkung. Dari Denpasar, berjarak sekitar 42 kilometer. Pura
ini berdiri di atas lahan yang cukup luas.Berdiri megah dan tampak asri di
pinggir jalan utama Gelgel-Jumpai.Sebagimana umumnya Pura-pura di Bali, Pura
Dasar Bhuana memiliki tiga mandala yaitu Nista Mandala, Madya Mandala dan Utama
Mandala.
Pura Dasar Bhuana dibangun
Mpu Dwijaksara dari Kerajaan Wilwatikta (Kerajaan Majapahit) pada tahun Caka
1189 atau tahun 1267 Masehi.Pura ini merupakan salah satu Dang Kahyangan Jagat
di Bali.Pada masa Kerajaan Majapahit, Pura Dang Kahyangan dibangun untuk
menghormati jasa-jasa pandita (guru suci).Pura Dang Kahyangan dikelompokkan
berdasarkan sejarah.Di mana, pura yang dikenal sebagai tempat pemujaan di masa
kerajaan di Bali, dimasukkan ke dalam kelompok Pura Dang Kahyangan
Jagat.Keberadaan Pura Dang Kahyangan tidak bisa dilepaskan dari ajaran Rsi Rena
dalam agama Hindu.
Pura atau Ashram yang
dibangun pada tempat di mana Maharsi melakukan yoga semadi adalah sebagai
bentuk penghormatan kepada Sang Maharsi. Seperti Pura Silayukti di Karangasem.
Silayukti diyakini sebagai tempat moksanya Mpu Kuturan.Demikian pula dengan
Pura Dasar Bhuana Gelgel yang dibangun sebagai penghormatan terhadap Empu
Ghana.Di pura inilah Mpu Ghana yang dikenal sebagai seorang Brahmana yang
memiliki peran penting perkembangan agama Hindu di Bali, beryoga semadi
(berparahyangan).
Selain sebagai Dang
Kahyangan, pura yang berjarak sekitar 3 kilometer dari Kota Semarapura,
Klungkung itu juga merupakan pusat panyungsungan catur warga yang berasal dari
soroh/ klan di antaranya soroh/ klan Satria Dalem, Pasek (Maha Gotra Sanak
Sapta Rsi), soroh Pande (Mahasamaya Warga Pande) dan klan Brahmana Siwa.
Semuanya merupakan pengabih Ida Batara di Pura Dasar Bhuana Gelgel.
Masing-masing warga
memiliki panyungsungan, seperti Meru Tumpang Solas tempat panyungsungan Para
Arya dan KSatria Dalem.Meru Tumpang Tiga tempat panyungsungan Keturunan Mpu
Geni yang menurunkan trah Pasek.Meru Tumpang Tiga sebagai penyungsungan warga
Pande.Padma Tiga yang berada di antara Meru Tumpang Solas dan Meru Tumpang Sia
(sembilan), panyungsungan warga Brahmana. Dengan banyaknya soroh yang ada di
dalamnya, diyakini Pura Dasar Bhuana merupakan pemersatu jagat dengan konsep
bersatunya semua klan yang ada di Bali dengan konsep ''kaula gusti menunggal''.
Pura yang dibangun di atas
areal cukup luas itu, juga menjadi panyungsungan Subak Gde Suwecapura.Di
antaranya Subak Pegatepan, Kacang Dawa, Toya Ehe dan Toya Cawu. Panyungsungan
dilakukan saat Karya Pedudusan Agung lan Pawintenan yang bertepatan dengan
Purnama Kapat.
Pura Dasar Bhuana di-empon
Desa Pakraman Gelgel yang terdiri atas 28 banjar dan tiga desa dinas yaitu Desa
Gelgel, Desa Kamasan dan Desa Tojan. Keberadaannya berkaitan erat dengan
keberadaan Keraton Suwecapura tempo dulu yang juga berada di Gelgel.Namun, jika
melihat tahun berdirinya, pura ini sudah ada jauh sebelum Gelgel diperintah
raja pertama, Dalem Ketut Ngulesir (1380-1400).Pura yang merupakan warisan
maha-agung ini didirikan pada tahun Saka 1189 atau tahun 1267 Masehi.
Sampai saat ini sejumlah
situs peninggalanKerajaan Suwecapura masih tetap dilestarikan di pura ini.
PENUTUP
Demikian makalah yang kelompok kami
buat, semoga dengan makalah yang kami buat ini bisa membuat teman - teman lebih
mengenal dan mengerti secara luas tentang sejarah kerajaan-kerajaan di
Indonesia, khususnya di Nusatenggara dan Lombok. Mungkin dari makalah yang kami buat masih ada
informasi yang belum lengkap karena menurut sumber yang kami cari masih banyak
kerajaan-kerajaan yang informasinya belum lengkap dan masih dalam proses
penilitian. Maka dari itu kami meminta maaf sebesar – besarnya jika ada salah
penulisan kata dan informasi yang kurang lengkap. Sekian dari kelompok kami, Terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar